♟bab 05♟

6 1 0
                                    

"Oh, this is our girl." Daniya mengerutkan keningnya ketika mendengar suara itu. Suara yang kemarin berurusan dengannya—yang ia tabrak. Daniya melihat wajah Regina dari kaca di toilet.

"Kok bisa lo dibela sama Ardito?" Regina bertanya sambil maju ke depan, mensejajarkan tubuhnya dengan Daniya. Dia menatap ke kaca, menatap dirinya lantas beralih ke Daniya. "We are really different. I wonder what do you give to Ardito until he do that stupid thing—ngebela lo di depan anak-anak yang lain kemarin."

Daniya tak membalas, dia mencuci tangannya dan hendak berjalan ke luar. Namun, pergelangan tangannya ditahan oleh salah satu teman Regina. "Lo enggak tau, Gin, dia tuh sebangku sama Dito di kelas, makanya gitu. Nothing more, cuma sebatas kasihan, I guess." Gadis yang menahan tangannya—Teman kelas Daniya—berucap demikian membuat Regina memandangnya hina.

Regina maju ke depan lantas terkekeh. "Oh, what a pity." Regina menggeleng. "Gue kira ada yang spesial."

Daniya tetap diam. Dia tak mau mencari masalah lebih jauh karena yang dia inginkan sekarang adalah keluar dari toilet ini. Namun, keterdiaman Daniya malah membuat Regina terdistraksi. Dia tak suka ketika seseorang tak menjawabnya begini, mengabaikannya. "Jawab, bego. Lo punya mulut, kan? Bisu lo?"

"Gue enggak ada masalah sama kalian." Daniya berucap tegas, mencoba melepaskan tangannya dari genggaman teman Regina, tetapi gagal.

"Lo ada masalah sama gue. Siapa nama lo?" Regina bertanya membuat teman-temannya tertawa. "Siapa namanya, Nan?" tanya Regina pada teman kelas Daniya yang masih menggenggam tangan Daniya.

"Daniya."

"Such an awful name." Regin tertawa, menyebabkan semua orang di toilet sekarang mentertawakan Daniya.

"Lepasin gue, masalah kita udah selesai kemarin, kan? Gue udah minta maaf." Daniya balas menatap Regina.

"We're not done yet, bitch." Regina menyeringai lantas melayangkan tamparannya di pipi kiri Daniya. "Jadi couple ih," ujar Regina mengingat ada memar di pipi kanan Daniya kemarin.

Daniya menelan ludahnya dan memandangi Regina yang keluar bersama teman-temannya. Daniya menatap wajah kacaunya di cermin. Ia berdecak. Tamparan seperti ini tak sebanding dengan tamparan ayahnya kemarin pagi sebelum ia berangkat sekolah.

Daniya tersenyum miris, menatap cermin toilet. "Kacau, berantakan banget." Daniya mengusap pipinya dan terkekeh. Ia tak pernah sebenci ini dengan orang.

Daniya merapikan penampilannya meski masih ada tanda merah di pipi. Daniya tak peduli.

Mendengar bunyi bel masuk, Daniya segera memasukki kelas. Ia mendesah pelan, tak percaya bahwa jam istirahatnya dihabiskan di toilet dengan diakhiri tamparan dari Regina. Sial memang.

Daniya masuk ke kelas, ia mendapat beberapa tatapan dari temannya yang tak bersahabat. Kinan, gadis yang tadi menahan tangan Daniya, kini sedang duduk dengan teman kelasnya yang lain membuat kerumunan seakan bergosip. Daniya tebak, mereka menggosipkan dirinya, karena setelah membicarakan sesuatu, mereka pasti akan menatap ke arah Daniya lantas tertawa.

Daniya mengendikan bahu acuh dan duduk di tempat duduknya. Mereka mungkin membahas tentang ia yang ditampar Regina tadi.

"Eh, sumpah dia ditampar? Anjirlah, yang bener!" Kan

Daniya melirik pada kumpulan cewek-cewek tersebut. Kenapa, sih, mereka suka sekali menggosipkan hal yang tak jelas?

Daniya menarik-embuskan napasnya dan menatap ke papan tulis. Dari pintu, masuk Dito dan ketiga temannya yang asyik bercerita. Mereka berjalan ke tempat duduk Alvaro dan bercanda bersama.

LARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang