Tiga jam perjalanan telah berlalu. Kami telah sampai di Westford City, sebuah kota besar dan padat akan penduduk, tempat dimana para manusia itu tinggal. Waktu tempuh menuju kota ini tak sebentar rupanya. Seandainya aku tak perlu repot-repot menggunakan kereta mungkin saja aku sudah sampai dalam hitungan menit. Aku dan Peter juga tak banyak bicara selama perjalanan. Cukup membosankan tapi inilah cara terbaik agar kami bisa beradaptasi dengan mereka.
Aku bisa melihatnya dari dalam kereta. Ada banyak sekali manusia sedang melakukan berbagai kegiatan yang tak biasa kami lakukan. Dibandingkan dengan bangsa kami yang terlalu santai, mereka justru memiliki kesibukkan tersendiri sampai bebas berkeliaran di siang hari. Suasananya sungguh berbeda dengan kota dimana kami tinggal.
Sejujurnya, ini bukanlah pertama kalinya kami ke dunia manusia. Danielle dan Matthew pernah menjalani studi di sebuah akademi yang cukup terkenal di kota ini beberapa tahun silam. Mereka mendapat izin khusus dari petinggi bangsa kami untuk bisa menempuh pendidikan di sini. Jika dipikir-pikir kehidupan disini tak terlalu buruk.
Tak lama kemudian, kereta kami memasuki sebuah kawasan luas dengan suasana sedikit lebih tentram tidak jauh dari pusat kota yang baru saja kami lewati. Di sepanjang gerbang ada terdapat lebih dari belasan prajurit sedang menjaga. Ah, jadi ini kediaman Luke Owen. Selain penjagaan yang ketat, ternyata kawasannya terbilang asri dan sangat bewarna. Di setiap persimpangan halamannya juga terdapat air mancur sampai patung-patung dewa, aku hampir tak yakin manusia bisa tertipu oleh tampilan keluarga ini.
"Kami sudah sampai, Tuan"
Elios, ajudan kami, membukakan pintu kereta dan mempersilahkan kami turun. Kami benar-benar disambut langsung oleh pemilik kastil ini, Luke dan istrinya. Setelah cukup berbincang-bincang kami diajak berkeliling memasuki kastil. Asisten mereka dengan sigap membawakan keperluan kami.
Sepanjang jalan kami mengobrol santai, mereka menceritakan silsilah keluarga mereka pada kami, terutama padaku yang sebelumnya tak mengenal dekat mereka sampai tahu bahwa Peter bertunangan dengan putri mereka. Kami tak diizinkan membicarakan soal bisnis sampai menuju ruang rapat, itu adalah salah satu bentuk etika dasar lainnya bagi para bangsawan seperti kami.
Aku mendengar suara melodi tengah diputar tak jauh dari lorong kami berada. Diujung lorong ada sebuah ruangan besar dengan pintunya yang terbuka lebar, dari sanalah asal suara itu.
"Itu adalah ruang pribadi latihan balet kedua putri kami" tunjuk Thea, ia menyadari apa yang kupikirkan.
Mereka mengajak kami berjalan menuju ruangan itu. Disana aku menemukan sesosok wanita tengah menari dengan indah. Wanita itu bahkan tak memedulikan kehadiran kami yang berada di depan pintu memandanginya dari luar dan tetap fokus bergerak menyesuaikan ritme musik yang terus berputar. Dia adalah wanita yang sangat kukenal, Katherine.
"Kalian pasti sudah mendengarnya, kan. Kedua putriku akan tampil pada festival seni kerajaan minggu depan. Jadi mereka harus fokus saat ini" terang wanita itu.
Wanita itu memandang Peter, tatapan keibuannya sangat tergambar jelas dari matanya. Senyumannya mengembang dengan lembut.
"Tolong dukunglah dia, Peter"
Kedua mataku tak bisa berpaling pada tiap langkah kaki, gerakan tubuh, bahkan suara deru napas dari Katherine yang sedang menari itu. Setiap perputaran yang dilakukannya sangat terlihat indah sampai-sampai aku terlena sejenak. Sadar akan hal itu, aku lalu segera menepis pikiranku. Aku datang kesini tak untuk menemuinya, tetapi untuk melakukan hubungan bisnis antar keluarga kami, hanya itu. Setelahnya, kami pun melanjutkan perjalanan kami menuju ruang rapat.
⛧•˖⁺‧₊˚♡˚₊‧⁺˖•˖⁺‧₊˚♡˚₊‧⁺˖•⛧
"Kami tak bisa hidup seperti ini terus!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Velvet Night Fate : The Violet Heart [Ddeungromi]
Vampire"Katakan padaku, Katherine. Apa yang membuatmu tidak bisa melupakannya?" "Dirinya, satu-satunya yang tak akan pernah bisa kau berikan." Ethan terdiam, tubuhnya seketika mematung. Rasa sesak di dadanya muncul menjalar hingga ke tiap sendi-sendi di tu...