Eight

165 29 6
                                    

Aaauuuu...

Suara lolongan serigala malam terdengar samar-samar. Katherine membuka matanya. Gelap dan sunyi itulah yang dilihatnya sekarang. Ia menyadari dirinya tengah berada di dalam sebuah hutan, berdiri antara pohon-pohon yang menjulang tinggi. Penglihatannya sedikit tak jelas karena kabut tebal menutupi sekitarnya. Bahkan cahaya dari bulan purnama seolah redup, tak mampu menyinari kegelapan di bawahnya. 

Dirasakannya udara malam di hutan itu menusuk dingin ke dalam darahnya. Ia berjalan sedikit ke depan untuk menemukan setidaknya sedikit pencahayaan. 

Sejumlah pasang mata tengah mengintipnya dari balik kegelapan. Katherine berhenti sejenak, ia merasakan dirinya sedang diikuti. Saat ia menoleh ke belakang untuk memastikan apa yang sedang mengikuti dirinya, ia justru tak menemukan apapun.

Katherine tak memedulikannya dan kembali meneruskan langkahnya. Namun, sesosok pria bertubuh tinggi tiba-tiba menghadang dirinya. Pria itu terlihat sangat familiar di mata Katherine. Dari rambut hitam kelam yang selalu tertata rapi. Pakaian khas bangsawan yang dikenakannya. Sampai bagaimana cara pria itu memandang Katherine, penuh arti.

"Rienna..."  panggilnya

Mata Katherine melebar, bibirnya bergetar seolah tak percaya. Seperti sebuah kejutan dari aliran listrik, pria yang selama ini selalu dirindukannya kini berada tepat berada di hadapannya.

"James"

Pria itu tersenyum. 

"Ya, ini aku" ungkapnya.

Katherine berlari menuju pria itu dan memeluknya erat. Tangisnya memecah.

"Kenapa kau meninggalkanku," keluhnya. Ia meremas baju pria itu, "tahukah kau bagaimana aku sangat merindukanmu?"

"Maafkan aku, Rienna"

"Maaf karena telah meninggalkanmu begitu lama" 

Pria itu mengelus-elus kepala Katherine sambil sesekali menciumi rambutnya. Menghirup aroma tubuh wanita itu penuh akan hasrat, seperti seseorang yang sedang dimabuk akan kerinduan. Katherine semakin membenamkan dirinya ke dalam pelukan pria bernama James itu.

Katherine merasakan tangannya memegang suatu benda yang tengah tertancap di punggung pria itu. Ketika hendak menelisiknya dengan tangan justru terdapat cairan kental yang kini membasahi tangannya.

"Sakit, Rienna" ujarnya. 

"Kau menyakitiku

Suara pria itu berubah menjadi geram. Katherine menolehkan kepalanya pada pria itu. Pria itu seketika berubah menjadi sesosok makhluk mengerikan. Katherine melepaskan pelukannya, ia mundur perlahan. Makhluk itu tiba-tiba saja terbakar. Katherine melihat kedua tangannya sudah dipenuhi oleh darah. Tubuhnya lalu bergetar hebat. 

Ha ha ha

Terdengar suara wanita tengah tertawa terbahak-bahak menyaksikan Katherine dari langit-langit udara. Katherine mencari-cari asal suara itu. Ia menangkap sekilas wanita itu menunjukkan dirinya di atas pohon lalu menghilang dan berpindah-pindah tempat. Seraya membisikkan kata-kata yang tak dimengerti oleh Katherine.


Si pria dan si wanita

Bertemu di sebuah panggung klasik

Tarian sang wanita yang sungguh memikat hati

Oh si pria yang prihatin, ia benar-benar terbunuh oleh kekasihnya sendiri


Wanita itu bersenandung, suaranya terdengar menggema di penjuru hutan. 

"Siapa?!" teriak Katherine. 

"Bunuh dia" bisik wanita itu di telinga Katherine.

Katherine menoleh kesamping kiri dan kanan, mencoba menangkap penampakan wanita itu. Tetapi, justru ia tak menemukan siapapun.

"Pembunuh"

"Dasar wanita pembunuh"

"Kau tidak pantas hidup"

"Kau seharusnya mati"

Katherine menutup telinganya sekuat tenaga. Suara-suara tak dikenalnya terus muncul meneriaki Katherine.

"Hentikan"

"Ini semua karenamu"

"James yang malang"

Ha ha ha

"Kumohon hentikan!"

"Halo, Katherine..." suara seorang wanita berbisik ditelinganya. Katherine menoleh. Sesosok wanita berambut merah dengan wajah yang sama dengannya muncul tepat di sampingnya. Katherine seketika mematung, ia sama sekali tak bisa bergerak. Wanita itu memegang sebuah benda runcing dan mengangkatnya. Dia menyunggingkan senyumnya.

"Ini untuk kematiannya" 

Darah menyembur keluar. Wanita itu menancapkan benda runcing itu tepat di jantung Katherine.

⛧•˖⁺‧₊˚♡˚₊‧⁺˖•˖⁺‧₊˚♡˚₊‧⁺˖•⛧

Katherine terbangun. Napasnya sedikit tersengal-sengal. Pandangannya kemudian menangkap langsung sesosok wajah yang sedang memperhatikannya. Orang itu tak lain adalah Ethan. Katherine menyadari dirinya tengah terbaring di dada pria itu. 

"Kau tak apa-apa?" tanya Ethan

Katherine mengangkat kepalanya yang tersandar pada dada pria itu. Dia menutup kedua matanya, memejamkannya berkali-kali memastikan yang dilihatnya ini adalah kehidupan nyata.

Benar, kejadian tadi hanyalah sebuah mimpi. Kini Katherine menatap Ethan, mencoba memahami situasinya sekarang.

"Kau tertidur sejak menangis tadi"

Katherine mengingat-ngingat apa yang terjadi sebelumnya. Dia menundukkan wajahnya. Merasa sedikit malu dengan apa yang dilakukannya.

"Maaf" lirihnya

"Tidak apa-apa" balas Ethan

Cahaya matahari sore menyilaukan keduanya. Ethan kemudian bangkit dari duduknya, mengulurkan tangannya.

"Mari pulang," ajaknya. 

"sebentar lagi matahari akan terbenam"

⛧•˖⁺‧₊˚♡˚₊‧⁺˖•˖⁺‧₊˚♡˚₊‧⁺˖•⛧

Mereka hampir sampai menuju kastil kediaman Katherine. Namun, Katherine tiba-tiba menahan lengan baju Ethan.

"Sampai disini saja" ujar Katherine

"Sebentar lagi kita akan menuju kediamanmu. Aku akan mengantarkanmu tepat waktu sebelum lonceng sore berbunyi"

"Tak perlu," sanggah Katherine.

"aku tak mau mereka melihatku bersama denganmu"

Ethan terdiam beberapa saat. Senyumnya kemudian terukir lembut. Ia turun dari kudanya. 

"Bawalah kuda ini"

Katherine menatap Ethan, seolah sedang bertanya.

"Setidaknya kau akan cepat sampai dengannya" 

Ethan mengelus puncuk hidung kuda putih miliknya itu. Lalu mundur beberapa langkah dan membungkukkan badannya menghadap Katherine, memberikan sebuah penghormatan.

"Bagaimana denganm-"

Tak sampai selesai dengan kalimatnya itu. Ethan dengan secepat kilat pergi meninggalkannya.

"Terima kasih, Ethan..." gumamnya

•˖⁺‧₊˚♡˚₊‧⁺˖•

Velvet Night Fate : The Violet Heart [Ddeungromi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang