Tante Sera tidak pernah percaya cerita anaknya yang tiap hari mengatakan bahwa ada peri kecil bersembunyi di dalam kotak pensilnya.
Aku ikut bersaksi, namun mama juga malah sama-sama ikut terkekeh timpali aduan diriku bersama Reno karena imbas dari...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kepalaku pusing, tubuhku pun terasa panas. Ternyata aku jatuh menimpa Reno, tepat di atas tubuhnya. Pantas saja, rasanya empuk meski panas. Menilik sekitar tanpa sadar, hanya ada pepohonan rimbun. Cahaya matahari saja hanya mengintip sedikit saking rimbun dan rapatnya pohon-pohon disini. Aku hanya ingat sebelum pingsan, Ezza menusuk salah satu batang pohon besar dengan belatinya hingga muncul cahaya terang yang menyilaukan dengan aku yang tertarik ke dalam sana. Lalu, semuanya gelap. Dan aku terbangun disini, dengan Reno yang masih belum siuman dan Ezza yang entah lenyap kemana.
Masalahnya, yang kutahu, kami terbangun di tempat yang berbeda. Bukan di kebun dekat sekolah kami yang sedang menjalankan PTA bersama para murid yang lain. Ini jelas tempat yang berbeda.
Seperti.. Di tengah hutan belantara.
Aku sedikit mengkhawatirkan Ezza. Apa dia sempat kabur juga, dari makhluk itu?
Sembari memikirkan hal-hal yang masih membingungkan, aku mendengar suara gumaman yang sangat berisik. Mereka bersahutan, dengan suara sama yang terdengar banyak seperti paduan suara. Beberapa mengatakannya dengan jelas.
Dia benar seperti yang diramalkan
Aku pernah melihatnya
Apa? Kau bahkan tidak bisa berjalan, bodoh!
Hey, yang satu bangun
Haruskah kita menyambutnya
Kita sembuhkan dulu lukanya
Yang satu lagi kabur!
Kita tangkap dia nanti..
Hey, jaga ucapan kalian! Beliau Pemimpin kita!!
Segala perbincangan itu benar-benar terdengar jelas di segala arah. Saling bersahutan dengan suara gesekan kuat. Aku melirik kesana kemari. Setelah bangun dari tubuh Reno, ia masih terlelap damai tidak terganggu apa pun. Duduk bersila, aku meringis merasakan bahuku yang entah mengapa terasa perih. Sembari mengusap bahu, aku terus mengamati sekitar. Dimana suara-suara yang datang tadi?
Rasanya begitu dekat.
Mengumpulkan semua kekuatan. Aku bangun dengan kaki yang berdenyut, berani sumpah kakiku malah jadi nampak pengkor. Semuanya pohon. Hanya ada ratusan pohon dengan sulur-suluran yang menggantung disana-sini. Beberapa bahkan dengan penuh menutupi seluruh pohon. Tanah tidak terasa terpijak, isinya hanya tumbuhan menjalar tanpa duri penuh daun yang terasa dingin dan lembab. Baunya khas. Basah, tanah, dan segar. Menyenangkan menghirupnya, kalau saja tidak dengar suara-suara horror yang hingga kini masih belum kutahu berasal darimana.