Hujan masih deras di luar sana.
Pada malam yang semakin dalam.
Di sini, aku masih menunggumu pulang.
Dua piring masih tertelungkup di atas meja makan.
Tapi gelasnya terisi penuh air putih.
Hidangan yang mulai dingin.
Sedingin malam ini yang tengah kugauli.
Satu, dua, dan ... tiga ...,
Waktu berlalu begitu cepat.
Aku masih duduk menunggu kedatanganmu. Tanpa terasa, pandangan ini tertuju pada satu titik yang membawa lamunanku pergi ke masa lalu.
Dulu, kamu yang selalu memasakkan apapun untukku. Kamu selalu memasak semua yang kusuka—dengan berbagai cara menghadirkan, mengolah, dan menyempurnakannya dengan sedikit trik ajaib yang tak pernah gagal membuatku selalu takjub dan tertawa.
Bagiku, apapun yang kamu buat untukku takkan bisa kulupakan begitu saja. Terlalu banyak kenangan indah di pojok ruangan ini; dapur rumah ini.
Hingga kini, masakan yang kubuat ini adalah buah dari kesabaranmu membimbingku belajar. Kelas memasak di akhir pekan adalah momen wajib yang tak boleh terlewatkan.
Tapi sekarang, sepertinya kamu lupa. Kamu lupa dengan rutinitas akhir pekan kita.
Tiga waktu telah berlalu.
Aku masih menunggu.
Menunggumu duduk di depanku.
Menantikan suapan-suapan yang biasa kauberikan.
Sesuap cinta yang tak bisa kulupakan.
Namun,
Malam ini sepertinya kau tak datang.
Aku putuskan untuk beranjak dari meja makan.
Membawa makanan yang kumasakkan,
Lantas kubuang ....
Aku lelah,
Sungguh lelah!
.
.
.
Hanya segelas air putih yang menemani
Itu pun masih penuh terisi ....
KAMU SEDANG MEMBACA
TAK ADA KAMU MALAM INI
قصص عامةSebuah prosa, Tentang keresahan jiwa Dalam melepas orang tercinta Yang kini telah tiada.