5: Kelebat Masa Lalu

149 29 46
                                    

Sebuah pelajaran untuk kalian semua ketika hendak melakukan perjalanan melalui jalan tol: selalu cek saldo e-money kalian.

Arya yakin sekali, sebelum perjalanan, ia sudah mengisi e-money dengan uang dari Bos. Kalau mengikuti nominal yang diberikan, seharusnya uangnya cukup untuk perjalanan dan uang kembali. Perjalanan Malang-Surabaya kemarin pun aman-aman saja, sehingga si lelaki baru menyadarinya saat ini.

Saldonya kurang!

Yang membuat Arya malu, bukan dirinya yang pertama kali sadar, tapi Rima.

"Surabaya-Jogja lima puluh ribu cukup emang?" Tahu-tahu saja suara Rima muncul setelah Arya menempelkan kartu e-money ke mesin pembayaran tol.

"Hah?" Si lelaki baru sadar kalau angka saldo yang tertera di keterangan sisa kurang dari seratus ribu. "Waduh. Kok bisa? Kemarin perasaan udah aku isi banyak, deh!"

Rima mengedikkan pundak. "Mana kutahu?"

Setelah menepi ke bahu jalan dan mengecek, barulah Arya menyadari kalau ia membawa tongtol—tongkat tol—yang salah. Tertukar dengan tongkat lain yang kartunya belum diisi. Lelaki itu tepuk jidat. Bosnya slow response dan dia tidak bawa uang sebanyak itu. Bagaimana cara dia melanjutkan perjalanan?

"Isi di rest area aja?" Rima heran melihat Arya yang panik sendiri. "Nanti sampai Jawa Tengah nggak ada keluar tol lagi, kan?"

"Ada beberapa gerbang." Lelaki itu meringis. "Lagian, aku nggak bawa uang sebanyak itu ...."

"Emangnya biaya tol butuh berapa?" Gadis itu langsung mengeluarkan dompetnya.

Arya menghitung dengan jarinya, lalu berkata dengan keraguan. "Buat sampai ke Jakarta, kurang lebih sejuta, sih ...."

"Lah, dikit itu. Nanti kita langsung belok deh ke rest area terdekat buat isi saldo!" Tangan Rima yang sedikit gempal menyodorkan lembaran uang merah. "Itu sudah sama biaya balikmu, Mas?"

Rencana Arya, ia hanya perlu mengisi saldo hingga sampai di Yogyakarta. Sisanya, nanti ia mintakan ke Bos. Sudah seharusnya begitu, toh Rima juga membayar untuk biaya tol dalam paketannya. Maka dari itu, ia kaget begitu Rima memberinya belasan lembar uang merah. Enteng sekali Rima mengeluarkan nominal segitu banyak! Arya menerima lima lembar uang yang Rima daratkan di tangannya dan mengembalikan kelebihannya. "Ini kebanyakan, oi!"

"Dih? Katanya sejuta?"

Arya mendengkus. "Nanti aku minta transfer Bos, lah! Aku pinjam uangmu buat jalan sampai Yogyakarta aja, biar Bos yang reimburse entar."

"Terima aja apa susahnya, sih, Mas?" Gadis itu meletakkan uang yang ditolak Arya ke dasbor mobil. "Biar sekalian gitu, lho!"

"Tapi, uang jalan itu sudah termasuk di dalam paket perjalanan kamu, Rima." Lelaki itu membenahi ikatan rambut ikalnya dan menoleh ke kursi penumpang. "Ini aku pinjam secukupnya aja, nanti gantinya bakal ditransfer sama Bos ke rekening kamu. Jadi, nggak usah banyak-banyak duitnya!"

"Mending buruan jalan. Keburu siang." Rima menggerutu. "Anggap aja itu uang tip, biar nggak ribet!"

Orang waras mana yang memberi tip satu juta rupiah padahal perjalanannya saja belum ada separuh? Tentu saja Arya langsung menolak. Namun, Rima terus memaksa. Gadis itu memasukkan uangnya ke dalam penyimpanan bawah dasbor, lalu menepuk bahu Arya. "Mending dipakai buat perjalanan, Mas, soalnya nggak bakal aku pakai lagi duitnya habis ini."

"Mana bisa orang hidup nggak pakai duit?" Arya tak habis pikir. "Nanti kalau kamu mau balik lagi ke Malang juga pakai duit, Rim!"

"Nggak bakal balik ke Malang, sih, Mas." Soalnya, aku berencana untuk tidak kembali selama-lamanya setelah perjalanan ini, tambah Rima dalam hati. "Langsung lanjut jalan aja kenapa, sih? Mas Arya nggak pernah dengar emangnya? Customer itu raja!"

Seven Days Before [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang