Sesekali Ali melirik Prilly yang sejak tadi hanya fokus menatap keluar jendela sejak mereka dalam perjalanan untuk kembali ke mansion. Tidak seperti suasana saat pergi yang dipenuhi dengan suara Prilly yang terus berceloteh sepanjang jalan, kini gadis itu benar-benar bungkam. Sejujurnya Ali sudah menyadari keanehan itu sejak mereka selesai makan.
"Kamu ngantuk?" Tanya Ali. Mungkin saja Prilly diam karena ngantuk atau kelelahan. Tapi gadis itu langsung membalas dengan gelengan tanpa suara membuat Ali semakin bingung. Ia bahkan tidak mengalihkan pandangannya sama sekali keluar jendela.
Ali berusaha mengabaikannya saja. Mungkin Prilly memang sedang malas bicara. Keheningan itupun bertahan hingga mereka sampai ke mansion Ali. Saat akan turun Ali terkesiap mendengar suara seperti isakan tertahan yang membuatnya lansung menoleh pada Prilly yang masih pada posisinya tadi.
"Keluarkan barang saat saya sudah keluarkan nanti. Saya masih akan ada di mobil," kata Ali pada sang sopir yang langsung paham bahwa Ali butuh waktu berdua dengan Prilly. Ia langsung bergegas keluar dari mobil.
"Kamu kenapa?" Tanya Ali mendekatkan dirinya pada Prilly agar bisa lebih jelas memperhatikan gadis itu. Prilly lagi-lagi menggeleng. Ia menutup mulutnya agar Ali tidak mendengar suara tangisnya.
"Hei jangan ditutup kuat-kuat gitu mulutnya, sini coba lihat saya," bujuk Ali lembut. Ali pikir ia harus seperti ini untuk menghadapi gadis itu. Dengan pelan Ali menarik tangan Prilly dan mengarahkan tubuh gadis itu agar menghadapnya. Benar saja, gadis itu tengah menangis.
"Kenapa?" Tanya Ali lagi. Prilly menghapus air matanya yang terus saja jatuh berkali-kali.
"Maaf Om, air matanya gak mau berhenti," kata Prilly disela isakannya.
"Gak papa, tapi cerita dulu kamu kenapa? Ada yang sakit?" Tanya Ali khawatir. Prilly dalam tahap penyembuhan, jadi bukannya tidak mungkin ada yang sakit. Bisa saja gadis itu menangis karena menahannya. Prilly menggeleng menjawab pertanyaan Ali.
"Jadi kenapa?"
"Ta-tadi di restoran, Prilly lihat anak-anak sama daddynya, dia disuapin makan kayak dulu Daddy suapin Prilly. Prilly kangen Daddy," cerita gadis itu menunduk. Ali terdiam sesaat tidak tahu harus merespon seperti apa.
"Om, kalau benar umur Prilly udah 25 tahun kayak yang dokter bilang, itu artinya Prilly udah lama banget gak ketemu mommy dan daddykan? Gimana Prilly bisa hidup tanpa mommy dan daddy ya Om? Jadi selama ini Prilly sendiri?" dengan wajah yang penuh air mata gadis itu menatap Ali sendu membuat hati Ali ikut nyeri melihatnya. Ali seolah bisa ikut merasakan apa yang Prilly rasakan sebab ia pun juga sudah tidak memiliki kedua orang tua. Tapi Ali masih punya Arkan dan oma serta keluarga besar Wijaya yang jika dikumpulkan mungkin bisa memenuhi satu gedung. Tapi bagaimana dengan gadis ini? Jika mengingat saat kecelakaan, Ali yakin ia sudah tidak memiliki siapa-siapa.
Tangan Ali terulur untuk menyeka air mata yang terus jatuh di pipi gadis itu. Ali merasa sangat bersalah mungkin sudah menambahkan masalah dalam hidup gadis ini. Melihatnya yang biasanya ceria sejak awal bertemu tiba-tiba menjadi serapuh ini membuat Ali iba. Ada rasa ingin melindungi yang begitu besar yang Ali rasakan.
"Gak ada manusia yang benar-benar sendiri di dunia ini. Kamu sekarang punya saya, saya bakal jaga kamu dan memenuhi semua kebutuhan kamu kayak yang dilakukan orang tua kamu selama ini," kata Ali tulus.
"Maksud Om kayak Daddy?" Tanya Prilly yang sudah tidak lagi terisak. Ali mengangguk sebagai jawaban.
"Apa boleh Prilly panggil Om, Daddy?" Pertanyaan Prilly itu sontak membuat tangan Ali yang masih berada di pipi Prilly untuk menyeka air matanya seketika berhenti. Apa tadi katanya? Memanggil Ali 'Daddy'?
"Bolehkan Om?" Tanya Prilly penuh harap. Melihat bagaimana binar penuh harap gadis itu membuat Ali tidak tega.
"Bo-boleh," balas Ali akhirnya yang membuat Prilly seketika tersenyum.
"Yeayyy Prilly punya Daddy," kata Prilly girang. Moodnya langsung seketika berubah.
"Daddy, Prilly pusing. Gendong ke kamar, Please." Ali hampir saja jantungan saat gadis itu tiba-tiba naik ke pangkuannya dan langsung memeluk leher Ali membuat Ali membeku di tempatnya. Apa-apaan ini. Ali memang mengizinkannya, tapi kenapa gadis itu langsung menganggapnya benar-benar daddynya? Mau bagaimanapun mereka berdua adalah 2 orang dewasa.
"Ka.. kamu bisa jalan sendiri," kata Ali yang entah kenapa tergagap. Tangannya bahkan melayang di udara tidak tahu harus memegang apa.
"No, kepala Prilly pusing, Daddy. Prilly gak bohong, dari tadi pusing. Prilly ngantuk," katanya menyembunyikan wajahnya di leher Ali membuat Ali berhenti bernafas untuk sepersekian detik. Tidakkah gadis ini sadar dengan yang ia lakukan?
Ali menghela nafas panjang berusaha untuk menenangkan dirinya. Dalam hati Ali memberi pengertian untuk dirinya sendiri agar menganggap Prilly memang anak kecil yang butuh perhatian dan kasih sayang. Semua ini hanya sampai ingatan gadis itu kembali, setelah itu Ali tidak akan ada urusan lagi dengannya, pikir Ali.
Akhirnya Ali keluar dari mobilnya dengan Prilly yang ada di gendongannya seperti koala. Prilly bahkan mengaitkan kedua kakinya di pinggang Ali sementara tangan Ali menahan tubuh gadis itu di bagian pinggangnya. Ah tampaknya Ali harus mempersiapkan diri dengan kejadian yang tidak akan terduga lainnya ke depannya. Ali agak menyesal sebenarnya karena mengiyakan permintaan Prilly tadi. Tapi mau bagaimana lagi, bisa saja jika ia menolak gadis itu akan semakin bersedih.
————
Baca keseruan ceritanya exclusive di ebook "Sugar Baby". Untuk pemesanan bisa langsung chat ke WA aku 0895604244621. Langsung chat aku aja bilang "mau ikutan PO sugar baby dong"
PO Ebook "Sugar Baby" akan dibuka sampai hari kamis ya teman-teman. Khusus yang ikutan PO ini akan dapat gratis 1 ebook special Ali Prilly hihihii. Ayuk buruan ikutan😘