Arya memang baru hitungan bulan menjadi tour guide, tapi entah mengapa bosnya suka memberikan pekerjaan yang tidak lazim. Ini juga bukan pertama kalinya Arya melayani permintaan private tour yang orangnya benar-benar sendirian dan rutenya custom. Hanya saja, sesuatu di dalam hati Arya mengatakan perjalanan kali ini akan sangat berbeda.
Sejak berangkat, perempuan bernama Rima itu irit sekali bicaranya. Mungkin kurang nyaman? Wajar, sih, belum ada dua jam mereka berkenalan. Meski begitu, sesungguhnya dirinya sudah gatal untuk membuka obrolan ringan tentang apapun itu. Perjalanan privat seperti ini, bagi Arya, tidak akan terasa afdal jika mereka tidak mengenal satu sama lain. Bagaimana cara mengenal Rima lebih dalam kalau orangnya saja hanya menjawab ya, tidak, dan gumaman pendek untuk semua pertanyaan?
"Kamu nggak masalah kalau aku setel radio? Atau ada request lagu?" Ini percobaan pemantik percakapan yang pertama.
Rima hanya mengangguk, lalu menggeleng.
"Ini rute perjalanannya memang ke tempat makanan semua, ya? Mau ditambahin tempat-tempat bagus versiku, nggak?" Percobaan kedua.
Gadis itu hanya menggeleng.
"Kamu sukanya apa? Biar aku siapin!" Percobaan ketiga.
Bahu Rima mengedik. Sama sekali tak bersuara. Kalau saja Arya tidak melirik spion tengah, sudah pasti lelaki itu mengira orang di belakangnya hilang. Ya sudahlah, mau bagaimana lagi? Akhirnya hanya suara radio yang mengisi keheningan sepanjang jalan.
Ada satu hal yang lumayan mengganggu benak Arya. Gadis dengan perawakan yang lebarnya cukup di atas rata-rata ini sejak masuk ke dalam mobil sama sekali tidak tersenyum. Tidak berarti Arya ingin Rima terus tersenyum sepanjang jalan, sih. Lelaki dengan rambut ikal gondrong terikat itu hanya ... entahlah. Ada yang terasa salah sejak awal.
Tidak boleh judging klien sembarangan, Arya. Dia menyugar rambutnya, membenahi anak rambut yang mencuat dari ikatan. Fokus menjadi teman perjalanan yang baik saja.
Mendekati pintu keluar tol, mobil van yang Arya setir bersanding dengan truk besar dan bis ugal-ugalan. Arya deg-degan, apalagi kali ini ada penumpang yang ia bawa. Dengan penuh kenekatan, lelaki itu membawa mobilnya menyalip di celah-celah kendaraan, seakan-akan yang ia kendarai motor dan bukan mobil. Syukurlah, semua aman-aman saja, walaupun isi mobilnya jadi sedikit berguncang.
Biasanya, setelah aksi semacam itu, reaksi peserta travel ada dua: takjub atau memaki. Arya melirik spion tengah—lagi. Apa tanggapan Rima?
Wajah gadis itu datar, seakan tak ada sesuatu yang terjadi barusan.
"Maaf ya, tadi aku bawa mobilnya agak ugal-ugalan. Kamu oke, nggak, kalau aku nyetirnya kayak gitu?" Arya melempar pertanyaan. Tidak bersambut. Ia hanya melihat kepala yang dilapisi kerudung hitam itu mengangguk.
Serius, Rima kenapa, sih?
Anak itu—Rima—baru buka suara ketika sudah memasuki Kota Surabaya. Intonasinya begitu datar dan jauh dari kata ramah. "Sesuai jadwal yang sudah kukirim ke travel waktu itu, ke Bu Rudy dulu, ya."
"Mau mampir ke mana dulu gitu nggak?" Arya melirik jam di dasbor. Masih jam sepuluh pagi. "Mau ke Masjid Al-Akbar, mungkin? Kita bisa lihat-lihat dari menara masjidnya. Atau ke Monumen Kapal Selam?"
"Fokus ke tempat yang sudah aku list di jadwal aja, ya, Mas." Gadis berpipi tembam itu menyandarkan diri pada sudut antara kursi dan pintu mobil. "Kita makan di sana, terus ke Zangrandi, malamnya check in dan ke Madura. Nggak usah ditambah-tambahin lagi."
Dingin banget, Ya Allah. Arya menghela napas. Apakah ia harus diam juga sepanjang perjalanan demi menyesuaikan diri dengan wanita yang ia bawa dalam mobilnya sepekan ke depan? Mana bisa. Belum ada lima menit saja mulutnya sudah gatal ingin menimpali! Suara bariton Arya menyahut, "Zangrandi dekat Balai Pemuda, tuh. Jalan-jalan sore di sana cakep kayaknya. Mau nggak?"
![](https://img.wattpad.com/cover/343607810-288-k399885.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Days Before [TERBIT]
Romance[New Adult - Romance] Menutup usia dengan perjalanan dan makanan enak terdengar seperti ide yang menggiurkan bagi Rima. Kebetulan juga, sebentar lagi hari ulang tahunnya. Maka dari itu, Rima merancang perjalanan terakhirnya: kelana kuliner tujuh har...