"Oppa tampak lebih segar," kata Jisoo saat mereka berdua duduk di teras.
Nam Joon menyodorkan segelas teh kepada Jisoo.
"Mungkin karena beban kerja berkurang," jawab Nam Joon. "Terima kasih."
"Untuk apa?"
"Aku tahu kau sibuk, tapi bersedia datang ke sini."
"Syukurlah Oppa menyadarinya. Waktuku sangat mahal," canda Jisoo.
Nam Joon tersenyum lebar. Namun, senyuman Jisoo lebih memukau lagi.
"Apa...Ehm, tidak terasa hampir dua tahun lebih kita mengenal."
Nam Joon mengangguk.
"Dan kau tidak menghubungiku saat aku di militer."
Jisoo tampak kelabakan, "itu..."
Nam Joon menunggu Jisoo melanjutkan kata-katanya.
"Aku kuatir akan melewati batas."
Sungguh alasan yang diluar prediksi Nam Joon. Di luar batas. Apa maksudnya? Otak Nam Joon bekerja keras menafsirkan kalimat itu.
"Aku tidak berusaha untuk menjadi temanmu," kata Nam Joon to the point.
Jisoo terlihat terkejut, ia melihat ke arah Nam Joon seakan sedang menyelidiki sesuatu.
"Aku sedang tidak ingin mencari teman," Nam Joon menatap mata Jisoo. Ia berharap gadis ini bisa menangkap keseriusannya.
"Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa."
Nam Joon tersenyum tipis.
"Aku sudah punya teman wanita, dan tidak ingin menambahkan namamu dalam list pertemananku."
Ia tersenyum lebar menyadari sikap Jisoo yang tidak biasa.
Gadis itu melihat ke arah lain.
"Sudah jelas, kan? Ini adalah penegasanku, Nona Jisoo."
Jisoo Part
Laki-laki ini sangat berani. Ia tak berupaya untuk berbasa-basi atau mengambil hatinya dengan tindakan manis atau romantis. Biasanya, laki-laki yang mendekatinya akan bersikap baik dengan memperhatikannya, memberi hadiah. Nam Joon... Ada satu hal pada dirinya yang berhasil membuat Jisoo menoleh padanya. Pemuda ini menunjukan motifnya dengan apa adanya, straight, tanpa gombalan, bahkan hadiah.
"Aku tidak suka sesuatu yang terburu-buru," kata Jisoo ingin tahu reaksi pemuda ini.
"Aku tidak berniat untuk buru-buru," jawab Nam Joon, "aku payah dalam urusan itu. Kau akan menemukan banyak hal yang menjengkelkan pada diriku jika lebih mengenalku."
Jisoo tersenyum dalam batinnya.
"Aku juga punya banyak hal yang lebih menjengkelkan," kata Jisoo.
"Nona Jisoo..." kata Nam Joon, "boleh aku mengenalmu lebih dalam lagi?"
Ya Tuhan. Laki-laki ini. Mengapa dari sekian banyak orang. Sesuatu yang selama ini diidamkan Jisoo: keterusterangan, kejelasan, dan keberanian. Bingung sekaligus perasaan euforia seperti menemukan harta karun. Jisoo merasa sulit mengendalikan letupan emosinya.
"Kalau tidak ada suara yang keluar dari mulutmu, aku anggap sebagai persetujuan."
Keberanian ini... Jisoo berteriak dalam hati.
Nam Joon Part
Terdengar suara cekikikan dari bawah. Nam Joon menundukan wajahnya ke bawah lantai. Jin dan Bogum tidur di kasur bawah.
"Aku dengar. Dasar tukang gosip."
Ho Seok muncul sembari menepuk-nepuk masker wajah yang diambil dari meja Nam Joon.
"Setengah jam lagi ibuku akan menjemputku," kata Ho Seok.
"Kau tidur di sini?" Nam Joon pikir Ho Seok akan menginap juga di rumahnya apalagi melihatnya sudah membuka lemari dan memakai piyama miliknya.
"Tidak. Aku minta orang tuaku menjemputku tengah malam karena aku tidak ingin melewatkan hal yang berharga. Apa tadi?"
"Bolehkah mengenalmu?" kata Bogum yang cekikan bersama Jin.
Ahrgh, Nam Joon pasrah. Ia tidak akan pernah bisa menghentikan keingintahuan berlebihan dari teman-temannya ini.
"Apa-apa? Ulangi donk," kata Ho Seok.
"Kau kan tadi di barisan paling depan saat kita menguping," timpal Jin.
"Lalu siapa di urutan terakhir?" tanya Nam Joon asal saja.
"Ibumu," jawab Bogum.
Urat wajah Nam Joon rasanya seakan keluar. Ibunya juga???
"Kayaknya kau harus bersaing dengan ibumu sendiri. Matanya tampak seperti orang yang jatuh cinta saat melihat Jichu..." kata Bogum.
"Jangan panggil dengan nama itu, nanti ada yang cemburu!" goda Ho Seok.
Nam Joon langsung salah tingkah.
"Hei, pulang sana!" katanya tidak sungguh-sungguh.
"Apa itu artinya, jawabannya sudah jelas ya," Jin ikut-ikutan mengusili Nam Joon.
"Tak apa, ini bukan pertama kalinya aku jadi target kecemburuan. Jungkook juga pernah meneleponku dan mengomeliku saat melihat fotoku nonton konser bersama Lisa sementara dia di camp militer," kata Bogum ringan sekali.
"Benarkah?" tanya Ho Seok.
"Benar," jawab Bogum.
"Kau tak marah?' tanya Jin. Nam Joon hanya menyimak obrolan mereka.
'Kenap harus marah? Mereka berdua temanku. Lagipula senang sekali melihat Jungkook uring-uringan, heheheh."
"Ngomong-ngomong bagaimana dengan mereka berdua. Apakah mereka masih bersama?" tanya Ho Seok yang melihat ke arah Nam Joon.
Nam Joon mengangkat kedua bahunya. Ia tidak bisa menceritakan kepada mereka karena ini adalah urusan pribadi Jungkook. Biarlah ia yang menceritakan sendiri kepada mereka.
"Ada gosip kalau Lisa sedang dekat dengan Bam-bam," kata Jin.
"Mereka, kan memang berteman dekat," kata Bogum.
"Lisa sedang ada di London," lanjut Jin.
"Ia ke sana bersama ibunya dan keluarga Bam-bam," lanjutnya.
Pantasan Jungkook terlihat murung ketika di camp, pikir Nam Joon.
"Keluarga mereka memang dekat," kata Bogum yang selalu positif thinking.
"Tanpa memberitahu Jungkook?" imbuh Jin.
Nam Joon menoleh pada Jin, sepertinya Jungkook mengatakan sesuatu pada Jin.
"Haruskah kita video call dan menanyakan kabar maknae?" usul Ho Seok.
"Ini sudah pukul 23.00. Dia pasti sudah istirahat. Kau tahu, sulit menerima panggilan pribadi di camp," saran Nam Joon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Idol Shipper Syndrome: a New Beginning
Fanfiction"Kau berubah," Jungkook menatap gadis yang begitu dirindukannya. Lisa. "Semua orang pasti berubah Jungkook." Jungkook meneliti saksama gaun pengantin yang dikenakan Lisa. "Aku membencimu Lisa." "Aku juga.." "Saking bencinya..." kata Jungkook, "aku i...