Opposite x Beyond the Limit

30 1 0
                                    


Terkadang, ada beberapa orang yang sudah terbiasa menjalani hidupnya bersama "tekanan batin" yang selalu menjadi sahabat baiknya selama ini, lalu menjauh dari kerumunan dan menganggap bahwa dunia ini isinya hanya sekumpulan orang-orang jahat. Tidak mau menerima perbedaan pada masing-masing karakter orang lain, tersinggung setelah orang itu membahayakannya, lalu lompat dari pagar jembatan tanpa pikir panjang.

Terkadang, kita juga perlu bersabar untuk bisa menerima seseorang yang bersikap buruk ataupun kasar pada kita, namun... itu mungkin tidak berlaku untuk Y/n dengan kondisi yang sekarang ini.

"Hati-hati di jalan, Sensei! semoga. harimu menyenangkan!"

Pagi hari Y/n disambut cerah oleh Yuuka yang sepertinya memang memiliki hubungan yang dekat dengannya, dapat dilihat dari wajah ramahnya. Memang, sebelum keramahannya menghilang, Y/n mengakuinya sebagai murid yang paling peduli padanya. Ia jadi teringat waktu itu dia pernah memboros dalam menggunakan uang, tetapi Yuuka membantunya dalam menghemat hingga ia terbiasa dengan siklus hidup-hemat-biaya seperti ini. Yuuka juga yang paling khawatir begitu melihat kondisi mata dan hati Y/n sekarang yang menurut Yuuka sendiri bisa dibilang memang "sangat kasihan". Oleh karena itu, ia berusaha keras untuk membuatnya kembali ceria.

"Ya.... aku pergi dulu." masih dengan intonasi datar, ia menyapa kembali, sebelum menutup pintu ruangannya.

Karena sudah sarapan lebih awal, beruntungnya ia tidak lupa untuk membawa obat agar bisa diminum nanti saat usai makan siang. Hari ini, ia memutuskan untuk menghirup udara segar dan refreshing agar tidak terlalu merasa stres karena sibuk mengerjakan beberapa dokumen penting di ruangannya.

Sembari berdiri dekat mesin gerbang, ia memerhatikan seseorang yang baru saja memarkirkan sepeda birunya di area parkir. Begitu terlihat tidak asing di matanya, ia hanya mendecih sebal.

"Dia lagi....."

Ia berusaha sekuat tenaga untuk berpaling darinya, tapi takkan pernah berhasil. Karena itu, satu-satunya harapan hanyalah semoga ia tidak menghiraukannya. Agar membantu, ia hanya sekilas memandang ke arah kereta yang melaju cepat, membawa angin damai meniup rambutnya.

"Angin ini... jauh lebih baik dibandingkan sikapnya yang kasar itu....rasanya aku ingin membuat banyak julukan lagi untuknya lain kali....."

"Tapi entah mengapa, aku tidak bisa melepaskan pikiranku darinya.... tak mungkin kalau aku memiliki perasaan padanya, kan?

Mana mungkin aku jatuh cinta pada orang yang "buta" kenyataan sepertinya, kan?"


Sambil menikmati hembusan angin, ia tidak menyadari bahwa Shiroko sebenarnya sudah berdiri di belakangnya. Apa mungkin ia mendengar apa yang barusan Y/n bilang?


".....Kalau kau mengakui seperti itu, aku bakalan lebih marah, loh?"

Tanpa perlu dikatakan alasannya berulang kali, jiwa matinya mengisyaratkan bahwania tidak terkejut sama sekali. Ia hanya memberinya tatapan sinis begitu menoleh ke belakang.



"Tidak perlu marah, tidak perlu berharap. Kau bukan orang yang kutuju." ujar Y/n malas.

"Lagipula, siapa juga yang mau berekspektasi seperti itu? tidak sudi."

Y/n dengan cerdiknya mengganti topik.

"Untuk apa kau kesini?"

"Haruskah aku memberitahumu?"

"Terserah. Toh, aku tidak peduli juga kau mau kemana."

"Baguslah."

Begitu mereka berdua berhenti berbicara, suasana di stasiun hanya ditemani oleh suara pengumuman dan riuh banyak orang. Adilnya, tidak hanya Y/n yang protes pada perasaannya sendiri, tapi Shiroko juga sama. Ia entah mengapa merasakan tubuhnya sedikit panas begitu memalingkan wajahnya dari Y/n, padahal ia merasa sehat-sehat saja.

I'm sorry.... [Shiroko x Male Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang