Chapter 25

3.8K 357 20
                                    




Takdir bermain dalam goresan pena, bergerak menyatukan garis yang terpisah. Garis itu ibarat ikatan, hubungan dan ketertarikan. Manusia menjadi sasarannya, dipaksa untuk menjalani semua yang telah ditetapkan. - Srch





___

















"Kamu tidak berniat untuk pulang?" Freen bertanya pada Saint, lelaki ini mengikuti ke mana pun Freen pergi. 

Saint menggeleng saja, dia tidak mendapatkan tiket pesawat terakhir. Dia akan pulang besok, siang hari. "Apakah tak ada tempat lain selain di sini, Freen." Saint menggunakan jaket tebal Freen, dia merasa kedinginan. "Aku tak percaya kamu ke sini malam-malam." Saint hanya melihat Freen berdiri di sana menikmati lautan yang tenang. Sekarang Freen tidak berada di bebatuan pantai, dia berdiri di atas pinggiran jalan, melihat dunia malam yang gelap namun penuh cahaya bulan. 

"Aku hanya merasa penat, tak ada yang bisa menghiburku selain pemandangan ini." Freen tertawa kecil sekarang, dia menghela napas sedikit, "Aku bahkan tidak menulis puisi, tapi tidak tau mengapa angin malam kali ini begitu sejuk, aku menyukainya." Saint tidak mengetahuinya, bahwa hari itu adalah peringatan kematian ibunya. 

Saint tidak terlalu sependapat dengan Freen, karena sekarang dia hampir mati beku. Malam yang begitu dingin ini membuat Saint ingin kembali ke mobilnya, pulang mencari penginapan terdekat. Sesekali Saint menghembuskan udara ke telapak tangannya, berharap bisa memberikan rasa hangat ke tubuhnya. 

"Saint," Freen berkata lagi, menganggu Saint yang sedang menghangatkan tubuhnya. Freen tersenyum sebelum berkata, "Aku penasaran tentang wanitamu." Freen melihat tepat antara biru gelap dan hitam malam, ada garis pemisah di sana. 

Saat Freen berkata 'wanitamu' Saint mulai tersenyum, raut muka kedinginan itu hanya sesekali muncul, sekarang dia senang dengan panggilan Becky yang Freen sebutkan untuk dirinya, Saint bertanya, "Apa yang membuatmu penasaran tentang dia?" Senyum itu tidak lenyap, masih di sana.

Freen memandang di sekitar, ada banyak sekali hal yang dia sukai di sini, samudera, riak ombak, langit yang tak biru, bulan yang terang dan awan yang berwarna hitam. Freen ingin mengetahui, apakah ada salah satu dari mereka yang disukai oleh Becky. 

Freen berpikir cukup lama tentang pertanyaan ini, dia mengatur kata agar lebih baik, seperti, apakah Becky menyukai laut sepertiku? atau bulan apa yang dia sukai, sabit atau purnama? atau, apakah dia juga menyukai riakan ombak kecil? Freen tidak bisa memilih pertanyaan itu, bahkan baginya tidak ada yang bagus untuk ditanyakan.

Akhirnya dia bertanya dengan singkat, "Apa yang dia sukai?" Begitu saja, pertanyaan singkat ini mempunyai arti yang begitu luas, bisa tentang hobi atau makanan. Tapi tak masalah, Freen hanya ingin bertanya tentang wanita yang hampir membuatnya terkesima setiap kali Saint menyebut namanya, Rebecca.

Saint tampaknya sangat mengenal Becky, wajah Saint terlihat tidak memikirkan apapun, dia seolah tau apa jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu. Saint melihat Freen kali ini, dia tertawa kecil sekarang, seakan mengingat interaksinya dengan Becky dalam pikirannya. Saint mengalihkan wajahnya lagi, dia tidak berusaha melihat apapun, dia hanya berdiri dan kembali menghangatkan diri. Saint berkata dengan nada yang riang, "Pieris."

White Butterfly - FreenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang