BAB EMPAT

5.9K 984 52
                                    

Juju memijat pelipisnya ketika ia berjalan ke pelataran rumah keluarganya yang kecil dan berhenti ketika ia mengetuk pintunya. LJ—Louisa January—adiknya meneleponnya tadi pagi ketika Juju menyelesaikan shift dan memintanya untuk datang.

Rumah kecil keluarga mereka akan sebentar lagi dijual dan Juju menatap sedih bangunan tersebut. Kelima saudara-saudaranya yang lain tidak lagi tinggal di rumah ini dan LJ tahun lalu pindah ke apartemennya sendiri setelah mendapatkan royalti yang sangat besar akan penjualan buku-bukunya. Sebagai novelis, LJ telah menjadi sangat sukses dan ternama di Indonesia.

Tapi LJ adalah adiknya yang sangat sentimental. Ia tidak ingin kakak-kakaknya meninggalkan rumah masa kecil mereka tanpa membawa barang-barang yang tertinggal yang mungkin berarti. LJ meminta semua kakak-kakaknya—yang berada di Indonesia—untuk mengambil barang-barang yang diinginkan sebelum ia mendonasikannya.

Setelah kematian ibunya yang tiba-tiba dan ayahnya yang mendekap di penjara, Juju tidak pernah lagi tidur di rumahnya. Ia menghabiskan seluruh waktunya di rumah sakit dan apartemen Alastair. Sekarang ia kembali dan perasaan sedih itu kembali mengisi hatinya. Juju mencoba untuk mengenyahkan perasaan sedih itu dan berpikir positif. Mungkin ia hanya lelah dan membutuhkan tidur.

Sekali lagi ia memijat pelipisnya dan menunggu LJ membuka pintu. Ia mendengar suara dari balik pintu yang tertutup, yang berkata, "Tunggu! Tunggu! Ya, Tuhan kenapa kamu menggangguku ketika aku sedang menyelesaikan bab spektakular yang baru saja muncul dari pikiranku yang jenius ini!"

Ketika LJ membuka pintu, adiknya sama sekali tidak melihatnya dan kembali berlari ke arah dapur kecil mereka meninggalkannya sendiri. "Juju aku di dapur," kata LJ kepada Juju yang sekarang bertugas untuk menutup pintu.

Ia menutup pintu utama dan menghirup udara rumah yang sangat ia kenali itu. Rumah. Juju menutup matanya sedetik dan semua ingatannya kembali ketika mereka semua menjadi satu keluarga. Sekarang mereka terpisah-pisah dan memiliki kehidupan masing-masing. Sekarang ia harus menjalani hidup tanpa kedua orang tuanya.

Juju menaruh tasnya di salah satu sofa ruang tamu dan melepaskan sepatunya. Ia melepaskan jaket bertuliskan Genesis Medical Centre dan sekarang mengenakan kaus dan celana jins yang ia kenakan dua hari yang lalu.

Semakin dekat dirinya dengan dapur, ia dapat mencium wangi kopi dan roti bakar. "Kamu nginap disini, LJ?" tanya Juju yang sekarang lapar. Ia mengambil cangkir dan piring di lemari sebelum menuangkan kopi dan mengambil roti untuk dirinya sendiri karena ia melihat LJ telah makan.

"Iya," kata LJ. "Aku lebih sering disini, Kak. Ya, walaupun aku harus ke apartemen kadang-kadang. Disini lebih nyaman. Aku suka rumah ini. Tapi memang terlalu besar kalau untuk satu orang. Koleksi buku-bukuku masih banyak disini dan terkadang sulit ketika aku harus mencari referensi di apartemen. This is home for me, Juju."

This is home for me too, pikir Juju tapi LJ tidak mendengarnya langsung. Juju terdiam dan melihat apa yang Juju sedang lakukan. "Kamu lagi menulis tentang apa?" tanya Juju kepada adiknya.

"Karena aku sama sekali tidak tahu kisah cintamu dan aku sudah dikejar-kejar editorku untuk naskah baru, aku baru saja mendapatkan ide cemerlang dari research online-ku."

"Oh, oke," jawab Juju dengan datar. Ia tengan memakan roti bakarnya tanpa menggunakan selai dan menunggu hingga LJ meneruskan kata-katanya. LJ mendongak dari layar laptop-nya dan bertanya, "Kamu tidak penasaran aku menulis buku apa kali ini?"

"Kalau kamu mau cerita boleh," balas Juju dengan datar.

LJ memutar kedua bola matanya, "Tahu nggak, dari semua kakak-kakakku kamu yang paling cuek dan tidak peduli. Pantas kamu belum punya pacar."

Ode to the Stars | Makna #05Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang