"Jika kamu melakukan ini, Sthella akan sangat membencimu. Kamu sudah berjalan cukup jauh dan menyimpang, jika kamu memang benar tidak ingin Sthella meninggalkanmu maka hentikan semua ini, Avillio. " Ucap William berusaha memberi nasihat pada Avillio. Terlihat sekali Avillio mulai bingung dengan apa yang harus dia lakukan, dia jelas mengerti apa akibatnya jika sampai dia memberikan narkoba itu pada Sthella yang tengah tidak sadarkan diri, tapi jika dia tidak memberi wanita itu narkoba maka setelah hari ini berakhir Sthella akan meninggalkannya.
"Jadi apa yang harus aku lakukan? " Tanya Avillio mulai gusar.
William terdiam sejenak, dia pun sebenarnya tidak tahu harus melakukan apa seandainya Avillio menuruti perkataannya kali ini. Tapi bagaimana pun dia sudah sejauh ini, bahkan Sthella sudah berkorban.
"Lepaskan Sthella, jika kamu ingin balas dendam maka cari cara yang lain tanpa melibatkan Sthella. " Ucap William pada akhirnya.
Avillio menggeleng, dia tidak setuju dengan pendapat William. Karena bagi Avillio hanya Sthella yang mampu mewujudkan balas dendamnya, setidaknya wanita itu tidak akan dengan bodohnya mengakhiri hidupnya hanya karena dia tidak lagi sanggup menangani Avillio beserta kegilaannya.
Avillio mendongak menatap William, retina hitamnya berubah kelabu seolah memberitahu pada lelaki di hadapannya bahwa dia juga sama rapuhnya dan tidak memiliki pilihan lain selain mengorbankan Sthella demi keinginan egoisnya.
William yang sudah mengenal Avillio jauh sebelum dia bertemu dengan Sthella hanya bisa memalingkan wajahnya ke arah lain, jelas sekali William tahu Avillio sudah membulatkan tekadnya dan jika lelaki itu sudah memutuskan sesuatu maka tidak ada siapapun yang dapat menghalanginya.
Avillio tersenyum miring ketika melihat William berpaling darinya dan setelahnya dia berbalik menatap wajah terlelapnya Sthella dengan pandangan sayu.
"Aku hanya berharap kamu tetap di sampingku bahkan jika aku adalah seorang pembunuh berdarah dingin. Aku harap kamu mengerti, Sthella. Karena hanya kamu yang bisa aku andalkan untuk semua impianku yang selalu tertunda selama ini. " Gumam Avillio sambil jemarinya mengusap wajah Sthella dengan penuh kasih sayang. Lalu tangan Avillio turun dan menggenggam pergelangan tangan Sthella, lelaki itu hendak kembali melancarkan aksinya menyuntikkan narkoba pada Sthella.
.
.
.Keesokan harinya Sthella terbangun ketika dia merasakan pelukan di pinggangnya semakin erat. Kelopak mata wanita itu perlahan terbuka, Sthella menurunkan pandangannya ke arah pinggangnya di mana sebuah tangan tengah melingkari perutnya. Dia pun menengok ke belakang dan mendapati Avillio yang masih terlelap. Untuk beberapa saat Sthella merasakan kepalanya kembali berdenyut sakit.
"Sial!! " Umpatnya pelan sambil memegangi kepalanya.
"Kenapa kamu tiba-tiba mengumpat, sayang? " Tanya Avillio pelan membuat Sthella sedikit terkejut.
"Kamu sudah bangun? "
Avillio mengangguk dari balik punggung Sthella dan wanita itu lalu melepas pelukan tangan Avillio yang dirasanya semakin erat memeluk pinggangnya.
"Kenapa di lepas? " tanya Avillio dingin.
"Aku harus pulang, lio. "
Deg.
Jantung Avillio seolah terhenti untuk beberapa saat ketika mendengar Sthella memanggilnya dengan sebutan Lio. Mengingatkannya pada mamanya yang dulu sering kali memanggilnya seperti Sthella barusan, sebelum wanita itu meninggal.
Avillio menajamkan sorot matanya seolah tengah mengawasi Sthella yang kini sudah beranjak dari ranjang dan meraih beberapa helai bajunya yang berserakan di lantai lalu berjalan menuju kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Max & Sthella : Black Side
Teen Fiction⚠️Adult stories are not for minors, full of violence and dirty words that are not enviable. We ask the discretion of the reader in determining the reading. Sthella adalah siswi tahun kedua sekolah menengah atas, gadis yang pendiam dan tidak banyak t...