03. "Panas."

178 21 5
                                    

Seorang gadis dengan rambut kuncir kuda memasukkan tangannya kedalam saku jaket. Matanya menatap kesegala arah, melihat ramai nya kota di malam hari. Sudut bibirnya terangkat, membentuk bulan sabit yang sangat indah.

Ditengah dinginnya malam, serta di bawah sinaran rembulan, Taufan memilih untuk berjalan-jalan sekedar melihat ramainya alun-alun kota. Banyak pasangan kekasih yang melintas didepannya.

Taufan menghela nafasnya, merasa kesepian di tengah keramaian orang-orang yang sedang bermesraan atau pun sekedar melihat kota. Sebelum kesini ia sempat mengajak Blaze dan Thorn, namun mereka berdua ada acara keluarga di malam minggu ini.

"Biasanya kita jalan bertiga, sekarang gw sendirian," gumamnya. Ia senang teman-temannya menghabiskan waktu bersama keluarga, tapi disisi lain ia juga merasa kesepian.

Taufan menghentikan langkahnya, kepalanya mendongak menatap kearah langit dimana bintang-bintang bertaburan. "Gw gak mau ganggu keluarga mama sama papa," ucapnya pelan.

Helaan nafas keluar dari mulutnya. Tangannya bergerak untuk mencubit pipinya sendiri. "Mending lo jalan-jalan lagi aja deh dari pada overthinking," monolog nya.

Mata biru gadis itu membesar, melihat seorang pemuda yang berdiri tak jauh darinya, sendirian! tengah memainkan handphone. Ini kesempatan untuk Taufan agar bisa mendekatinya.

Taufan mengeluarkan senyum semangatnya, ia segera melangkah menuju Halilintar. Beberapa langkah lagi ia akan bisa sampai disamping pemuda itu namun ... .

"Hali, lama nunggunya?" Ying memeluk lengan Halilintar membuat pemuda itu menoleh.

"Gak kok."

Senyuman tipis dikeluarkan, Halilintar mengusap rambut Ying lalu segera mengajaknya untuk berkeliling. Hal itu sontak membuat Taufan yang tadinya bersemangat kini terdiam. Senyumannya seketika luntur, matanya terus saja menatap pasangan yang kian menjauh itu.

Taufan tersenyum kecil, tangannya kembali ia masukkan kedalam saku jaketnya. Gadis itu membalikkan tubuhnya, berusaha menjauh.

"Kok sakit ya?" gumamnya seraya beranjak pergi.

Gempa menatap Taufan yang nampak murung. Ia tak sengaja melihat aksi Taufan yang hendak mendekati Halilintar tadi saat ia akan membuka cafe nya.

Ada rasa kasian pada gadis itu. Gempa masuk ke dalam cafe miliknya, melepaskan sarung tangannya lalu menyimpannya. Ia melepaskan apron khas cafe miliknya lalu segera menghampiri Ice.

"Ice, lo jaga cafe dulu ya? Gw mau keluar sebentar," serunya seraya memakai jaket.

Ice menoleh lalu mengangguk kecil. Setelah mendapatkan persetujuan dari Ice, pemuda itu segera pergi menghampiri Taufan, untuk sekedar menemaninya di malam hari.

Gempa menolehkan kepalanya, mencari keberadaan gadis tadi. Pandangannya terhenti, ketika matanya menangkap sosok gadis yang tengah duduk di tepi jalan.

"Itu dia." Gempa berucap seraya menghampiri Taufan.

"Taufan?"

Taufan mendongak, melihat siapa yang menghampirinya. Ia terkesiap, melihat Gempa yang tersenyum disampingnya.

"Gempa?" Taufan menggeser tubuhnya, memberikan Gempa celah untuk duduk.

Pemuda itu duduk di samping Taufan, menatap jalanan yang ramai. "Gak sama teman-temanmu?" tanyanya tanpa menoleh.

Gadis dengan jaket biru itu tersenyum. "Mereka ada acara keluarga." Taufan menjawab.

Jawabannya itu sontak membuat Gempa mengerutkan keningnya. "Blaze ... acara keluarga?" herannya.

I Love, but... [HALITAU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang