Chapter 39

7.9K 278 11
                                    

Written by: __Akasa
Sound : Joel Sunny - Luminary

Happy New Year 2024 🥳
Aku republish ya, katanya kemarin gak ada notif?
___________________________
"Biarkan aku menjemputnya, Richi!" Wanita itu mengibaskan genggaman tangan kekasihnya.

"Kau tidak akan ke mana-mana tanpaku, Emilia." Seorang pria berpotongan rambut curtain hair menahannya dengan satu
cengkraman kuat, terdapat beberapa lencana di selendang kemewahannya dan 2 bintang di pundaknya.

"Terlebih kau tidak tau pastinya kemana Alsen dibuang."

Wajah tenangnya menampung sikap gegabah wanita kesayangannya. Keduanya menikah beberapa bulan lalu, tiga bulan lalu tepatnya, saat purnama bulan kembar sempurna menyertai pernikahannya.

Saat itu Alsen bertarung bersama beberapa pasukan elit se-Faksi di gerbang pertahanan. 'Tidak boleh ada yang mengganggu pernikahan kakakku!'

Suara hatinya teguh senada dengan pedang kecilnya yang terhunus ke depan. Aura kebiruan menyelimutinya.

"Jangan menghalangiku adik, aku hanya ingin berjumpa dengan kakakmu, Emilia." Pria di hadapannya berjalan maju dengan santainya.

"Jangan pernah bermimpi, Pak Tua!" Alsen menyela lantang.

"Ayolah, aku hanya harus menghisap sedikit sari-sari kehidupan dari Emilia, bwahahaha!" Tawa mesum pria berjubah hitam menjengkelkan.

"Keparat!"

Alsen melemparkan belati kecilnya, ia mengincar sisi leher pria tua itu. Namun sayang, saat Alsen hendak mencoba melakukan teleportasi pada belatinya, pria tua itu justru memanfaatkan momen sepersekian detik untuk melemparkan Alsen ke dimensi lain. Pada dimensi yang di sebut sebagai bumi kita saat ini . . . . .
___________________________

Saat ini mata hitam kebiruan miliknya kembali terjaga, bahkan setelah ia puas membenamkan kepalanya di antara dua surga Livia yang teramat sangat nyaman.

Alsen beranjak perlahan, berupaya untuk tetap membuat Livia terlelap. Ia kemudian mengambil sebuah parka hitam untuk menyelimuti tubuhnya. Sebab suhu malam cukup untuk membuatnya menggigil.

Alsen berjalan mendekati jendela penginapannya, pada sisi ini, pada ketinggian ini ia dapat melihat sempurnanya bulan purnama yang mengintip dari balik tebing air terjun.

'Zee, Emilia, apa kabar?' ingatannya seolah dikembalikan bingkai demi bingkai oleh suasana purnama malam itu.

Beberapa saat berlalu dan Alsen hampir saja terhanyut dalam keheningan indah malam, namun sesosok bayangan berlari melalui padang rumput menuju air terjun.

'seorang gadis?' Alsen memastikannya dengan sekali lihat, cukup mudah mengidentifikasi rambut bercepol ekor kuda yang seolah menari saat ia berlari.

Samar-samar Alsen juga melihat pita kupu-kupu yang bertengger elegan di belakang kepala gadis itu, menjaga rambut panjangnya agar tetap rapi. Seolah ia adalah simfoni yang berwujud manusia.

Gadis itu berhenti tepat di tengah padang rumput yang luas, ia kemudian berdiri mematung berapa detik hingga tangannya mulai memetik biola kemudian memainkan instrumental yang menyentuh. Seolah gesekan biolanya adalah ketukan tangan yang memaksa getar hatinya.

Jadilah pemandangan itu menjadi instrumen yang menyatu, musikalisasi dan gemuruh air terjun yang seolah bernyanyi untuknya. Ah, sungguh pertunjukan orkestra yang indah. Barangkali Sang Aristokrat sedang bederma seni pada kaum proletar.

𝑷𝒐𝒔𝒔𝒆𝒔𝒔𝒊𝒗𝒆 𝑳𝒂𝒘𝒚𝒆𝒓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang