25

1K 26 0
                                    

Kata-kata yang di lontarkan oleh Jimmy terasa tidak berkenan di hati Thomas.
"Lisa masih kecil, tidak perlu menegurnya dengan kata sekasar itu, apalagi mengunakan nada membentak."
Ujung mata Jimmy melirik ke arah bocak kecil berhati setan itu dengan tatapan jijik.
"Anak sekarang lembek," cibir Jimmy yang semakin mencari pertengkaran di pagi hari.
Thomas yang kehabisan kesabaran. Ia mengeluarkan semua unek-unek di dalam hatinya mengenai Elsa yang di anggap tidak layak bersanding dengan dirinya dan juga tidak pernah mencintai Elsa sedikitpun selama ini.
Buk
Satu tinju melayang di wajah Thomas.
"Introspeksi sendiri sana."
Thomas menatapi ayahnya dengan tatapan penuh kemarahan.
"Sikap kau telah membuat aku malu," seru Jimmy yang berjalan ke arah Thomas. Lalu menarik kerah baju secara kuat.
"Apa kau sadar perbuatan mu telah menghancurkan masa depan anak gadis orang," lanjut Jimmy dengan penjelasannya.
"Elsa yatim piatu, ngak akan merasakan sakit di hianati dan juga siapa juga akan tersakiti atas apa yang aku lakukan padanya. Kedua orang tuanya sudah di tanah sejak lama," balas Thomas dengan sikap tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Aku kecewa padamu," ujar Jimmy yang melepaskan Thomas.
"Aku berikan kalian berdua satu bulan untuk angkat kaki dari sini," tegas Jimmy dengan perintahnya.
Rinjani maupun Lisa menulikan telinga atas apa yang di katakan oleh Jimmy.
"Dad kamu tidak bisa seperti ini," protes Thomas akan sikap ayahnya yang di nilai pilih kasih kepada kedua menantu.
"Ini rumah aku juga, menantu aku hanya Elsa. Sedangkan selingkuhan dan anak haram mu itu hama bagiku," tegas Jimmy dengan suara tidak ingin di bantah.
Thomas hanya bisa berdecak kesal akan sikap ayahnya yang pilih kasih.
Rinjani segera menghibur Thomas seolah-olah ia ikhlas mendapatkan pilih kasih dari calon ayah mertua.
"Aku tidak akan membiarkan kalian berdua di usir dari rumah ini," Thomas berusaha menyakinkan Rinjani dan Lisa untuk tetap bertahan di rumah mewah.
Senyuman kemenangan menghias bibir Rinjani atas usaha yang tidak menghianti hasil.
***
Di rumah sakit, Elsa menatapi ayah mertua yang sedang duduk diam dan mengupas kulit apel.
"Ayah mertua tidak pergi kerja?" tanya Elsa yang merasa tidak nyaman akan suasana seperti ini.
Elsa takut orang akan salah paham tentang hubungan mereka berdua.
"Sebentar lagi pergi kerja," balas Jimmy yang menyerahkan satu potong apel kepada Elsa.
"Manis," Elsa memakan potongan apel dengan wajah bahagia.
Jimmy menurunkan tatapan matanya.
"Apakah Thomas ada datang ke sini?" tanya Jimmy yang ingin mendengar sendiri jawaban Elsa.
Expresi wajah Elsa langsung berubah.
"Mungkin Thomas sibuk hingga tidak sempat datang," jelas Elsa yang mencari alasan.
Jimmy sudah menduga akan seperti ini. Ia tidak jadi mengatakan apa yang terjadi selama ini.
"Aku harus pergi kerja, jika ada apa-apa. Hubungi aku," Jimmy berdiri dari tempat duduknya.
"Terima kasih ayah mertua," balas Elsa yang terbantu akan kehadiran ayah mertua berapa hari ini.
Jimmy membalas dengan senyuman tipis, kemudian melangkah kakinya keluar dari kamar pasien.
Elsa yang di tinggalkan dalam kesendirian memilih untuk tidur guna memuluskan fisiknya yang lemah.
Selang berapa waktu, Thomas datang untuk menemui Elsa. Tapi ia tidak jadi masuk ke dalam kamar pasien, karena masih ragu akan keputusan meminta Elsa tanda tangan surat perceraian.
"Sepertinya aku terlalu gegabah," batin Thomas yang memilih untuk pergi dari rumah sakit dan tidak lupa membuat berkas perceraian tersebut ke tempat sampah.
Seorang wanita yang mengikuti Thomas secara diam-diam. Ia mengambil barang yang di buang Thomas di tempat sampah.
"Apakah masih ada keraguan di hatimu," ujar Rinjani dengan hati terasa perih ketika melihat berkas yang di buang oleh Thomas ke tempat sampah adalah berkas perceraian.
Thomas yang berada di dalam mobil, ia memilih untuk menjemput Lisa di taman kanak-kanak daripada memikirkan perceraian yang akan ia ajuhkan kepada Elsa.
"Kau tidak berani melakukannya, maka aku yang akan mendesak jalang itu untuk cerai dengan mu," batin Rinjani dengan segala ide jahat yang siap ia keluarkan dalam hitungan detik.
Rinjani berjalan masuk ke dalam rumah sakit untuk menemui Elsa. Berkat bantuan perawat, Rinjani berdiri di hadapan Elsa.
Elsa mengerutkan keningnya melihat tamu di hadapannya.
"Thomas meminta aku menyerahkan ini padamu," ucap Rinjani dengan senyuman sinis dari bibir berwarna merah.
Elsa menatapi dokumen di tangan Rinjani dengan perasaan tidak nyaman.
"Tidak perlu melihatnya lama-lama seperti itu," seru Rinjani menamparkam berkas dokumen perceraian secara kuat ke arah wajah Elsa.
"Jangan lupa di tanda tangani," lanjut Rinjani sebelum melangkah keluar dari dalam ruangan pasien.
Elsa yang terkejut, ia menatapi berkas dokumen itu dengan tatapan nanar.
Rasa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya. Jemarinya tidak berhenti bergetar untuk memungut satu demi satu lembaran. Kemudian membacanya secara seksama.
Air mata yang tidak bisa di bendung lagi, langsung jatuh deras dari kedua mata Elsa.
Di tengah jalan, Rinjani tetiba punya ide lain untuk memanfaatkan situasi yang seperti ini.
"Hmmmm.. aku tidak mau pergi dengan tangan kosong," Rinjani memperlihatkan senyuman lebih jahat lagi. Ia memutuskan untuk kembali ke kamar pasien yang di huni oleh Elsa.

"Aku bersedia untuk pergi dari kehidupan Thomas, asal kau memberikan aku yang 2M. Bagaimana?" tawar Rinjani yang menginginkan uang tersebut untuk beli tas mewah dan hidup berfoya-foya.

Elsa merasakan secercah harapan, ia pun setuju dengan apa yang di tawarkan oleh Rinjani.
"Aku kasih waktu 1 Minggu, Hmmm sepertinya 2 Minggu. Bagaimana?" tawar Rinjani yang sangat yakin Elsa akan setuju dengan negosiasi tersebut.
Tanpa pikir panjang, Elsa langsung setuju dengan tawaran Rinjani.
Rinjani yang merasa di atas angin, ia tertawa terbahak-bahak di dalam hati.
Rinjani yang tidak ingin kehilangan uang 2M. Ia segera pulang ke rumah Elsa untuk mengemasi  semua barang-barang untuk meninggalkan rumah tersebut.
Thomas yang pulang dari menjemput Lisa. Ia terkejut melihat dua koper di ruang tamu.
"Apakah ayah datang untuk mengusir kamu pergi dari sini," Thomas segera berjalan ke arah Rinjani.
Rinjani yang duduk di sofa mewah, ia memperlihatkan air mata buaya.
"Iya," dusta Rinjani yang langsung memeluk tubuh Thomas.
Lisa yang berdiri di hadapan keduanya, mendadak menagis histeris. Ia tidak mau berpisah dengan ayahnya.
"Jangan pergi," pinta Thomas memohon pilu.
"Tapi Elsa akan kembali dan pasti ayah mertua akan mendukungnya untuk mengusir aku," ujar Rinjani dengan ketidak berdayaan dirinya.
Thomas menutup matanya sesaat, ia tetiba punya ide untuk membuat Elsa semakin menginap lama di rumah sakit.
"Siapa yang berani mengusir kalian berdua," seru Clara yang hanya mendengarkan setengah pembicaraan keduanya.

SERPIHAN HATI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang