Written by: __Akasa
Sunyi.Hanya suara kecipak bibir yang saling beradu mencari sensasi, menuntaskan apa yang seharusnya dapat diselesaikan dengan sederhana. Ianya mengabaikan suasana kantor yang sewaktu-waktu ada orang yang muncul.
Alsen menatapnya, gadis yang mampu mengalihkan perhatian dan kepeduliannya. Menghangatkan hati yang telah sunyi senyap tanpa isi.
Dan tentang jati dirinya yang belum diketahui Livia, tentang esensi adanya dia adalah 'apa', bukan tentang 'siapa'. Segudang pertanyaan menumpuk di benak lelaki itu. Bagaimana keadaan di sana(?)
"Livi,-" Alsen menyudahi ciumannya, membuat jarak antar mereka melebar, sampai pada rentang saliva mereka berpisah.
Tatapannya menyiratkan banyak makna, ada sesuatu yang harus dijelaskan, namun tidak sekarang. Bagaimana tentang perasaan Livia yang sebenarnya, Alsen pun masih bertanya.
Apakah hanya dilandaskan sebatas hitam di atas putih, atau sebatas ke-profesionalitas-an Livia menyambut Alsen sebagai tamu penting Daniel.
"Hmm?" Mata bening itu membesar tanya. Menanti kalimat manis selanjutnya yang keluar dari bibir Alsen. Senyumnya terukir manis kali ini.
"Besok, aku kembali ke Surabaya di saat senja." Mata tajam itu pun luntur, berganti mata sayu yang menatap dalam.
"Aku mau kau mengantarku,-" Alsen memintanya, langsung. Tidak diperpanjang dengan ba-bi-bu yang hanya akan membuat maksud ucapan bias.
"...Su-Sure...." Livia ragu, apakah ia mampu melihat kepergian Alsen. Hanya dengan membayangkannya, kesedihan sudah menyelimuti hatinya.
Terdiam begitu lama. Detik berganti detik. Keduanya saling tatap seakan enggan hari itu cepat berlalu. Memohon pada semesta untuk berhenti dan memberikan mereka kesempatan lebih untuk bersua.
Sebatas hitam di atas putih, katanya. Namun apa yang dilakukan keduanya lebih dari itu. Siapa yang mampu membohongi hati(?)
Jika siang merindukan malam, sementara waktu harus terus berganti. Memisahkan keduanya yang tidak akan pernah menyatu. Hanya entitas luar bisa menikmatinya. Pergantian sirkulasi yang sedemikian rupa indah ritmenya.
Dan,
Pada Livia, Alsen sudah seperti sosok lain dirinya yang berekspresi bebas tanpa ada pembatas.
Alsen berhasil mengorek sisi Livia yang paling dalam. Bahwa, sekalipun ianya adalah wanita karir mandiri, ada rongga menganga yang menunggu untuk diisi. Ada kekosongan, ada sisi lemah yang butuh dikuatkan.
"Ayo,-" Alsen mengajak Livia menghadap Daniel.
Terhenti. Tangan Livia menahan tarikan Alsen. Ya, walaupun ianya tidak sekuat Alsen, namun rasa enggannya untuk berlalu lebih kuat menahan tarikan tangan Alsen.
"Livia?" Alsen memandang tanya. Sayu, begitulah mata Livia saat ini.
Gadis itu menggeleng lemah. Bibir bawahnya terkulum manja. Oh, ayolah, siapa yang mengajarkan gadis itu untuk bersikap sangat manis di sini (?)
Tersenyum. Alsen membalasnya dengan hal hangat itu. Di matanya Livia terkesan manis dari sekedar gadis yang nerocos mulutnya berkata kasar.
Jika iya, lantas kenapa ianya mampu dan memiliki daya untuk memesan tiket esok(?)
"K-Kamu akan berkunjung lagi, kan?" Livia bertanya, suaranya getar parau. Ada kesedihan yang sengaja disembunyikan. Dan ada ego yang berontak untuk tetap diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑷𝒐𝒔𝒔𝒆𝒔𝒔𝒊𝒗𝒆 𝑳𝒂𝒘𝒚𝒆𝒓
RomanceCollab: _sidedew & __Akasa "Mau sarapan apa, Alsen?" Tanya Livi berpura-polos. "P-u-d-i-n-g." Alsen membisikkannya tepat di telinga Livi. Tangannya langsung menarik Livi untuk duduk di pangkuannya. Diamatinya sesaat belahan dada Livi yang padat...