Pagi-pagi panas

1K 55 2
                                    

Melvin melepaskan kemeja lalu celana panjang, hanya menyisakan boxer ketat menutup inti miliknya. Ia berjalan ke dalam kamar mandi, menyalakan shower juga melepaskan boxer tadi.

Ia guyur tubuhnya di tengah malam dengan air hangat. Kedua tangan menempel pada dinding, membiarkan air jatuh membasahi seluruh tubuh.

Melvin terkekeh sendiri, ia tau siapa Romeo, karena waktu itu pernah dikenalkan Serena tapi ia mau memastikan sekali lagi.

Jadi, anak kuliahan itu suaminya. batin Melvin.

Melvin mengongak, air membasahi wajah tampannya. Ia basuh dengan tangan, lantas menyugar rambutnya yang juga sudah basah.

Ada yang aneh, kenapa Serena kayak nggak suka sama suaminya sendiri? lanjut batin Melvin berucap.

Well, gue yakin Serena terpaksa nikah sama bocah itu. Ia tutup dialog dengan diri sendiri lalu tersenyum lebar.

Lain di rumah Serena, setelah sudah mandi dan membersihkan mekap, ia dengan kesal naik ke atas sofa lalu memukuli Romeo karena tadi ia hampir kencing di celana saat Romeo ngerem mendadak karena ada cointainer besar yang berhenti di bahu jalan saat suaminya terus ngebut.

"Aduh! Apaan, sih, Tan!" Romeo tergelak sambil meringkuk melindungi diri.

"Gue masih mau idup! Gue masih perawan! Gue masih mau keliling dunia! Gue masih mau punya anak! Gue masih mau napassss Romeo! Lo sinting nyetir kayak tadi!" maki Serena hingga napasnya memburu cepat.

Ia lalu duduk menjauh dari Romeo, bersingut sebal dengan rambut acak-acakkan saking barbar ngomel-ngomelnya tadi.

"Sukurin. Lagian siapa suruh lo ke club nggak jujur bilang sama gue. Gue bisa temenin. Mana lo pake baju seksi gitu, kalau lo kenapa-kenapa terus masuk berita, apa nggak heboh." Romeo mengarahkan posisi duduk menghadap Serena yang mengacak-ngacak rambutnya saking kesalnya.

"Ahhh gue tau, lo tadi hampir dicium bos lo dan gue ganggu, kan? Itu toh alasannya lo ngamuk kayak singa gini." Romeo tersenyum jail. Serena beranjak cepat, saking teledornya ia menabrak ujung meja dan membuat jempol kakinya terantuk.

Serena menangis karena sakit, dan ternyata ujung kukunya copot lalu berdarah. Romeo lompat, cepat mendekat ke istrinya.

"Nah, kualat lo sama suami." Romeo lalu berlari ke dapur mengambil kotak obat yang tersimpan di salah satu kabinet. Serena sudah tak menangis, hanya saya lumayan perih.

"Elo sih! Bikin gue emosi!" Serena menekuk kaki kirinya, ia bersihkan darah dengan kapas. "Jangan pake alkohol! Perih!" tolak Serena saat Romeo menuangkan alkohol ke kapan yang baru.

"Oh, oke." Romeo menarik kaki Serena, ia pindahkan ke atas pangkuannya. "Pake betadine aja ya, Tante. Aduh ... Tante Serena cengeng ternyata." Masih saja digoda. Serena menjambak rambut Romeo saking kesalnya hingga Romeo mendongak.

"Sekali lagi ngeledekin gue, gue hajar!" ancam Serena. Ia lepaskan tangannya dari rambut Romeo lalu memejamkan mata menahan perih.

"Pelan-pelan, perihhhh," keluh Serena padahal Romeo juga belum menempelkan kapas ke jempol kaki kiri istrinya itu.

"Iya, sayangku, ya ampun," cicit Romeo sambil menahan tawa.

"Aw! Meo!" Serena menjerit karena memang perih. Ia memejamkan mata saking menahan sakit. Romeo terus mengobati lalu ia tutup luka gompel pada kuku jempol kaki Serena dengan plester.

"Dah sembuh! Jangan kena air dulu. Nanti bayarnya double sama uang ojol gue tadi. Gue bokek, bagi duit ya, Tante." Romeo beranjak membuang sampah kapas dan juga mencuci tangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jodoh Satu RTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang