05. "Senin Berantakan"

188 25 3
                                    

Teriknya matahari tak membuat seorang gadis menjauh dari tempatnya. Matanya menatap lurus, seolah tengah memikirkan sesuatu. Ia tak mengindahkan rasa panas serta keringatnya yang sudah membasahi bagian lehernya.

Setelah kejadian di lapangan yang membuat mood-nya memburuk, Taufan memilih untuk menenangkan diri di roftoop. Gadis itu lebih memilih untuk bolos dalam pelajaran olahraga kesukaannya kali ini.

"Padahal sudah sering melihatnya." Taufan bergumam seraya terkekeh kecil. Kepalanya menunduk, memandang anak-anak yang tengah berbaris di lapangan atas arahan guru olahraga yang baru saja datang.

"Tapi kenapa bisa sesakit ini?" Taufan menghela nafas, ia mengusap wajahnya dengan kasar.

Ia membalikkan badannya, bersandar pada pagar pembatas. "Apa karena aku melihat nya dengan cara yang berbeda? tidak seperti biasanya."

Taufan mendongak, matanya menyipit saat cahaya matahari masuk kedalam matanya. Tangannya ia angkat, agar sinar matahari tak sepenuhnya masuk ke matanya.

"Padahal belum tentu kejadiannya akan sama ... belum tentu gadis itu akan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya," gumamnya pelan.

Taufan terdiam, meresapi setiap kata yang ia keluarkan. Ia membalikkan badannya lagi, menghadap kearah lapangan sekolah. "Kalau di hitung-hitung, sudah berapa lama ya aku suka sama Hali?" Taufan bermonolog. Matanya menangkap pemandangan di mana Halilintar yang tengah beradu basket dengan Gempa.

Gadis itu mengerutkan keningnya, matanya menyusuri setiap inci lapangan dari atas roftoop, mencari keberadaan Ying. Pencariannya terhenti, saat ia menatap dua orang remaja yang tengah duduk sembari mengobrol kecil di pinggir halaman.

"Sejak kapan? Sebenarnya sejak kapan itu terjadi?" Lagi-lagi Taufan bermonolog, kepalanya di isi oleh pertanyaan-pertanyaan yang ia sendiri tak tau jawabannya.

Taufan mengeratkan genggaman tangannya. Tekat nya yang semula melemah kini kembali bergelora. Sejenak tadi ia ingin berhenti berpura-pura menjadi 'perebut' namun pada akhirnya tekat nya kembali sempurna.

"Hah ... toh emang itu sudah menjadi tujuanku kan?" gumamnya seraya beranjak pergi dari sana.

•••

"Mana Taufan?" Pertanyaan dari Blaze membuat Solar yang tengah mengajari Thorn bermain basket menoleh.

"Gak tau, tadi pas di absen juga gak ada kan?"

Blaze berdecak, kesal dengan kelakuan sahabatnya yang suka menghilang tanpa memberitahunya. "Thorn tadi Pan ada bilang mau kemana gak?" tanya Blaze, kali ini pada Thorn.

Gadis itu menggeleng kecil. "Gak ada, terakhir Thorn liat pas Taufan sama Solar berantem," jawabnya jujur.

"Berantem?"

"Bukan berantem sayang, cuma adu mulut aja." Solar segera meralat ucapan dari pacarnya sebelum terjadi kesalahpahaman.

Blaze mengusap wajahnya. "Tumben tu anak bolos olahraga, padahal ini kan pelajaran kesukaan dia," gumam Blaze.

Ia sedari tadi terlalu fokus bermain futsal sampai tak menyadari kepergian sahabatnya. Bahkan saat pak Herman mengabsen tadi pun, Taufan tak menjawab sama sekali. "Apa ia sedang sakit?" pikirnya.

"Duh tu anak. Gak biasanya dia ngilang tanpa bilang-bilang gw atau Thorn." Blaze menggigit kukunya, kebiasaan nya ketika tengah panik ataupun gelisah.

I Love, but... [HALITAU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang