Chapter 26

13.8K 471 11
                                    

Written by: _sidedew

Rumah Pribadi Alsen.
Jakarta, 07.30 WIB

Pagi itu, dalam sebuah hunian mewah berlantai dua, pemiliknya tengah menikmati sarapan pagi yang tidak biasa.

Lampu kamar semakin menyala redup hingga akhirnya mati dengan sendirinya. Gorden kamar masih menutupi dinding kaca yang menghadap ke halaman samping rumah. Hanya bagian depan saja yang tidak tertutup tirai membuat sinar matahari mengintip mereka dari pintu balkon.

Ruangan yang didominasi warna gelap itu terbilang cukup luas, selain ada space untuk sofa, juga ada minibar dengan background rak-rak isi beberapa wine pilihan

Tidak ada hiasan dinding yang mencolok, hanya ada satu-satunya lukisan abstrak berukuran 2x2 meter yang tertempel di dinding. Dibawahnya terdapat meja pendek yang memanjang dengan televisi berukuran 42inch di atasnya.

Walk in closet tanpa sekat menyatu dengan ruang tidur sehingga Livia bisa melihat koleksi pakaian dan aksesoris pria milik Alsen.

Nakalnya, Livi justru membayangkan bagaimana Alsen yang sedang berganti baju di sana sedangkan dirinya dengan leluasa memperhatikan tubuh Alsen yang telanjang.

Astaga.

Keseringan membaca cerita dewasa di salah satu aplikasi membuatnya kerap kali berotak nakal dan diperparah dengan kehadiran Alsen Hazl Ethoria.

Entah sudah berapa menit lamanya tapi yang jelas badan Livi terasa pegal karena terbaring miring sedang pria tampan belum juga selesai dengan aktifitasnya.

"Sshh.. emhh-- sayang, udah ya?" Lembut suaranya seperti usapan tangannya di rambut Alsen.

Keduanya masih bergelung di selimut yang sama. Semua pakaian yang semalam dipakainya sudah berserakan di bawah ranjang hanya menyisakan celana dalam yang menutup bagian intim Livia, juga celana pendek yang menghalangi aset sang pria.

Ploop.

Begitu jelas terdengar ketika mulut Alsen dengan sengaja menghisap sekaligus menarik nipple Livia bersamaan dengan erangan nyeri bercampur nikmat yang lolos dari mulut Livi.

"Iiihh, lecet lagi, kan.." dia merengut, menoel pelan ujung miliknya yang terlihat membesar dan kebas.

"Nanti juga sembuh."

Cup.

Cup.

Alsen membubuhkan kecupan singkat di dada Livi dan kemudian menyembunyikan wajahnya di belahan dada Livi yang hangat, empuk dan tentunya nyaman.

"Soal semalam... Aku gak tahu kalo yang aku telepon itu kamu." Livia memecah keheningan yang sempat tercipta. Satu tangannya tidak berhenti bermain main lembut di rambut Alsen, sedang tangannya yang lain bertengger manis di punggung lebarnya yang tidak terhalang sehelai benang pun.

Alsen tidak langsung menjawab tapi mulutnya berdecak dengan hembusan nafas yang menghela kasar. "Emang kamu mau nelpon siapa? Liam?"

Livia mengulum bibir mendengar Alsen berbicara dengan nada ketusnya. "Ya, kan, aku gak mungkin nelepon kamu."

"Kenapa gak mungkin?"

"Kamu lagi sama Friska! Aku gak mau ganggu kalian."

"Gimana soal malam itu? Kamu datang dan nyeret aku, itu bukan termasuk ganggu kami?" Tidak ada maksud untuk membuat Livia marah namun sayangnya Livia justru terpancing emosi.

"Oh, jadi kamu ngerasa terganggu dengan kedatangan ku malam itu?!"

"Nggak, sayang...." Beralih untuk menatap Livia, Alsen menyangga kepalanya dengan satu tangan. "Aku seneng malah karena pingsannya pas lagi sama kamu, padahal aku gak keberatan, lho, kalo kamu mau ngambil kesempatan." Alsen menyeringai. Menaik-turunkan alisnya.

𝑷𝒐𝒔𝒔𝒆𝒔𝒔𝒊𝒗𝒆 𝑳𝒂𝒘𝒚𝒆𝒓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang