Prolog

58 6 0
                                    

"Temui aku di masa depan!" Seorang perempuan muda berambut panjang berteriak, ia melambaikan tangannya.

Sima terduduk lemas, bagaimana mungkin mimpi itu lagi-lagi muncul. Ia yang terus berteriak ke arah seorang laki-laki yang lebih tua darinya. "Tidak sopan!" Katanya mengumpat kepada dirinya sendiri. Tidak seharusnya ia berteriak seperti itu kepada orang asing dan terlebih lagi laki-laki yang belakangan ini muncul di mimpinya terlihat lebih tua lima tahun darinya. Sima bangkit dari tempat tidur, saatnya kuliah. Ini tahun penentuan baginya.

Mimpi itu? Lebih baik tidak usah terlalu dipikirkan. Muncul kira-kira seminggu dua kali, pernah lebih dari itu dan membuat Sima demam. Pernah karena saking bingungnya orang tua Sima, mereka membawa Sima untuk di ruqyah. Sima yang merasa bahwa dia baik-baik saja dan tidak sedang ketempelan pun menunjukkan reaksi yang biasa saja. Hingga ruqyah yang kelima, menurut perhitungannya. Saking gregetnya, ia berakting seakan-akan dirasuki oleh harimau.

"Aing maung" Sima berteriak, tangan dan kakinya refleks tertekuk seakan-akan ia sedang menjadi harimau.

Orang tua, kakak laki-laki Sima, dan ustadz yang ada di ruangan itu menatap jeri. "Mundur mas, pak, bu, biar saya yang tangani" ustadz itu pasang badan, ia maju selangkah, lantas menatap Sima.

"Maumu apa?" Ia bertanya kemudian.

Sima berpikir sebentar, jawaban apa yang kira-kira meyakinkan untuk "dramanya" kali ini. "Kopi".

"Kenapa mau kopi?"

"Hah? Tanya mulu deh, kepo banget!" Batin Sima. Sudah saat nya ia mengeluarkan jurus pamungkas.

Sima terdiam, ia menggerakkan bola matanya cepat seperti para penari di Bali. Tidak lupa juga ia memamerkan deretan gigi putihnya, tangannya luwes bergerak mengikuti perintah otak, berjalan seperti harimau tidaklah sulit, ia terus fokus agar terlihat seperti harimau sungguhan. Semakin ia paham bagaimana cara cosplay yang benar, semakin ia yakin untuk menjalankan rencananya.

"Kenapa mau kopi?" Ustadz itu bertanya dengan lebih lembut, intonasi nya berubah seakan-akan ingin mengajak sesuatu yang ada didalam Sima berunding.

Lagi-lagi Sima tidak menjawab, kali ini bola matanya semakin cepat bergerak, diikuti oleh langkah kaki dan tangannya, ia mulai bebas bergerak.

"Dek, mas tahu kamu disana. Dek, bangun!" Giliran kakak laki-laki Sima yang mencoba berunding.

Dan pada saat itu lah, Sima menerjang pintu rumah dengan pagar hitam itu. Ia berlari sekuat tenaga, tentunya masih dengan pose harimau. "Jangan kabur!" Ayah Sima berteriak. Seisi ruangan panik, mereka berlarian keluar mengejar Sima.

Begitulah kejadian dua bulan lalu. Akhirnya Sima memilih untuk menceritakan dramanya itu kepada keluarganya. Ia merasa tidak ada yang harus dikhawatirkan, ia baik-baik saja, sejauh ini memang demikian adanya. Tapi begitulah akhirnya, mimpi yang sama terulang kembali, jika perhitungannya tepat malam tadi adalah mimpinya yang ke-99. Ia tertawa kecil mengingat kejadian itu. Meski sudah lama, ia tetap tidak percaya bahwa bakat akting yang muncul karena sering nonton Drakor bisa di aplikasikan di dunia nyata.

Brak!

Bahunya tersenggol, membuatnya tersungkur.

Laki-laki yang tidak sengaja menabrak nya tadi melepas earphone nya, "Anda baik-baik saja" Ia mengulurkan tangan.

"Iya, mas" Sima menerima tangannya. Ia cekatan membersihkan tanah yang menempel di celananya. "Makasih, mas. Lain kali hati-hati, ya" Kini ia menatap ke depan, wajah laki-laki yang tadi menabraknya. Glek, kerongkongannya tercekat, air mata tumpah membasahi pipinya.

"Eh, mbak. Maaf kalau saya membuat kamu sampai sakit. Dimana yang luka, mbak?" Mata laki-laki itu menyapu seluruh badan Sima.

Air mata Sima masih belum berhenti, ia bahkan tidak tahu mengapa ia bisa menangis. Tubuhnya tidak terluka, dia hanya merasakan sakit yang umum bagi orang jatuh. Tapi mungkin dia tahu alasan mengapa ia menangis. Lihatlah, di depan Sima, laki-laki yang menabraknya tadi adalah laki-laki yang sudah 99 kali ia temui di mimpi, laki-laki tampan, tinggi, dengan wajah tegas, dan berperawakan gagah. "Saya baik-baik saja, mas" Sima berbalik badan, ia pergi meninggalkan laki-laki itu.


***

Haiiii! Untuk cerita ini, aku bebaskan dari target vote. Jadi bakalan terus aku upload. Tapi aku tetep minta dukungan lewat vote nyaa, yaa! Makasihhh readers


REDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang