02. EGOIS

60 50 6
                                    

“Gue bukan manusia sempurna, tapi gue di paksa untuk sempurna."

***

Rooftop sekolah, Ella kini duduk sendirian di atap sekolah. Dengan pandangan kosong menatap ke depan, bahkan tak lupa rambutnya berterbangan menerpa wajahnya karena angin begitu kencang

"Gak usah di paksa, kalau emang Lo gak bisa." Ella memejamkan matanya, namun dalam hati dia berdecak dengan sebal ketika tahu pemilik suara tersebut

"Van lo—" Ella menjeda ucapannya, ketika ia membalikan badan ternyt bukan Devan. Melainkan Althur, yang berada di pojok rooftop sembari membawa canvas lainnya.

"Gue bukan Devan," balas Althur dengan ketus, Ella merubah ekspresinya Kembali menatap kedepan dengan kosong

"Ngapain Lo disini?" ketus Ella tak menatap ke arah Althur, rasanya dia masih sebal dengan perkataan Althur di ruang guru.

Althur menaruh canvas yang berada di tangannya, dia menatap Ella yang berdiri membelakangi dirinya. Althur berdiri dari posisi duduk, langkah besarnya mulai mendekati Ella yang masih berdiri di sana

"Ini punya sekolah kan, jadi wajar dong kalau gue disini," jawab Althur dengan santai, Ella membalikan badan nnatap Akthur yang menaikkan alisnya satu.

"Mau Lo apa sih? Udah nolak beasiswa, sekarang malah disini ikut," balas Ella dengan sebal, ingin rasanya tangan Ella untuk memukul Althur yang mehanya menatap dirinya dengan satai.

"Mau gue?" Althur mendekatkan wajahnya kepada Ella, membuat Ella menahan nafasnya sejenak. "Gak usah tahan nafas, nanti mati gue yang salah."

Ella mendorong wajah Althur dengan pelan. "Gak usah ngadi-ngadi," balas Ella dngan sebal, ia berjalan mendahului Althur. Althur hanya tersebyum tipis, melihat kepergian Ella.

**

Ella menuruni tangga Rooftop dengan sebal, sikap Althur membuat mood yang ada dalam dirinya semakin berantakan.

"Ini dia nih, si bintang sekolah yang peringkatnya udah turun. Masih pantas gak di bilang bintang sekolah?" Seorang gadis, dengan rok diatas lutut, rambut di Curly, bahkan make up tipis berada di wajahnya.

"Kayanya gak sih, Althur baru bintang sekolah," balsd teman di sampingnya, yang sama sepertinya.

Ella menggeram kesal. "Terus kalau perngkat gue turun, kenapa jadi Lo yang sewot?" Tanya Ella.

Bianca—nama gadis yang berada tepat di hadapan Ella, siapa yang tidak mengenalnya? Seorang pembuli dan pelabrak handal di SMA Pelita Bangsa.

"Gue gak sewot, cuma kasihan aja sama hidup lo," jawab Bianca, tangannya bergerak untuk memegang rambut Ella namun Ella menepisnya dengan cepat.

"Kasihan ya jadi Lo, gak punya keluarga eh derajatnya di sekoah jadi turun," sambung Bianca, tangan Ella mengepal dengan keras mendengar apa yang dikatakan Bianca.

"Lo—"

"Gue lebih kasihan sama Lo, gak punya duit sok-sok an bergaya lagi," ucap Devan yang tiba-tiba muncul di belakang Bianca, Liza—teman Bianca meneguk ludahnya kasar melihat kehadiran Devan.

"Gak usah ikut campur deh!" Ketus Bianca.

Devan mengangguk, lalu berdiri di samping Ella. "Gue gak ikut campur, tapi perkataan gue benar, kan?" Devan menaikkan alisnya seolah bertanya.

"Awas Lo!" Bianca pergi dari hadapan mereka berdua, begitu pun Liza yang melambaikan tangan ke arah Devan sebelum pergi untuk menyusul Bianca.

Ella berdecak, dia menatap kepergian Bianca. "Emang rada aneh itu orang," ujar Ella, namun seperti ada yang memperhatikannya Ella menatap Devan. Ternyata Devan menatap wajah Ella dengan sangat tajam.

"Kenapa Lo?" Tanya Ella, Devan langsung mengalihkan pandangannya.

"Pulang sekolah, belajar bareng gue, mau?" Ajak Devan, membuat kening Ella berkerut mendengarnya. "Maksud gue, kan kita partner lomba, gak salah dong?"

Ella menaikkan kedua bahunya. "gue bisa belajar di rumah aja, makasi tawarannya," ucap Ella, lalu meninggalkan Devan yang langsung merubah ekspresi yang ada pada wajahnya.

Tanpa Devan sadari, Althur sejak tadi berada di atas tangga Rooftop. Mendengar semua percakapan yang ada di antara mereka berdua.

Tring!!

Bel pulang sekolah berbunyi, Ella merapikan semua buku-buku pelajaran yang ada di atas meja.

"Lo langsung pulang, La?" Tanya Abel, melihat Ella yang begitu cepat memasukan buku ke dalam tasnya.

"Iya emang kenapa? Lo ada kegiatan di sekolah?" Tanya Ella, Abel hanya bisa berdecak dengan sebal.

"Semangat anak coconut!" Ujar Ella, menepuk pundak Abel. Abel salah satu anak Pramuka, yang begitu aktif di sekolah.

"Hati-hati!" Pesan Abel, Ella hanya mengacungkan jari jempolnya.

Ella berjalan di koridor sekolah sendirian, dia lalu menuruni tangga untuk menuju lapangan upacara dan menemui gerbang sekolah.

Langkah Ella terhenti, ketika melihat sebuah mobil hitam sudah terparkir di depan gerbang. Ella tahu, siapa pemilik mobil itu, dia hanya bisa memejamkan matanya sejenak.

Ella kembali melangkahkan kakinya, semakin dekat dengan gerbang semakin dekat dengan mobil hitam tersebut.

"Masuk cepat!" Ella nurut, dia masuk ke dalam mobil hitam besar itu. Dengan suasana canggung, mobil melaju meninggalkan sekolah.

"Papa udah dapat informasi dari Pak Herman," ucap Hansel, menatap Ella dari kaca mobilnya. "Pertahakan materi kamu."

"Iya pa," Jawa Ella dengan mata terus menatap ke luar jendela mobil. Suasana mobil kembali hening, tidak ada sama sekali yang mau membuka pembicaraan

Tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumahnya, Ella langsung turun dari mobil dan memasuki rumah dengan cepat.

Prank

Langkahnya terhenti, ketika mendengar suara pecahan piring dari dapur. Ella langsung berlari, melihat apa yang terjadi di sana.

"Mama udah bilang sama kamu Nila! Kuliah kamu sudah hancur, tapi kamu tetap ada di pemanah? Mau jadi apa kamu ke depannya!!" Bentak Nadia—Mama Ella, masih dengan pakaian kantor menatap Nila yang berada di hadapannya.

"Gak ada hubungan sama pemanah dan kuliah, ma!" Balas Nila dengan suara meninggi, membuat Nadia semakin marah.

Plak!

Tangan Nadia berhasil menampar pipi Nila, wajah Bila langsung menoleh ke samping tepat ke arah Ella berdiri.

"Kamu emang anak gak tahu diri, Lihat adik kamu Ella! Selalu nurut perkataan orang tuanya, selalu jadi kebanggaan keluarga . Sementara kamu gak ada yang bisa di banggakan!" Bentak Nadia, Ella yang merasa di sangkut pautkan tangannya bergetar terlebih tatapan Nila ke arahnya penuh dengan kebencian.

"Iya! Aku bukan Ella, asal mama tahu." Nila mengambil alat pemanah yang berserakan di lantai, dia berjalan menuju keluar dapur namun langkahnya behenti tepat di samping Ella.

"Puas kan? Lihat gue di bandingin lagi sama Lo?" Nila langsung pergi Ella hanya bisa diam mendengar hak itu.

"Mama kayaknya keterlaluan sama Kak Ni—"

"Masuk kamar, belajar. Kamu gak tahu apa soal ini," sela Nadia, langsung pergi meninggalkan Ella. Ella menatap lingkungan rumah yang serasa neraka ini dengan sebal, dia mengusap wajahnya dengan kasar.

"Egois!"

***

Kira-kira sikap Devan sama Althur, lumayan sama ya sama Ella?🤔

Kira-kira mereka mau kenapa?

ATHALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang