01

3.3K 206 11
                                    

📌Tue., Des 5, 2023.








.






"Argh!"

Jaehyuk tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa. Jemarinya meremas perut dengan erat. Tak peduli jika itu malah menambah rasa sakitnya.

Keringat dingin mulai bermunculan, hingga pandangannya mengabur.

Bruk!

Sial sekali. Sudah sakit perut, sekarang seluruh tubuhnya ikut sakit karena terjatuh dari kasur. "Hiks."

Jaehyuk merasa tidak memakan makanan aneh. Ia bahkan tidak telat makan. Apa ia lupa mencuci tangan sebelum makan? Ah, itu tidak mungkin.

Grap.

Dengan susah payah ia mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Berusaha menelepon siapapun yang bisa menyelamatkannya.

Dering telepon terus terdengar. Ia hampir putus asa. Bagaimana jika ini adalah hari terakhirnya? Jaehyuk belum siap. Dosanya masih banyak.

"Kak, tolong Jae.." Lirih Jaehyuk ketika orang itu mengangkat teleponnya.

Pemuda itu tidak tahan lagi. Pandangannya benar-benar menggelap sekarang.






.





Kesadaran Jaehyuk perlahan kembali. Matanya mulai terbuka, berusaha beradaptasi dengan cahaya.

"Kak?"

Jaehyuk menggapai tangan orang yang telah membawanya ke rumah sakit. "Oh? Jaejae udah sadar. Gimana perasaannya?"

Orang itu peka. Ia membantu Jaehyuk untuk duduk. "Udah enakan. Jae kenapa, kak Ji?"

Pemuda yang kerap disapa Jihoon itu mengulum bibirnya. "Kakak ngga bisa kasih tau kamu. Kalau kamu penasaran, kamu bisa ketemu sama dokternya langsung."

Mata Jaehyuk kembali berair. "J-jae kena kanker ya? Hidup Jae udah ngga lama lagi, ya? JAE BAKAL MATI?" Ia mulai berpikir yang tidak-tidak.

Jihoon menggeleng ribut. "BUKAN! Jae ngga kena kanker. Kamu ngga bakal mati. Aduh.. tanya sama dokternya aja. Kakak harus pergi, bentar lagi pesawat Yoshi mendarat."

Baiklah Yoon Jaehyuk. Netralkan napasmu, jernihkan pikiranmu. Sekarang waktunya untuk mengetahui kenyataan. Sepahit apapun itu, kau harus menerimanya.






.





Jaehyuk menatap ragu ruangan yang ada di depannya. Jihoon tidak salah memberinya petunjuk, 'kan? Tapi sekali lagi ia harus berpikir positif. Mungkin saja dokter ini memiliki sangkut paut dengan penyakitnya.

Cklek.

Kehadirannya disambut hangat. Dokter wanita itu tersenyum sembari menyuruh Jaehyuk untuk masuk.

"Apa kau sudah merasa lebih baik, Tuan Yoon?"

Jaehyuk tersenyum kikuk. "Uhm.. begitulah. Sebenarnya, aku kenapa?"

Dokter yang bernama Suzy itu kembali tersenyum. "Ketika pemeriksaan pertama, kami menemukan kejanggalan pada tubuh anda. Kami melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah dugaan saya benar atau tidak. Sesuai keterangan yang kami dapatkan—"

Cklek.

"—anda dinyatakan memiliki rahim." Jaehyuk dan Suzy menatap seseorang yang membuka pintu.

"Maaf menyela. Ponsel saya tertinggal." Ujar pria tua yang baru saja masuk. Kemudian pergi setelah mendapatkan barangnya kembali.

Jaehyuk masih terdiam, lidahnya menjadi kelu. Ia menatap Suzy dengan tatapan yang sulit diartikan. "Anda pasti bercanda, hahahah." Tawanya sumbang.

"Ini benar, Tuan Yoon. Anda termasuk lelaki spesial. Nyeri perut yang anda rasakan sama dengan kondisi nyeri pada bagian tertentu perut yang dialami wanita sebelum, saat, dan setelah menstruasi."

Jika ini komik, maka sudah tergambar sebuah awan besar dan beberapa petir yang menyambar. Ia membungkuk sopan kepada sang dokter sebelum keluar dari ruangan itu.





.



"Ah!" Jantung Jaehyuk rasanya ingin keluar. Bagaimana tidak? Ketika keluar dari ruangan dokter, tepat di depannya telah berdiri seorang pria. Pria tadi yang mengambil ponselnya.

"Bisa ngobrol bentar?" Pak tua itu memelas pada Jaehyuk.

"B-bisa." Ia tidak mungkin menolaknya.

Tubuh Jaehyuk ditarik masuk ke kantin rumah sakit. Pria itu sibuk memesan beberapa menu untuk mereka. Setelahnya, ia duduk manis di depan Jaehyuk.

"Perkenalkan, saya Seunghyun. Namamu siapa anak manis?"

Jaehyuk menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Yoon Jaehyuk.."

"Manis sekali. Sebelum itu, saya minta maaf. Kamu masih lajang?" Pria tua itu memajukan wajahnya.

Mata Jaehyuk seketika membulat. Ini terlalu tiba-tiba. "Huh?"

"Untuk apa anda mengetahuinya?" Bisa-bisanya pak tua itu bertanya hal pribadi, mereka bahkan belum mengenal satu sama lain.

Seunghyun melemaskan tubuhnya. Menatap penuh harap pada Jaehyuk. Menampilkan ekspresi yang tidak bisa Jaehyuk tolak. "Lelaki tua ini cuma pengen cucu. Tapi anak saya belum ngasih cucu. Kamu mau nikah sama anak saya ngga?"

Tunggu.. menikah? Dengan orang asing? Hahaha, Jaehyuk rasa Tuhan benar-benar mempermainkannya sekarang.

"Maaf, om. Dengan berat hati Jae nolak. Jae ngga bisa nikah dengan sembarang orang, apalagi yang ngga Jae cintai."

Tangan Jaehyuk ditahan. "Saya mohon.." Jaehyuk ingin mengumpati dirinya yang memiliki rasa simpati berlebih. Melihat Seunghyun meneteskan air matanya saja sudah membuatnya tidak tega.

"Jangan gini, om. Kenapa ngga minta orang lain aja?"

"Semuanya udah nolak. Haruskah lelaki tua ini mati tanpa cucu? Aigoo.. nasib saya nggak beruntung. Aigoo.. betapa menyedihkannya hidup ini.. Aigoo, aigoo.."

Beberapa pengunjung kantin menatap mereka. Seunghyun menangis dengan cukup keras.

Pemuda itu menggigit bibir bawahnya. Sungguh, ia tidak tega. "Kasih Jae waktu. Jae pertimbangkan lagi." Jaehyuk meringis ketika kalimat itu keluar dari mulutnya.

"Beneran!?" Wajah sedih itu kini berubah cerah. Seunghyun memutari meja dan memeluk Jaehyuk erat. "Makasih, nak. Saya berharap kamu setuju. Besok saya bawa anak saya ke cafe di sebrang sana. Kita ketemu jam 7 malam, setuju?"

"Uhm.. baiklah." Apa boleh buat? Jika ia menolak, pria ini akan menangis kembali.






.








Tubikontinyu.
Kok rasanya aneh ya? Kaku gimana gitu dialognya..

Jinx? >> SahijaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang