BAB ENAM

5.9K 925 19
                                    

Tiga tahun yang lalu.

"Dokter Julienne, kita perlu konsultasi kardiologi sekarang, jantung pasien di kamar dua delapan empat belas tidak beraturan. Aritmia ini harus segera diperiksa. Hubungi residen kardiologi, kalau mereka tidak mengangkat, pergi dan cari dokter kardiologi sampai pasien diperiksa. Kamu mengerti?" tanya Dokter Titis Poetri Amatdjaya, dokter senior penyakit dalam yang baru saja keluar dari kamar pasien bersama dengan Juju.

"Mengerti, Dok," kata Juju.

Dokter Titis lalu menambahkan, "Pilihan terakhir adalah kamu coba untuk menghubungi Profesor Alastair—atau kamu ke kantornya di lantai tiga. Jadwal polikliniknya seharusnya sudah selesai, tapi coba kamu mencarinya juga di poliklinik kalau tidak bisa menemukannya di kantor."

"Baik, Dokter Titis," kata Juju yang sekarang sudah memasukkan catatan kecilnya dan menusuk pena yang ia pegang ke rambutnya yang lebat. Juju mendekati nurse station dan rencana pertamanya adalah menelepon departemen kardiologi. Tidak ada satupun yang mengangkat teleponnya. Ia mencoba sekali lagi semua nomor extension dan mendapatkan hasil yang sama—tidak ada yang menjawab. Juju berterima kasih kepada perawat dan berkata ia akan kembali sebentar lagi. Ia berjalan ke arah lift dan pertama menuju poliklinik di lantai lima rumah sakit yang sudah sepi. Juju mengembuskan napasnya ketika ia tidak berhasil menemukan satupun dokter kardiologi dan sekarang berlari kembali ke arah lift. Lantai tiga—satu-satunya harapan. Ia harus bertemu dengan Profesor Alastair.

Sekarang ia sudah berlari dan menggigit jari-jarinya karena ia gugup ketika ia melangkah keluar dari lift di lantai tiga. Kantor para profesor terletak diseluruh lorong lantai dan ia sama sekali tidak tahu dimana letak kantor Profesor Alastair. Pada saat dirinya mencoba untuk berjalan menjauhi lift yang tertutup, salah satu lift lain terbuka dan seseorang keluar dari dalamnya. Juju tidak bisa melihat siapa yang baru saja keluar kecuali perawakannya yang besar dan tinggi. Pria dihadapannya berjalan melewatinya dan sekarang Juju hanya bisa melihat punggungnya.

Tunggu, Juju ingin menghentikan pria itu untuk berjalan tapi ia sangat cepat dan sekarang Juju hanya bisa melihat punggungnya. Sial, pikir Juju karena ia harus berlari dan mengejar pria itu. Lalu langkah Juju terhenti ketika pria itu berhenti berjalan tiba-tiba dan jarak mereka cukup dekat untuknya melihat apa yang dilakukan pria dihadapannya sekarang. Dari jas putih yang ia kenakan, pria itu merogoh sesuatu dari kantung depan dan Juju tidak bisa melihat pasti karena terhalang tubuh besarnya. Tapi ia melihat apa yang dilakukan pria itu selanjutnya dengan gerakan cepat. Pria itu membuang sesuatu ke dalam tempat sampah di lorong dan pergi berjalan lagi dengan kecepatan sangat cepat. Apa yang baru saja dibuang pria itu?

Juju mengerutkan dahinya dan berjalan ke arah tempat sampah dan menunduk. Kotak cincin? Apa pria itu baru saja membuang kotak cincin ini? Juju merogoh kotak cincin di dalam tempat sampah itu dan membukanya. Oh, sangat indah, adalah tiga kata pertama yang terlintas oleh Juju ketika ia melihat cincin sangat besar di dalam kotak itu. Lalu ia kembali mengerutkan dahinya dan bertanya-tanya, kenapa pria itu membuang cincin ini?

Juju mendongak dan sekarang hampir saja kehilangan pria itu karena ia sekarang berbelok menuju lorong selanjutnya. "Tunggu," kata Juju yang memanggil pria itu. Ia harus mengembalikan kotak cincin beserta dengan cincin di dalamnya kepada pria itu walaupun ia tidak mengerti kenapa seseorang dapat membuang dengan mudah barang berharga dan tentunya sangat mahal seperti ini.

"Tunggu!" Juju berlari dan memasukkan kotak cincin itu ke saku jasnya. Ia mengikuti ke arah pria itu terus berjalan dan sama sekali tidak menyadari atau mendengar kehadiran Juju. Ketika ia melihat pria itu masuk ke dalam satu ruangan, dengan napas terengah-engah Juju berteriak, "Tu-Tunggu!"

Ode to the Stars | Makna #05Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang