Selamat membaca ☕
_____
Mimpi apa ... Serena, ia kini berada dalam satu pesawat, duduk sebelahan dengan lelaki yang sah menjadi suaminya. Perjalan mereka ke negara gajah putih hampir tiba di tujuan. Di sana nanti mereka akan dijemput kolega Lita yang memang sudah lama tinggal menetap di sana, orang Indonesia yang menikah dengan wanita Thailand. Wanita sungguhan, ya, bukan nganu.
"Dari tadi lo nggak makan atau minum apa-apa, Tante, nggak laper atau haus? Apa puasa?" bisik Romeo.
"Sstt! Diem!" cicit Serena sambil melotot. Romeo kembali duduk bersandar santai sambil tersenyum lebar. Mereka akan bersiap mendarat, semua penumpang pesawat diminta mengencangkan sabuk pengaman.
Pendaratan mulus, mereka juga keluar dari pesawat dengan santai, tak tergesa-gesa seperti penumpang mau turun angkot, pesawat baru landing langsung berdiri bersiap, santai aja sist, bro, pesawatnya biar berhenti sempurna dulu baru kalian turun.
"Night food streetnya, enak-enak kayanya, Tan," ujar Romeo yang langsung memakai tas ransel besar dipunggungnya, sementara Serena menyeret koper warna kuning mencolok supaya mudah di kenali.
Serena diam, tak menggubris. Ia justru menatap sekeliling, baginya suasana dan wajah-wajah semua orang sama saja seperti orang Indonesia. Ya wajar, Thailand bisa dibilang masih serumpun dengan Indonesia, jika diurut sejarah dari masa kerahaan Sriwijaya dan Majapahit ... baca sendiri, deh, kelanjutannya.
Balik ke berondong dan Tante-tante. Romeo meraih jemari tangan Serena yang segera ditepis.
"Peraturan pertama, nggak boleh gandengan tangan. Kedua, rangkulan, ketiga cium, keempat--"
"Hahhh! Ribet!" Romeo berjalan cepat meninggalkan Serena di belakang. Seseorang yang memegang papan bertuliskan nama Romeo dan Serena from Jakarta, membuat Romeo segera mendekat diikuti Serena.
"Om Indra, ya," sapa Romeo.
"Romeo!" pekiknya. Mereka berpelukan.
"Selamat menempuh hidup baru. Mama Papamu sudah siapkan semua, mana istri kamu, ini?" tunjuknya. Serena menyalim tangan Indra.
"Serena," ucap Serena memperkenalkan diri.
"Saya Indra, teman kuliah Papa Mamanya Romeo. Ayo masuk, Om antar ke hotel." Indra membuka bagasi mobil, ia membantu Serena mengangkat koper lalu Romeo juga meletakkan tas ranselnya.
Tujuan mereka memang hotel, sepanjang perjalanan, Indra banyak memberitau lokasi yang bagus, aman dan seru untuk didatangi.
"Ini, pegang. Om udah tukar uang rupiah ke bath, untuk pegangan kalian selama di sini." Indra memberikan amplop coklat ke tangan Romeo, Serena tak enak hati karena kedua orang tua Romeo seperti full memfasilitasi semuanya.
"Makasih, Om," ucap Romeo.
"Sama-sama. Oh, iya. Kalau bisa jangan naik ke daraan umum, ya, kalian turis, takutnya ada aja yang jail. Kalau nggak didampingi tour guide atau memang kalian niat lama di sini, baiknya jalan kaki aja ke mana-mana, kalau mau ke tempat yang agak jauh, Om antar, ya."
Serena melihat Romeo menganggukkan kepala, suaminya duduk di depan sementara Serena di belakang.
Hotel tujuan sudah terlihat, begitu megah dan mewah. Entah berapa bath satu malamnya. Serena berpikir, apa keluarga Romeo sekaya raya itu, rasanya tidak kelihatan. Di komplek, rumahnya juga tak mewah atau megah, biasa saja seperti rumah orang tuanya.
"Romeo udah simpan nomor HP Om, kan? Hubungi kalau ada apa-apa, ya. Selamat bulan madu, Serena, Romeo." Indra menepuk bahu Romeo, lalu tersenyum ke Serena.
Mereka hanya mengangguk, Romeo berjalan ke resepsionis, ia berkata jika sudah memesan kamar atas nama Erlita Setiawan, mamanya.
Wanita itu begitu cantik, Serena bahkan tak melihat ada yang jelek. Ia jadi minder sendiri, apalagi pakaiannya hanya kaos, celana jeans dan sandal jepit. Ya ampun ... sungguh gembel.
"Ayo," kata Romeo membuyarkan lamunan Serena. Keduanya berjalan ke arah lift menuju lantai delapan.
Saat membuka pintu kamar, suasana pemandangan kota Bangkok malam hari membuat Romeo tersenyum sumringah.
"Keren," pujinya.
"Halah, sama aja kayak Jakarta," sanggah Serena yang langsung membuka koper untuk mengeluarkan baju tidur.
"Puji sedikit, bisa, kan? Ini honeymoon kita, Tan."
Bodo amat, Serena berjalan masuk ke kamar mandi. Ia melihat bathub, enak sepertinya jika berendam. Akhirnya ia nyalakan keran air panas dan dingin, diatur suhunya sebelum berendam.
Kegiayan berendam Serena tak santai, karena ia justru berpikir bagaimana nasibnya setelah menjadi istri Romeo. Anak itu slengean, semaunya, masih kuliah juga. Ya walau katanya setiap bulan dia bisa menafkahi Serena uang dari kedua orang tuanya.
Padahal sama saja itu bukan nafkah yang Romeo cari sendiri, sama saja sedekah dari orang tuanya yang penting Romeo menikah!
Lucu sekali. Serena menghentak-hentakkan kaki hingga air nyiprat ke mana-mana, ia kesal sekali sebenarnya.
Satu jam berlalu, Serena selesai berendam, bilas lalu berpakaian. Ia tak melihat Romeo di dalam kamar, yasudah lah, biarkan. Perut Serena lapar, ia mau memesan makanan tapi takut non halal. Akhirnya ia putuskan keluar hotel menuju food street tak jauh dari sana.
Jalan kaki sendirian, membuat Serena bisa nyaman. Ia melihat penjual sate cumi sotong bumbu bbq, menarik perhatiannya.
"One please," katanya. Ia keluarkan uang bath ke pejual seusia harga yang tercantum. Lalu setelah menerima pesanan, ia berjalan ke penjual jus buah. Tertarik, ia membeli mix berry kemudian sebotol air mineral.
Serena duduk di tempat kosong dengan meja warna putih di tengahnya. Ia menikmati santapannya sendirian.
Sama sekali tak melihat sosok Romeo. Kedua mata Serena disuguhkan pemandangan warga lokal yang tampan-tampan, ia senyum senyum sendiri jadinya kan. Biasanya nonton drama Thailand, sekarang lihat langsung paras tampan penduduknya yang putih bersih.
"Gantengan gue."
Pandangan Serena tertutup wajah dingin Romeo yang sudah berada di depan matanya.
"Ganggu, lo. Geser!" omel Serena. Romeo duduk di samping Serena, menyambar gelas berisi jus buah dingin milik sang istri, ia sedot banyak sekali. Serena melotot, tapi Romeo masa bodo.
"Lo dari mana," tanya Serena akhirnya.
"Teleponan sama Kamila di pinggir kolam renang hotel. Gue balik ke kamar, lo udah nggak ada, Tan."
"Gue kira malah lo yang kabur ninggalin gue," gumam Serena.
Romeo terkekeh, "cieee ... takut ditinggal, ya, sini istriku, sayangku," tukas Romeo merangkul bahu Serena.
"Peraturan tadi lo lupa, hah! Oh lupa. Ada peraturan terrrpenting."
"Apa," kata Romeo melepaskan rangkulan.
"Jangan campuri urusan masing-masing. Paham?!" Serena menyipitkan kedua matanya.
"Mmm ... tergantung, lah."
"Nggak bisa. Harus!" tegas Serena.
"Ya terserah, sih, mau sepanjang apa peraturan yang lo bikin, gue bakal langgar. Bagi gue, peraturan itu bullshit!"
Serena memukul bahu Romeo. "Disiplin, Meo! Peraturan itu buat disiplin! Lo nggak bakal bisa sukses kalau nggak disiplin!"
Romeo memalingkan wajah. "Ya ... ya ... ya ..., terserah Tante Serena, gue mau beli makan dulu. Oh iya, tadi gue teleponan sama Kamila, dia kasih kabar kalau Mama pingsan lagi waktu baru sampai rumah Om di sana. Doain Mama biar stabil kondisinya, ya, Tan. Tungguin, jangan kemana-mana." Romeo berjalan meninggalkan Serena yang hanya bisa diam menatap terkejut saat tau mama mertuanya koleps lagi.
"Mama Lita," gumamnya sambil menutup mulut dengan tangan.
bersambung,
Yuhu! Seru nggak, sih! Tenang, judul ini akan stay di sini, kok, nggak pindah ke PF berbayar 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Satu RT
RomanceTerpaksa menikah dengan pria lebih muda, membuat Serena uring-uringan tapi tak bisa berkutik. Apalagi ini menyangkut nyawa seorang Ibu. Mau tak mau ia terima perjodohan ini yang tinggalnya masih satu RT. Serena yang dewasa bertemu Romeo yang muda...