Sesampainya di minimarket, Ciel tidak langsung masuk ke dalam, dia duduk di salah satu kursi yang disediakan di depan minimarket tersebut. Sejujurnya, Ciel juga tidak tau apa yang harus dia lakukan di sini, karena dia juga sedang tidak membutuhkan sesuatu. Tadi, saat meminta izin untuk keluar, Ciel hanya asal-asalan bilang ingin pergi ke minimarket, sebetulnya dia hanya ingin terbebas dari suasana yang menurutnya sangat membosankan dan sedikit 'aneh'? Itulah yang Ciel rasakan selama makan malam tadi.
Ciel heran ketika tiba-tiba saja ada laki-laki yang duduk di hadapannya, dan saat menyadari bahwa laki-laki tersebut adalah Johnny, guru di sekolahnya, Ciel segera menunduk dan menutupi mukanya, walau sebenarnya itu sia-sia saja.
Mengingat kejadian beberapa hari yang lalu bersama dengan teman-temannya, Ciel meringis, dia masih malu bertemu dengan Johnny karena dirinya yang menangis seperti anak kecil saat itu.
"Ceciel, right?"
Aduh dia tau gue lagi.
Ciel perlahan mengangkat kepalanya, dia tersenyum ramah kepada Johnny agar terlihat biasa-biasa saja, tapi seketika dia merasa aneh sendiri.
"Ternyata benar, saya lihat kamu dari dalam tadi."
"Hehe... iya pak."
"Kamu mau kopi?" Johnny mengambil minuman kopi kalengan dari dalam kantong kreseknya.
"Nggak usah pak, saya nggak minum kopi."
Johnny mengangguk lalu membuka minuman kalengan itu untuk dirinya sendiri. "Rumah kamu di sekitar sini? Saya liat kamu jalan kaki tadi."
"Iya pak, di ujung saja, tadi cuma iseng aja mau ke mini market, eh lupa mau beli apa."
"Di ujung? Kamu ada kenal yang namanya Tian?"
"Bang Tian? Bapak kok kenal Bang Tian?"
"Kebetulan dia teman kuliah saya."
Ciel langsung antusias.
"Saya tuh dulu pas SD lesnya ke Bang Tian, Pak. Semua anak komplek lesnya ke dia."
"Tian dulu buka les?"
"Iya! Mana bang Tian tuh kan ganteng banget ya, jadi kita-kita pada semangat gitu pak. Tapi sekarang jarang ketemu sih, kayaknya bang Tian juga nggak ada dirumah ya? Soalnya saya jarang liat bang Tian lagi beberapa bulan belakangan ini."
"Tian emang jarang di rumah, sekarang dia kebetuan pulang makanya saya mau ke rumahnya habis ini."
Ciel tiba-tiba menutup mulutnya, "Bapak jangan bilang ke bang Tian kalo aku barusan bilang dia ganteng ya."
Johnny terkekeh. "Emang kenapa?"
"Saya nggak mau kalo dia kepedean pak, rada tengil juga dia sebenernya."
"Iya, saya nggak akan bilang dia."
Hening sejenak, sampai Ciel tiba-tiba teringat sesuatu.
"Pak."
"Hm?" Johnny yang sedang meminum kopinya hanya menjawab dengan gumaman.
"Saya mau tanya sesuatu."
"Tanya apa? Tanya aja."
Sebenarnya Ciel sedikit ragu, tapi dia juga penasaran.
"Waktu itu pas di rooftop sekolah..."
"Iya?"
"Bapak ngeliat saya kan waktu itu?"
Johnny mengangguk.
"Jadi? Kenapa bapak diem aja waktu itu? Bapak nggak berniat buat ngehukum saya, karena ketauan ngerokok di sekolah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
This Love Is Worth The Fight
RomanceLika liku kehidupan Ciel yang mencoba tobat tapi banyak banget cobaan yang gangguin. Dan juga percintaan Ciel yang menurutnya anjing banget nasipnya. Gimana ya cara Ciel menjalani semua kegalauan hidup ini?