9

9 1 0
                                    

"Mereka pada ngeliatin aku."

Jeffan meletakkan minumannya, lalu mengikuti arah pandang Ciel yang mengarah ke belakang Jeffan. Ada sekumpulan ibu-ibu muda yang sepertinya sedang julid kepada Ciel dan Jeffan.

"Ih jangan diliat!"

"Emang kenapa mereka pada liatin kamu?"

"Ya mungkin ngiranya aku lagi jalan sama sugar daddy kali."

"Sugar daddy?"

"Iya. Om-om yang biasanya suka jajanin dedek-dedek gemes kaya aku."

"Mereka juga ngira saya om-om?"

"Nggak tau juga. Tapi ngeliat Kakak pakek Jas begini, mungkin aja." Ciel mengangkat kedua bahunya.

"Kamu nggak nyaman ya? Mau pindah aja?"

"Nggak usah, agak risih sih, tapi nggak sampek yang gimana gitu." Ciel meneruskan makannya.

Jeffan seperti tidak yakin, tapi dia hanya menganggukan kepalanya dan meneruskan makannya juga.

Setelah selesai makan, Jeffan langsung mengantarkan Ciel pulang karena dia ada urusan lagi setelah ini.

"Ciel." Panggil Jeffan setelah mereka sampai di depan rumah Ciel.

Ciel yang akan membuka pintu mobil, mengurungkan niatnya. "Kenapa, Kak?"

"Saya ada hutang sama kamu, kamu ingat?"

"Hutang? Perasaan aku nggak pernah minjemin Kak Jeffan uang sama sekali."

"Bukan uang."

"Terus?"

"Hadiah ulang tahun. Saya masih hutang hadiah ulang tahun sama kamu."

"Ah... itu?"

Jeffan mengangguk.

"Aku iklasin aja deh, kadoku udah banyak kok."

"Jangan gitu, saya yang mau tepatin janji saya sama kamu."

"Emang udah ada kadonya?"

"Belum, makanya sekarang saya mau nanya sama kamu, kamu lagi ada yang pengenin?"

Ciel berpikir. "Sekarang masih nggak pengen apa-apa sih."

"Kalo gitu, nanti kalo udah kepikiran kamu langsung kabari saya ya, beneran."

"Kabarinnya gimana?."

"Mana hp kamu."

Ciel menurut saja, dia menyerahkan hpnya kepada Jeffan. Laki-laki itu mengetikkan nomor telponnya di hp Ciel lalu mencoba menghubunginya agar nomor Ciel masuk ke hpnya.

"Kalo gitu aku masuk dulu ya, Kak."

Jeffan syok saat Ciel tiba-tiba saja mengambil tangannya untuk dicium. "Ciel—"

"Kak Jeffan nggak usah aku suruh mampir ya, soalnya Kak Diara kayaknya juga nggak ada di rumah."

Jeffan hanya membalas dengan senyuman.

Setelah Ciel masuk kedalam rumah, Jeffan segera melajukan mobilnya meninggalkan komplek perumahan Ciel.



.




Selesai mandi, Ciel turun ke bawah untuk mengambil minum. Hari sudah mulai malam, dan seperti biasa, tidak ada orang lagi dirumah selain asisten rumah tangga yang sibuk dengan pekerjaannya.

"Mbak, Mami belum pulang?" Tanya Ciel seraya mengambil gelas untuk minum.

"Belum Neng, Eneng butuh sesuatu?"

This Love Is Worth The Fight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang