"Pernikahan itu menyatukan dua insan yang berbeda, saling mengerti untuk mengukir bahagia, tapi kayaknya susah kalau suami gue ... Romeo!"
- Serena -______
"Kata Mama boleh diubah mau kayak apa penataan ruangannya. Mama serahin semua ke elo." Mulai gue-elo keluar lagi, tandanya memang mereka belum siap saling memanggil dengan panggilan yang lebih baik.
"Gak ada yang perlu gue ubah juga. Gini aja udah ok." Serena berkacak pinggang kemudian melirik Romeo yang bersiap pergi. "Mau ke mana?"
"Main. Lo kalau pergi, kunci bawa yang cadangan. Gue balik malem palingan, oke, Tante." Romeo menyambar jaket warna coklat muda, lalu hendak mencium kening Serena tapi wanita itu memundurkan kepalanya.
"Sana pergi! Gue juga mau jalan nanti sama temen. Gue mau beli baju kerja." Serena berjalan ke dapur. Ia lupa sedang memanaskan sop buntut kiriman mamanya.
"Butuh uang berapa?" Romeo masih berdiri di tempat.
"Gue ada duit sendiri. Duit lo pake aja buat jajan," sahut Serena sambil mematikan kompor.
"Berapa, Tan," sambung Romeo. Serena berbalik badan.
"Gue punya uang sendiri. Udah sana pergi. Gue mau beresin kamar. Sementara Mama Papa lo masih di LN, kita tidur pisah kamar. Setuju!" pelotot Serena. Romeo meletakkan uang tiga ratus ribu di atas meja makan.
"Buat ongkos." Kemudian ia berjalan pergi meninggalkan Serena dengan sepeda motor. Serena berdecak. Ia ambil uang itu tapi diletakkan ke dalam amplop yang ada di rak buku. Ia letakkan amplop itu di laci lemari pakaian miliknya. "Belagu. Kerja belom sok-sok'an empanin anak orang. Kalau bukan karena nyelametin nyokap lo, gak mau gue nikah sama lo, Meo."
Serena meraih mangkok di kitchen set, ia nikmati sop buatan mamanya yang pasti lezat.
Sekitar jam dua siang Serena tiba di mal. Ia segera ke departemen store tempat janji temu dengan dua teman semasa kuliah yang masih keep in touch hingga sekarang.
"Mana suami lo?" tegur Mia. Sedangkan Zeya hanya diam saja.
"Jalan sama temennya. Namanya juga anak kemarin sore. Nongkrong anak muda." Serena kemudian berjalan ke tempat pakaian wanita. Banyak macam blouse terpajang, belum apa-apa ia sudah tertarik dengan dua baju kerja yang pasti keren jika ia pakai.
"Lo udah tidur bareng sama Romeo, Ser? Gimana, cerita-cerita, dong!" cicit Mia semangat.
Serena menggeleng sambil memilih pakaian lagi.
"Yah, kenapa belom. Gue baca artikel, kalau kita, perempuan bersuamikan berondong bisa awet muda, Ser." Mia masih mengekor sedangakan Zeya pindah ke tempat celana panjang.
Serena melirik Zeya. "Zeya kenapa, Mi? Lesu amat?"
"Baru putus ama cowoknya. Makanya gue seret ikut. Biarin, nanti juga baik lagi."
"Cowoknya yang ... duda umur empat puluh tahunan itu?" bisik Serena pelan. Matanya juga terus melirik Zeya yang sembab wajahnya.
"Mending duda. Masih suami orang ternyata. Makanya Zeya syok. Tuh anak udah ...." Mia diam.
"Ya ampun, serius? Hamil gak?" Serena mendadak khawatir.
"Nggak, Ser. Kata Zeya dia udah jaga-jaga. Kasihan, dibohongin tuh laki. Padahal Zeya bucin banget."
"Bucin bego kali. Kasihan Zeya." Serena menghela napas panjang. Ia mendekat ke Zeya lalu merangkul bahu temannya itu.
"Cerita sama gue juga, Ze. Jangan beban ini lo pikul sendiri," ujar Serena. Zeya menoleh, menatap sendu ke arah Serena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Satu RT
RomanceTerpaksa menikah dengan pria lebih muda, membuat Serena uring-uringan tapi tak bisa berkutik. Apalagi ini menyangkut nyawa seorang Ibu. Mau tak mau ia terima perjodohan ini yang tinggalnya masih satu RT. Serena yang dewasa bertemu Romeo yang muda...