KALEA's CAM

259 18 0
                                    

Tok! Tok!
Suara ketika pintu membuyarkan fokus Kalea dari laptopnya. Ia lihat kepala seorang pria muncul dengan senyum yang aneh.

"Kenapa?" tanya Kalea agak curiga dengan suaminya.

"Anak-anak pada mogok ngomong, " balas Rainer berbisik dari ambang pintu.

Kalea mengerut kebingungan. Meski pelan namun wanita itu dapat membaca gerak bibir suaminya.

"Mogok ngomong?" herannya membuka kacamata lalu mendekati Rainer yang masih di posisinya.

"Katanya mereka cuma mau ngomong sama Bunda. Aku nggak tau aku salah apa. Tapi, itu muka udah macan laper. Aku takut sayang," kadunya memohon pertolongan si Bunda yang kebingungan.

Wanita itu menghela napas. Kenapa lagi dengan dua putrinya sampai-sampai mendiamkan Ayah dan hanya mau bicara dengan Bunda. Lantas, ia pun keluar ruang kerja dan menyusul anak-anak yang sedang bermain di ruang tengah. Seperti yang Rainer katakan, wajah dua putrinya memang menyeramkan seperti macan lapar. Merengut dan siap menerkam.

"Nalintang, Kayena, kalian kenapa?" tanya Bunda duduk di sofa memperhatikan gerak-gerik dua putrinya.

Tak ada jawaban, baik dari Lintang maupun Kayena.

"Kenapa kalian mendadak diemin Ayah dan Bunda?" tanya Kalea sekali lagi. Namun sama saja, dua anak perempuan di hadapannya ini seakan tak punya telinga untuk mendengar.

"Kay, kenapa?" masih berusaha, Kalea kini mendekat dan merapikan rambut putri bungsunya.

Kayena diam, ia menatap Kakaknya meminta bantuan. Namun yang dimintai pertolongan hanya diam seakan tak mau membantu.

"Kay sama Kakak bosen Bunda..." balas gadis kecil itu bicara juga. Tatapannya memelas mengadu pada Bunda yang masih kebingungan.

"Bosen kenapa?" heran Kalea ingin tau.

"Bunda kerja teruuusss... Kita tidak punya teman..." jawabnya lagi dengan menunduk menatap mainan yang sudah berulang-ulang ia mainkan.

"Jadi Kay sama Kakak mau main bareng Bunda?"

Kayena mengangguk membenarkan.

"Minggu lalu Bunda janji mau bawa kita liburan ke pantai," si sulung yang sejak tadi ditunggu suaranya kini terdengar juga. Ia menatap Bunda dengan malas seolah Kalea adalah objek paling menyebalkan yang pernah ada.

"Minggu lalu?" bingung wanita itu tak ingat.

"Ayah, aku ada janjiin mereka ke pantai minggu lalu?" bisik Kalea pada suaminya yang duduk di sofa.

Namun entah tak mau membantu atau memang ia tidak tahu, Rainer mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban.

"Kay, Lin, maaf ya Bunda lupa sama janji Bunda minggu lalu. Tapi, hari ini Bunda masih kerja, mau nggak kalau kita perginya next week?" sambung Kalea merasa bersalah karena lagi-lagi tak bisa menepati janji. Padahal ia juga sudah mengusahakan agar semua pekerjaannya selesai Jumat kemarin, namun nyatanya hari ini ia masih berkutat dengan laptopnya.

"Kemarin juga Bunda bilangnya gitu. Sekarang gitu lagi. Mending jangan janji kalau Bunda nggak bisa tepati. Udah, Kakak udah nggak mau ke pantai lagi," Lintang bangkit dan meninggalkan semuanya di ruang tengah. Ia masuk ke kamar dengan pintu yang sengaja ia kunci. Ia cuma mau Bunda tau kalau Bunda memang selalu membatalkan janji yang sudah dibuat.

Kalea menghela napas, memijat pelipis yang nyeri karena perlakuan si sulung. Semenjak menuju dewasa, Lintang jadi blak-blakan dalam bicara. Bahkan sikapnya pun jadi terang-terangan terasa kasar ketika sedang kesal. Bahkan adiknya yang masih kecil bisa langsung paham bahwa Kakaknya marah hanya dari ekspresi wajah.

24hr Pasukan Awan Relay Cam✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang