♟bab 04♟

4 1 0
                                    

Daniya melangkah berat menuju parkiran cafe. Ia menerima pesan dari Naya bahwa bapak di rumah dan sedang mengobrol santai dengan ibu. Tak ada amukan, tak ada piring terbang, tak ada bentakan.

Daniya mendengkus sebal lantas memesan ojek online. Baru ingin memesan ojek online, Daniya menggeleng. Sayang uang juga, tapi ia harus bagaimana.

Ia mau menelepon Nando untuk meminta tolong, tetapi tak enak.

"Nia!" Daniya menoleh ke sumber suara, berharap itu adalah Nando karena jujur, ia sekarang lagi kere abis untuk sekadar membayar ojek online. Ah, Daniya ingin punya motor.

Alih-alih Nando yang datang, justru itu adalah Dito, orang yang paling tak ingin Daniya temui di luar jam sekolah, apalagi dengan seragam café seperti ini.

"Lo kerja di sini?"

Daniya melirik kepada Dito. Ya ampun, ia tak bisa bertemu dia dalam keadaan seperti ini. Ia ... tak siap dijauhi karena mereka mengetahui bahwasannya dirinya bekerja paruh waktu di sini. 

Daniya mengangguk pelan. Ia sepertinya sudah siap dengan tanggapan yang akan diberikan Dito. Ia sepertinya sudah siap akan kehilangan satu-satunya orang yang menganggapnya teman, sekarang juga.

"Wah, gila sih lo sekolah sambil kerja. Keren banget. Tau enggak, ini cafe punya sepupunya Kevin." Dito kembali berceloteh, sama halnya seperti di kelas, selalu menceritakan hal-hal yang mungkin menurut orang lain tak terlalu penting.

"Oh, Bang Bayu sepupuan sama Kevin?" tanya Daniya dan langsung dijawab anggukan dari Dito.

"Lo mau balik, kan? Gue anter aja." Daniya buru-buru menggeleng. Tidak tidak, pokoknya tidak ada satupun teman kelasnya yang boleh melihat rumahnya—kondisi rumahnya. "Loh, kenapa, Nia?" tanya Dito.

"Enggak apa-apa, To. Gue cuma pengen sendiri aj—"

"Di sini, ya, lo? Masih kelayapan sama cowok nih?" Daniya merasakan rangkulan di bahunya, semakin mengerat. Daniya sudah tau itu pasti Nando. Mata Daniya berfokus pada Dito yang masih asyik memandangi tangan Nando yang bertengger manis di bahu Daniya.

"Eh, lo siapa?" tanya Nando.

"Dito, Bang. Teman kelasnya Nia." Dito mengulurkan tangannya, tetapi tak dibalas oleh Nando.

"Bang Bang, gue bukan abang lo." Nando mendengkus dan menarik Daniya ke motornya.

Daniya tersenyum dan sedikit meringis pada Dito yang menonton pemandangan ini. Nando ketus sekali pada Dito.

"Aduh sayang, aku lupa bawa helm nih. Kamu enggak apa-apa, kan, kalau kita enggak pake helm?" Daniya terbengong ketika menyadari perubahan drastis dari nada dan gaya bicara Nando. Daniya melirik diam-diam pada Dito yang masih berdiri di sana, dan ia yakin Dito mendengar ucapan Nando tadi. "Ya ampun, sayang, kamu jangan bengong gitu dong." Nando lantas menaikkan tangannya, mengusap pucuk kepala Daniya.

Daniya menahan tawanya dan naik ke motor Nando. Ia terkekeh sebentar lantas menepuk bahu Nando. "Jalan, Mang."

Memandangi Daniya dan Nando yang sudah jauh, Dito masih berdiri di tempatnya. Matanya memandang lurus ke depan, bersamaan dengan senyum getir muncul di wajahnya. "Yah, udah ada si Kakashi," ujarnya lirih. Ia terkekeh.

Dito mengusap keningnya lantas berbalik, menatap ke dalam cafe, di sana ada teman-temannya. Ia masuk ke dalam dan langsung dihadiai tepukan di bahu dari Kevin. "Sabar. Orang sabar disayang mantan."

Tentu, semua tadi tak lepas dari pandangan ketiga temannya dari dalam cafe.

"Gila, si Daniya yang diem-diem gitu dapet cowok urak-urakan kek gitu. Itu beneran pacarnya?" tanya Doni sambil menggeleng pelan.

LARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang