Satu

6.7K 591 4
                                    

Free Palestine 🇵🇸🇵🇸



*
*
*

Pagi ini Zergio tengah bersiap-siap untuk keluar dari kamarnya. Setelah tiga hari mengurung diri, kini ia sudah tampil lebih segar.

Ia akan menemui ketiga anak itu. Ia sungguh tidak sabar melihat mereka. Apakah mereka berwajah sama? Atau berbeda? Apakah wajah mereka manis, atau justru datar? Ia sangat menantikannya.

"Huh, kok gue deg-degan yah?"  monolognya sambil menyentuh dada sebelah kirinya. Ia merasakan jantungnya berpacu dua kali lebih cepat dari biasanya.

"Eh kalau nggak deg-degan mati dong?"

"Ah lupakan." Ia kembali merapikan dasinya. Dirasa sudah siap ia pun segera menuju pintu.

Prang

Baru beberapa langkah, ia mendengar suara pecah dari lantai bawah. Ia pun segera keluar dan berlari menuju asal suara.

"Hiks.. aafin caya. Caya ndak cengaja jatuhin geyacna," tangis seorang anak kecil. Disampingnya ada dua anak lagi yang memiliki wajah sama dengannya.

"Maafin adik saya, bial saya yang belsihkan," ujar anak satunya yang diyakini adalah kakak pertama anak kecil tadi.

"Heh kalau kerja itu yang becus, lihat piringnya jadi pecah emang kalian bisa menggantinya, hah?!" bentak seorang maid kepada ketiga anak itu.

"Kami minta maaf," ucap anak yang sedari tadi diam.

"Alah maaf kalian itu nggak bisa balikin piring yang sudah pecah ini!" Dengan tanpa berperasaan maid yang satunya lagi menjambak rambut anak yang paling kecil. Membuat tangis anak itu semakin menjadi.

"Huaa.. cakit.. Hiks.." anak itu meronta meminta agar maid itu melepaskan jambakannya. Kedua kakaknya pun tak tinggal diam. Mereka menarik lengan yang lebih besar dari lengan mereka supaya terlepas dari rambut sang adik.

"Lepaskan adik saya, adik saya kesakitan," teriak si sulung.

"Abang, cakit." Adu si bungsu. Ia tidak bisa apa-apa. Demi apa kepalanya terasa sangat sakit, namun maid itu sama sekali tidak peduli.

Para maid dan penjaga yang melihat itu bukanya iba malah tertawa seolah itu adalah pertunjukan yang menyenangkan. Aksi mereka terhenti saat suara berat seseorang terdengar.

"Apa-apaan ini?!"

Deg

Para maid dan penjaga serta ketiga anak itu mematung setelah mendengar suara yang sangat familiar di telinga mereka.

Dengan gerakan patah-patah, maid yang tengah menjambak rambut anak itu menoleh ke belakang. Keringat dingin mulai bercucuran, ia lantas melepaskan jambakannya. Tubuhnya tiba-tiba saja menjadi kaku saat siluet orang yang menjadi majikannya berada tepat didepannya dengan raut wajah suramnya yang menyiratkan bahwa ia tengah menahan amarah.

Zergio. Pria itu membeku saat melihat ketiga anak kecil yang tak lain adalah anaknya saat ini dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Anak bungsunya tengah menangis sambil memegang kepalanya, kakinya pun berdarah sepertinya terkena pecahan piring. Anak sulung dan anak tengahnya berpegangan satu sama lain, tubuh mereka juga bergetar.

Marah. Jiwa Ditto marah melihat itu. Tatapannya beralih ke arah beberapa maid dan penjaga yang berdiri tak jauh dari mereka. Tatapan tajamnya ia perlihatkan kepada salah seorang maid yang tadi dengan lancangnya menjambak rambut putra bungsunya. Amarahnya membuncah mengingat perlakuan mereka.

"Alex!" teriaknya kepada ajudan kepercayaannya. Alex pun dengan segera menemui tuannya. Ia menunduk takut saat merasakan aura tuannya yang sangat mencekam. Ia merasa tercekik saat ini. Aura tuannya benar-benar sangat menakutkan.

"Bawa mereka semua ke ruang bawah tanah!" titahnya tak terbantah. Dengan segera Alex membawa mereka yang saat ini sudah pucat pasih ke ruangan yang diperintahkan oleh Zergio.

Zergio beralih ke tiga anaknya yang saat ini menatapnya takut. Ia mendekat ke arah ketiganya. Namun, belum sampai di depan mereka, ketiganya dengan panik langsung bersimpuh di hadapannya dengan tangis yang pecah.

"Hiks tolong ampuni kami, kami akan membelsihkannya, tolong hiks jangan pukul kami," si sulung bersuara mewakili kedua adiknya yang masih menangis. Ia rela jika harus dipukuli oleh Zergio, yang terpenting kedua adiknya selamat.

"Pukul saja saya jangan kedua adik saya," pintanya sambil memeluk kaki Zergio.

Hati Zergio sakit melihat ketiga putranya bersimpuh di kakinya. Dalam hati ia mengumpati Zergio asli.

Zergio bangsat!

Dengan pelan ia menyamakan tingginya dengan putra sulungnya, Zergio menangkup pipi si sulung yang masih meminta maaf. Dilihatnya mata bulat sang anak yang bengkak karena menangis. Ia merasakan tubuh mungil itu bergetar hebat, ia tau anaknya ketakutan karenanya. Air mata Zergio jatuh begitu saja, hatinya sakit sekali. Betapa bodohnya Zergio hingga menelantarkan anak manis seperti mereka.

Dengan kasar ia menghapus air matanya. Kemudian berdiri dan berjalan menghampiri putra bungsunya yang tengah merintih kesakitan karena kakinya yang terluka terkena pecahan piring.

Si sulung dan si tengah panik seketika melihat Zergio menuju adik bungsu mereka. Mereka takut Zergio akan memukul adiknya yang saat ini sedang kesakitan.

"Tolong jangan pukul adik Caya!" mohon si tengah dengan air mata yang masih setia mengalir di pipinya.

Zergio diam tidak membalas sang anak tengah yang memohon kepadanya. Fokusnya hanya si bungsu. Bisa ia lihat, wajah si bungsu yang memucat. Tubuh mungil itu bergetar, matanya meliar ke segala arah, anak itu ketakutan saat ini.

Tanpa kata ia segera menggendong tubuh mungil itu, kemudian menggandeng tangan kecil kedua putranya yang lain. Mereka jelas terkejut dan panik. Ingin memberontak tapi adik kecil mereka ada di gendongan Zergio. Mereka takut jika sewaktu-waktu Zergio melempar tubuh mungil adik bungsunya dari lantai dua. Tidak, itu tidak boleh terjadi. Mau tidak mau mereka mengikuti kemana Zergio akan membawa mereka. Dalam hati mereka berdoa semoga Zergio tidak memukul mereka seperti sebelumnya.


-
-
-


T.b.c

Votmen juseyo💨💨

Gimana, masih semangat bacanya? Jangan bosen bosen yah buat baca cerita tak bermutu naega ini yah everyone.

Semoga hari kalian menyenangkan, tata..

💨💨💨

ZergioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang