between kenma and (name)

323 54 2
                                    

(Name) itu sudah macam bocah kematian ...

━━━━━━

Dari seluruh pelajaran yang ada, kesenian adalah yang paling (Name) benci. Bukannya tanpa alasan, tetapi karena ia benar-benar SANGAT payah soal ini. Kalau menggambar mungkin masih bisa, sayangnya sang guru lebih suka menyuruh mereka berkreasi, menciptakan suatu barang dari kardus, botol plastik bekas, dan semacamnya.

Sekarang pun gadis itu misuh-misuh sendiri, dengan poninya yang sudah berantakan ke sana-kemari. Jam pelajaran sudah mau berakhir, tetapi (Name) masih berkutat dengan kardus, berusaha memotongnya menjadi bentuk lingkaran dengan cutter. Ia masih ingin berusaha di detik-detik terakhir, tidak seperti Nagi yang sudah menjelajahi alam mimpi, bersandar di dinding sebelah (Name).

Kenma yang sudah selesai dengan karyanya beranjak duduk di depan (Name), hendak menawarkan bantuan, atau mungkin sekadar jadi pendengar dari segala gerutuan sang gadis.

"Butuh bantuan?"

Tahu tidak efek hiperbol yang dihasilkan mata? Sekarang (Name) tengah melihat Kenma dengan efek-efek hiperbol.

"Kozume ... kau seperti ibu peri," ucap (Name) lugas dan datar.

Itu pujian? Kenma terkekeh pelan mendengar pernyataan ngaco itu.

(Name) tetap fokus pada kardus yang tengah ia potong, tetapi mulutnya mulai mengocehkan hal lain, "Kau tahu kiasan 'berdarah biru'?"

"He'em. Cara lain untuk menyebut orang-orang keturunan bangsawan, 'kan?" balas Kenma.

"Benar, benar." (Name) mengangguk, kemudian meletakkan potongan kardus yang akhirnya sudah berbentuk lingkaran sempurna. "Lalu, temanmu ada yang berdarah biru tidak?" Sambil menunjuk lelaki kucing itu dengan cutter.

Kenma menggeleng sebagai jawaban. "Memangnya kenapa?"

"Ya ... penasaran saja," balas (Name) sekadarnya sambil memutar-mutar cutter di tangannya, "walau cuma kiasan, siapa tahu darahnya memang warna biru?" Ia tersenyum tipis, dengan salah satu alis naik.

"(Name) ...." Kenma meraih cutter di tangan kanan sang gadis, kemudian mengatur agar bagian tajamnya kembali ke bawah, tidak menonjol. "Berhenti mengatakan hal-hal menyeramkan, apalagi sambil memegang benda tajam," tutur Kenma pelan.

"Hee ... aku 'kan hanya menyuarakan rasa penasaranku."

━━━━━━

... penuh rasa ingin tahu dan meresahkan.

𝗪𝗛𝗜𝗖𝗛 𝗢𝗡𝗘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang