6

8 3 0
                                    

Pagi hari yang sedikit mendung ini, sangat berbanding terbalik jika dibandingkan dengan senyum cerah yang sedari tadi tidak luntur dari wajah Ciel. Bahkan, Ciel tidak segan-segan untuk menyapa setiap anak yang dilewatinya di koridor menuju kelas, ya meskipun banyak dari mereka yang Ciel salah menyebutkan namanya.

Sesampainya di kelas, Ciel menemukan teman-temannya sudah duduk di tempat masing-masing.

"Tumben nggak nungguin gue didepan?" Tanya Ciel kepada Sophi setelah ia duduk di sampingnya.

"Mendung gini, kalo gue keujanan gara-gara lo nggak dateng-dateng gimana?"

"Basah lah, Sop. Masa gitu aja masih ditanyain?"

"Ngeselin banget?" Sophi memincingkan matanya.

"Lo emang nggak liat ada yang beda dari gue?" Ciel menaikkan satu kakinya diatas kaki yang lain dan menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

"Apaan dah? Gue lagi nggak mau main tebak-tebakan sama lo."

Ciel berdecak, akhirnya ia berdiri dan menunjukan kakinya yang memakai sepasang sepatu baru yang baru saja dibelikan Maminya beberapa hari yang lalu.

"Gila!" Sophi sampai menutup mulutnya sendiri saking syoknya melihat sepatu yang sedang dipakai Ciel. "Ini beneran?"

Ciel memutar bola matanya karena pertanyaan Sophi yang menurutnya sedikit bodoh.

"Setingan!" Jawab Ciel kesal "Ya beneran lah!"

"Lo nggak nyolong punya orang kan Cel?"

"Ngaco! Yakali!" Ciel kembali duduk.

"Terus? Kan lo bilangnya nggak bakal dapet, lo katanya juga nggak ada duit."

"Lo bakal lebih kaget lagi kalo tau siapa yang beliin ini buat gue, yakin deh."

"Siapa? Siapa Cel? Lo jadi simpenan om-om ya?" Tuduh Sophi yang membuat Ciel langsung membungkam mulut temannya itu.

Mendengar gaduh-gaduh di depannya, Jendral hanya melirik sejenak, tumbuh bersama sejak sekolah dasar, membuat Jendral sudah terbiasa dengan tingkah kedua perempuan itu, beruntung karena Karin dan Jella tidak bersekolah di sini juga. Karena, mereka bertemu kurang lebih 1 bulan sekali saja sudah membuat Jendral hanya bisa elus dada, apalagitt kalau setiap hari.

Notifikasi pesan diponselnya membuat Jendral menghentikan kegiatan membacanya sejenak, ada satu pesan dari nomor tidak dikenal.

+628xxxxxxxxxx
Halo kak Jendral, save nomor aku ya

Jendral mengerutkan dahinya.

Jendral
Ini siapa?

+628xxxxxxxxxx
Laras kak, dari kelas 10 IPA 1
Kita sering nggak sengaja ketemu di perpus kok.

Jendral
Oh iya.

+628xxxxxxxxxx
Jangan lupa disave ya kak

Jendral tidak membalas lagi, dia menyimpan nomor Laras lalu mengantongi ponselnya lagi.

"Jen."

Jendral mendongak karena panggilan Ciel.

"Sepatu baru gue cakep nggak?"

"Cakep." Jawab Jendral tidak lupa dengan senyum yang membuat matanya menghilang.

.

This Love Is Worth The Fight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang