Annyeong!!!
Jam 21.32 masih ada yg baca Wattpad kan? :DAbsen dulu dong! Kalian baca part ini jam berapa?
Maaf yaaa... Cerita ini masih tahap on going. Update nya pun gak nentu karena gak ada draft yg tersimpan banyak. Di real-life, author nya punya kesibukan lain hampir gak nyentuh dunia orange hihihi...
Sebelumnya. . .
Hotel,
Bogor, 00.15 WIBNyatanya, Livia belum beranjak dari tempat persembunyian. Ia bekap mulutnya kencang demi tidak terdengar isak tangisnya. Mengingat jarak tempat ia bersembunyi dengan lift itu cukup berdekatan.
"S-sorry, bos. Ini rodanya nyakut." Pria yang mendorong troli itu tergagap takut.
"Udah buruan masuk! Tadi gak liat ada dua cewek yang nginep di lantai ini? Gimana kalo sampe mereka lihat, goblok!" Pria yang satunya masih memaki dengan suara yang berdesis bisik.
"A-aman, bos! Mereka udah masuk ke kamarnya. Tapi kalo di lihat-lihat, mereka boleh juga, bos. Masih muda, cantik pula."
"Hum, body-nya oke banget. Bisa mahal kalo kita jual. Apalagi yang rambutnya panjang, gue salah fokus sama dadanya. Cukup menantang juga ukurannya." Ia tertawa mesum membayangkan sosok Livia yang sudah ia perhatikan sejak di depan meja resepsionis tadi.
Livia memejamkan matanya dan membuat air mata yang berlinang pun luruh di wajahnya. Ia menggeleng takut, meski tidak tahu pasti siapa yang mereka maksud namun Livia yakin pasti dia dan Marshanda lah yang telah diincar.
"Kita atur rencana sama pak bos, gue yakin sih sebelum dijual, bos duluan yang make tuh cewek cantik."
"Wah... itu sih, pasti."
"Bos, bantu dorong. Ini susah banget."
"Lemah lo! Minggir!"
Tubuh Livia berjengit kaget ketika troli itu berhasil terdorong. Dengan segenap keberanian, Livia mengintip lagi dan seketika matanya terbelalak karena kain hitam di atas troli itu terlepas jatuh.
Ia melihatnya dengan jelas, "O-organ— manusia?" Livia berucap dalam hati dengan jantung yang berdegup ketakutan.
Kedua pria seperti office boy itu menghilang di balik pintu lift. Tubuh Livia merosot dan terduduk gemetar.
"Tempat apa ini? Hiks... Hiks.." ia masih menangis cemas. "Alsen, pulaaaang. Aku mau pulang," suaranya tercekat hampir berbisik.
Menguatkan tungkai kaki untuk meninggalkan tempat persembunyiannya, Livia celingukan waspada, takut-takut pria yang serupa menangkap keberadaannya.
"Livi!"
Belum reda dari syok yang mengkhawatirkannya, ia kembali dikejutkan dengan suara Caca yang memanggil.
"Lo ngapain di situ? Ini udah malem, lho! Bukannya masuk istirahat—e-eehh? Kenapa?"
Caca kebingungan karena Livia malah menariknya masuk ke kamar. Pintu di tutup Livia kasar. Caca terkejut melihat Livia yang sembab karena menangis.
"Beb, lo kenapa? Kok, nangis? Terjadi sesuatu? Atau lo tengkar sama Alsen?" Marshanda mencecarnya dengan pertanyaan kekhawatiran.
"Nggak, Ca. G-gue,"
"Udah, udah. Lo duduk dulu. Gue ambil minum." Caca merangkulnya. Livia pun memilih untuk duduk di sisi ranjang sementara Caca bergegas mengambil botol minum kemasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑷𝒐𝒔𝒔𝒆𝒔𝒔𝒊𝒗𝒆 𝑳𝒂𝒘𝒚𝒆𝒓
RomanceCollab: _sidedew & __Akasa "Mau sarapan apa, Alsen?" Tanya Livi berpura-polos. "P-u-d-i-n-g." Alsen membisikkannya tepat di telinga Livi. Tangannya langsung menarik Livi untuk duduk di pangkuannya. Diamatinya sesaat belahan dada Livi yang padat...