"Aku memanggilmu bukan untuk itu. "
Alex memberanikan diri mengangkat wajahnya dan menatap Avillio yang kini juga tengah balik menatap dirinya. Sorot mata dingin juga raut wajah datar itu seolah mengintimidasi dirinya membuat Alex menelan ludahnya susah payah saking takutnya. Jelas lelaki itu tahu orang seperti apa Avillio dan melihat bagaimana wanita seperti Melinda pada akhirnya jatuh ke tangan Avillio semakin membuat Alex sadar bahwa lelaki di hadapannya memang tidak bisa diremehkan.
"Lalu kenapa kamu memanggilku ke sini? " Tanya Alex dengan takut-takut. Alex bisa melihat seringai muncul di wajah Avillio, lalu lelaki di hadapannya itu bangkit berdiri dan berjalan mendekati dirinya. Avillio meremas bahu Alex untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia merangkul lelaki itu dan menghadapkan lelaki itu pada Melinda yang tengah digilir oleh teman-temannya.
"Untuk dia. Kurasa dia sangat menyukaimu, jadi aku ingin memberinya hadiah karena itu kamu harus bergabung dengan mereka. "
Alex yang mendengarnya terkejut bukan main, lelaki itu lalu menoleh pada Avillio dengan raut wajah tidak percaya. Bagaimana dia bisa melakukannya pada Melinda, walaupun Alex juga bukan lelaki baik tapi dia tidak pernah bermain-main dengan cara memaksa seperti yang Avillio lakukan saat ini.
"Tapi itu ... "
"Kamu tidak mau? " Sela Avillio sambil menatap tajam pada Alex membuat lelaki itu langsung menundukan wajahnya.
"Te-tentu saja aku mau. Aku akan melakukannya. "
Senyum di wajah Avillio mengembang. Dia lalu menepuk-nepuk punggung Alex pelan.
"Bagus. Jadi bergabunglah dengan mereka. " Ucap Avillio pada Alex.
.
.
.Di tempat lain, Sthella kini tengah berjalan menyusuri koridor. Dia akan pergi ke kantin untuk makan siang, sampai sebuah tangan merangkulnya. Sthella menoleh dan terkejut dengan apa yang Max tengah lakukan.
"Singkirkan tanganmu! " Ucap Sthella kesal dan mencoba menyingkirkan tangan Max yang mengalung di lehernya dengan santainya. Namun mau disingkirkan berapa kali pun lelaki itu selalu melakukannya lagi dan itu semakin membuat Sthella kesal jadi dia mengabaikan apa yang Max lakukan.
"Apa kamu mau ke kantin? Mau makan siang denganku? " Tanya Max sambil tersenyum tulus.
Sthella melirik sekilas Max dan mengangguk tanpa mengatakan apapun. Toh, akan berakhir percuma jika dia menolak lelaki itu akan tetap mengikutinya.
Tidak berapa lama mereka akhirnya sampai di kantin sekolah. Lalu memesan makanan yang akan mereka makan dan setelahnya mencari tempat duduk untuk menyantap makan siang mereka.
Sthella terlihat menikmati makan siangnya dengan tenang sedangkan Max lebih fokus memperhatikan Sthella dari pada makanannya.
"Makan makananmu dan jangan menatapku terus. Aku tidak nyaman. " Tegur Sthella ketika menyadari Max terus melihat ke arahnya.
"Tapi aku ingin terus melihatmu. " Sahut Max dengan nada sedih, membuat Sthella menghela napasnya. Wanita itu lalu mengangkat pandangannya menatap lelaki yang duduk di seberangnya.
"Jangan beromong kosong, kamu tahu aku tidak terlalu suka berbasa-basi. " Ucap Sthella terus terang.
"Aku tidak beromong kosong, aku benar ingin melihatmu setiap hari. Aku ingin memilikimu. "
Sthella memutar bola matanya malas. Sudah beberapa hari ini Max selalu berkeliaran di sekitarnya dan hal itu cukup mengganggunya. Karena bagaimana pun jika Avillio tahu dia berbicara lagi dengan Max, lelaki itu akan marah dan dia tidak bisa membayangkan jika lelaki itu kembali menggunakan kekerasan seperti terakhir kalinya. Walaupun selama ini Avillio terlihat diam, tapi Sthella tahu betul bahwa lelaki itu selalu memberi pelajaran pada mereka yang sering berada di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Max & Sthella : Black Side
Teen Fiction⚠️Adult stories are not for minors, full of violence and dirty words that are not enviable. We ask the discretion of the reader in determining the reading. Sthella adalah siswi tahun kedua sekolah menengah atas, gadis yang pendiam dan tidak banyak t...