Sudah Daniya duga, kejadian di cafe beberapa hari lalu akan bertambah buruk, seperti hari ini.
Kabar Daniya bekerja di cafe sebenarnya sudah menyebar di kelas dari beberapa hari lalu, dan yang ia dapatkan adalah tatapan meremehkan dari beberapa teman kelasnya. Namun, Daniya tak mempedulikan itu sama sekali. Karena prinsip Daniya, selagi itu tidak menganggu mereka, Daniya tidak peduli.
Hanya saja, ini tidak mudah seperti kelihatannya.
Jam istirahat, Daniya memilih untuk ke kantin. Sebenarnya, Daniya itu tipikal murid yang jarang ke kantin, bahkan eksistensinya di kantin sekolah itu bisa dihitung dengan jari.
Hanya saja, demi melancarkan niatnya yaitu menghindari Dito, jadi Daniya memutuskan untuk pergi ke kantin dengan uang seadanya—sebab sedari tadi bel istirahat berbunyi, Dito hanya duduk di kursinya dan menatap Daniya dalam keheningan.
"Hoy, si miskin ke sini juga! Kirain saking enggak ada uang jadi enggak bisa ke kantin."
Daniya memejamkan matanya pelan ketika mendengar suara ejekan, tepat di belakangnya. Daniya sedang memesan makanan ketika mendengar suara itu. Dia tak akan terdistraksi jika suara itu tak nyaring yang membuat beberapa murid menatap padanya.
Daniya tentu tau siapa yang bersuara sekarang.
Tawa sebagian murid di belakang terdengar jelas di telinganya. Daniya mencoba menjadi tuli sesaat, mengabaikan tawa menyebalkan itu, serta seruan bodoh dari Regina.
Namun, sepertinya Regina tak berhenti sampai di sini. "Miskin, bisu, jelek ... such a worm."
Daniya menghela napas berat dan berbalik menatap Regina yang tengah menyilangkan lengannya. "Gue enggak suka ya kalau lo diem aja. Bisu lo?"
"Mau lo apa, sih?" tanya Daniya kesal.
"Mau gue? Emm ... enggak banyak, cuma mau lo tau diri." Regina maju selangkah ke depan, mendorong bahu Daniya dengan jari telunjuknya. "I mean, who the hell are you? Lo pikir bisa bikin Dito fall in love sama lo, hah?"
Daniya merotasikan bola matanya. Maksudnya apa, sih? "Lo iri sama gue?" tanya Daniya—dengan nada yang dibuat seakan tak bersalah—membuat Regina makin terdistraksi. Ia menggeram dan mengepalkan kedua tangannya.
"Iri sama lo? Gila kali." Regina terkekeh.
Dalam waktu singkat, mereka berdua sudah menjadi pusat perhatian di kantin sekolah. Daniya seakan melupakan rasa laparnya, mengabaikan panggilan ibu kantin bahwa pesanannya sudah jadi.
"Terus? Kenapa segitunya? Lagian gue enggak dekat sama Dito, kok. Kenapa? Gamon sama Dito?"
Daniya menghela napas setelah mengatakan itu. Sepertinya, selain lupa dengan rasa laparnya, ia juga lupa dengan prinsip bahwa tak boleh mencari masalah di sekolah dan sebisa mungkin menghindari pusat perhatin. Dia hanya anak beasiswa.
Sekarang, dia benar-benar jadi pusat perhatian, jadi bahan cibiran. Maksudnya, siapa yang beraninya mencari masalah dengan Regina, famous student in this school.
"Kurang ajar, ya, lo." Hanya dengan ucapan santai dari Daniya, membuat gadis berbando ungu itu langsung sensitif. Dia menjambak rambut Daniya.
Tak ada yang berniat memisahkan. Mereka hanya menonton, bahkan ada yang mengambil video. Kapan lagi, kan, ada siaran langsung cewek saling jambak di kantin sekolah—ralat, hanya Regina yang menjambak rambut Daniya.
"Heh! Kalian apa-apaan ini?" Jambakan Regina melonggar ketika mendengar suara dari Bu Indah. Daniya mendongak, dengan rambut berantakan. Matanya bertemu dengan Bu Indah, wali kelasnya, yang memandangnya sembari menggeleng. "Kalian berdua, ikut saya ke ruang BK."
KAMU SEDANG MEMBACA
LARA
Teen FictionHidup Daniya datar-datar saja, malah berat karena masalah keluarganya yang tak pernah habis. Ketika semester baru, dia ditempatkan sebangku dengan Dito, membuat hidupnya yang datar dan berat tadi menjadi nano-nano. Di tahun akhir sekolah, ia merasa...