[10]

15 7 0
                                    

"Erisa...?!" Teriak Alana dari kejauhan saat melihat sosok temannya yang sedang berjalan untuk memasuki rumah kayu yang menjadi basecamp mereka, tampak Erisa menghentikan langkahnya dan menatap Alana, membuat Alana berlari menghampiri Erisa, dan memeluknya "Maafin gue"

"Maafin gue juga, Lan" Erisa membalas pelukan Alana "Gue ninggalin lo, dan yang lain. Gue minta maaf, gue lari dari masalah yang seharusnya gue selesain"

"Nggak! Gue sendiri juga emang ngejauhin kalian. Gue minta maaf"

"Alana...Erisa..."

Dua suara yang berbeda menyebut nama mereka secara bersamaan, membuat Alana dan Erisa melepaskan pelukan mereka, dan melihat dua orang yang memanggil mereka. Terlihat dua temannya yang lain sedang berdiri tak jauh dari mereka. Ya, Bulan dan Danira

"Kalian kesini juga?" Tanya Danira, dia menangis terharu, karena mereka seperti memiliki koneksi batin yang tanpa diutarakan bisa dirasakan bersama. Perlahan dia berjalan menghampiri Alana dan Erisa, lalu memeluk mereka berdua "Gue minta maaf ya. Gue mau kita kaya dulu"

Bulan masih diam ditempatnya, hanya melihat ketiga temannya berpelukan. Dia masih menyiapkan keberanian untuk mengutarakan rasa bersalahnya

"Clara...? Clara! Gue tau lu masih disini! Tolong perlihatkan diri lagi, Ra" ucap Bulan dengan suara yang sedikit keras, dia berjalan mendekati teman-temannya yang kini sedang menatapnya "Ra...g-gue minta..." Tangisnya pecah "GUE MINTA MAAF, CLARA. ANDAI GUE GAK NINGGALIN LO LARI, MUNGKIN LO BAKAL BAIK-BAIK AJA!"

Bulan menunduk, tubuhnya lemas seketika setelah berteriak sembari menangis.

"Raa...gue minta maaf. Semua ini salah gue, gue gak cukup berani buat ambil obat lu yang hanyut di sungai..." Erisa juga meluapkan yang selama ini dia pendam "Selama ini gue hidup dengan rasa bersalah yang menyelimuti gue. Kalo gue lebih berani, semuanya pasti akan lebih baik. Gue gak akan kehilangan lu "

Tubuh Erisa melemas dan ambruk, dia terduduk di tanah bersamaan dengan derasnya hujan yang turun secara tiba-tiba. Bulan menghampiri Erisa dan mereka saling berpelukan, sedangkan Alana mengepalkan tangannya, dia sedang mengumpulkan energi, dan merangkai kata permohonan maaf

"Gue juga minta maaf, Ra. Gue harusnya bisa lari lebih cepat. Dan seharusnya gue bisa lebih hati-hati supaya gue gak sampe jatuh. Sumpah, Ra! Nyesek banget malem itu tau kabar lu udah gak ada" Alana menggigit bibirnya, suaranya mulai bergetar karena menahan tangis "Gue ngerasa gue penyebab kematian lu"

Setelah Alana mengatakan itu, tidak ada yang bersuara. Terlihat Danira masih terus menangis yang membuat suaranya tidak keluar, terlebih hujan deras yang meredam suaranya

"C-cla...ra..." Panggil Danira terbata-bata "GUE MINTA MAAF, RA! GUE GAK SEHARUSNYA NGAJAK LOMBA LARI SAAT ITU! PADAHAL GUE TAU KONDISI LU KAYA GIMANA. TAPI GUE DENGAN BODOHNYA TETEP NGAJAK BUAT LOMBA LARI...INI SEMUA SALAH GUE! GUE MINTA MAAF" teriak Danira sangat kencang diakhir kalimatnya

Tak lama setelah Danira mengatakan itu cahaya datang secara tiba-tiba dihadapan mereka yang menampilkan sosok Clara yang sedang menangis sembari menatap mereka

"Kalian...aku juga minta maaf karena udah ninggalin kalian, dan buat kalian merasakan rasa bersalah itu. Tapi itu semua bukan salah kalian..." Clara perlahan berjalan menghampiri teman-temannya, bibirnya masih mengukir senyuman yang selalu dia perlihatkan "Malam ulang tahun ku pun, aku sendiri yang lupa membawa obat ku...Itu menjadi salah ku, kan?"

"Ra..."

"Kalian gak salah, semua yang terjadi padaku sudah takdir. Aku sedih lihat kalian merasa bersalah atas apa yang bukan menjadi salah kalian, aku pun merasa sangat sedih saat melihat pertemanan kalian hancur. Aku mohon berteman lah kembali, semuanya akan jadi lebih baik dan mudah jika kalian bersama-sama"

"Clara...ternyata kamu belum pulang ke asal kamu?"

"Belum, itu karena kalian belum berteman kembali. Aku jadi terjebak disini, tapi malu untuk terus merepotkan kalian, apalagi Alana" Clara tersenyum menatap Alana "Makasih ya, Lana. Makasih juga kalian, sekarang aku yakin aku bisa tenang, karena kalian berteman bukan karena keinginan ku, tapi karena keinginan diri kalian sendiri"

Clara berjalan mundur menjauhi teman-temannya, dengan mata yang masih menangis namun bibir yang terus mengukir senyuman

"Semangat terus Lana yang kuat, kamu sahabatku yang terkuat, dan tercepat. Semangat Bulbul, sahabatku yang terpintar. Semangat Nira kamu adalah sahabatku yang penyayang, semua orang pasti akan sayang kamu. Esa juga semangat, kamu selalu jadi yang buat aku tertawa, sahabatku yang terlucu. Kalian semua hebat. Semangat buat cita-citanya"

Clara menundukkan kepalanya, dan menegakkannya kembali dengan mata yang berhenti menangis dan bibir yang tersenyum semakin lebar

"Aku senang ketemu kalian lagi. Aku senang kembali bermain dengan kalian, tapi sekarang udah gak bisa. Terimakasih telah lahir sebagai teman ku. Selamat tinggal kalian" dia melambaikan tangan, lalu tubuhnya seolah menghilang bersama dengan hembusan angin

"CLARAAA...!"

"RARA!!!"

Mereka menangis sembari meneriakkan nama Clara. Mereka juga sangat bersyukur memiliki teman seperti Clara.

***

Satu bulan sejak kejadian itu.

Semua berjalan normal, bahkan lebih baik. Alana jadi sering bersekolah, dia berangkat menggunakan sepeda yang dibelikan ayahnya, dan dia berangkat bersama dengan Danira karena memang mereka satu sekolah. Danira yang tidak bergaul lagi dengan Kana dan Vio, dia memilih berteman dengan Alana dan orang-orang lain

Bulan yang semakin tekun dengan hobinya melukis, namun tidak melupakan kewajiban untuk belajar, yang membuat orang tuanya perlahan mendukung hobinya melukis, tapi tidak menjadi pelukis. Erisa yang menjadi sering pulang kampung untuk bertemu dengan orang tua dan teman-temannya

Dan kini Alana dan Danira sedang menghabiskan waktu istirahat mereka dengan memakan bekal yang dibawa dari rumah, mereka memakannya di kantin, karena kelas mereka masih-masing sedang dihias untuk festival besok. Tak lupa mereka menelpon Bulan dan Erisa

"Jadi besok Sabtu bakal ada festival di sekolah kalian?"-Bulan

"Iya, ada bazar, terus setiap kelas disuruh buat tempat gitu, kelas gue kebagian bikin tempat makan ala China" Jawab Danira

"Kelas gue kebagian rumah hantu. Terus kelas lain ada yang jual buku-buku, permainan timezone. Seru deh" ucap Alana

"Jadi pengen kesana"-Erisa

"Ayo sini, Sa"

"Gue lagi ujian masalahnya"-Erisa

"Loh udah ujian? Gue minggu depan"-Bulan

"Gue sama Alana juga minggu depan, makanya ada acara kaya gini buat seru-seruan sebelum ujian"

"Gue kesana boleh gak sih? Jam berapa?"-Bulan

"Jam 9 juga dah mulai, sampe sore jam...Jam berapa sih, Lan?" Tanya Danira pada Alana yang sibuk dengan makanannya

"Gak tau, paling jam 5"

"Oh oke, bisa sih abis gue bimbel. Gue mau ke rumah hantu, lu jadi hantunya kan, Lan?"-Bulan

"Iya, napa lu?"

"Hahahaha gak bakal takut kayanya. Ih jadi pengen kesana, sedih banget gue"-Erisa

"Sabar, Sa. Udah dulu ya, guys. Udah bel, dahh"

"Dahh"-Bulan

"Iyaa dahh"-Erisa

Tut!

"Ayo, Lan" Danira menarik kerah baju bagian belakang Alana, karena Alana masih sibuk dengan makanannya padahal sudah bel

"Lepasin gue, Nira" pinta Alana tapi Danira tak menghiraukan, dia terus menarik Alana, membuat Alana memasang wajah malas seperti biasa

abcde✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang