"Semesta memberimu banyak hujan, sebelum menghadirkan pelangi didalam hidupmu. Pada akhirnya, semesta memberimu banyak pilihan bintang bersinar, tapi kamu malah memilih bintang paling redup."
"Arshaka."
Panggilan dari atasannya membuat Arshaka menoleh ke sumber suara. "Iya, Pak?"
"Saya sudah bicara sama istri saya. Dan dia sepertinya setuju kamu menikah dengan Rey," ucap sang atasan. Iya, dia adalah pria yang kalian kenal sebagai Ayah Rey.
Arshaka nampak bimbang, "Apa Rey mau menerima saya, Pak? Kami kan belum pernah bertemu sebelumnya."
Pria dengan kartu identitas 'Sandi Nelson' itu tersenyum tipis dan menepuk bahu Arshaka, "Rey itu anak baik. Dia selalu mendengarkan saya dan ibunya. Dan saya pikir, dia juga pastinya tau bahwa saya dan ibunya tidak mungkin menyuruhnya menikah dengan orang tidak baik."
Meski jawaban pria yang biasa dia panggil sebagai 'Pak Sandi' itu belum menghilangkan kekhawatirannya, Arshaka berusaha tersenyum.
"Saya pun setuju dengan ibumu. Mau sampai kapan kamu fokus dengan pekerjaanmu?"
Mendengar ibunya disebut, Arshaka teringat beberapa hari lalu. Dimana Atasannya bertemu dengan Ibunya.
"Pak, saya tidak mau Bapak terpaksa merestui saya karena merasa terbebani dengan permintaan ibu saya," pinta Arshaka.
Pak Sandi menyeruput kopi hitamnya, "Sebenarnya, saya bisa saja mencarikan orang lain untuk jadi pasanganmu, Shaka," lalu Pak Sandi menggeleng, "tapi saya tidak mau Rey kehilangan kesempatan untuk punya suami baik seperti kamu."
"Pak," panggil Arshaka, sempat ada jeda untuk melanjutkan kalimatnya,"Bapak benar-benar menerima saya sebagai calon menantu?"
Pak Sandi terkekeh dan menepuk bahu Arshaka lagi, "Andai kamu tau, saya tidak pernah suka mendengar Bundanya Rey menjodohkan Rey dengan sembarang orang. Tapi, kalau dengan kamu," Pak Sandi mengangguk mantap, "saya setuju."
👔
"Nak, permintaan Ibun terlalu berat, ya?"
Arshaka berbalik dan berbalik menghadap Ibunya, "Ibun, kan udah Aku bilang istirahat aja. Kenapa malah duduk?" Tangannya sibuk memperbaiki selimut sang Ibu.
Wanita itu tak menggubris pertanyaan Shaka, "Ayes, Ibun gamau kamu sendirian setelah Ibun gaada. Tapi Ibun malah nambah beban pikiran kamu." Wanita itu menunduk.
"Ibun, gapapa. Aku tau," Arshaka mengangkat dagu sang Ibu, "Tapi Aku gasuka liat Ibun pesimis soal kesehatan Ibun."
"Ibun sudah siap untuk kemungkinan terburuk, Nak."
Arshaka menutup mulut Ibun dengan jarinya, "Ssst... Jangan gitu, nanti Aku marah ya kalo Ibun bicara begitu lagi."
Ibun tak menggubris kalimat Shaka. "Jadi, kamu udah ketemu sama anaknya Pak Sandi?"
"Belum, Bun. Rencananya lusa," balas Shaka.
Setelah itu, Ibun tak membuka suara lagi. Seakan tenggelam dengan pikirannya sendiri.
Shaka pun berinisiatif, "Ibun mau liat fotonya?"
"Memangnya kamu punya?" tanya Ibun.
Shaka tersenyum dan mengangguk, "Punya, Bun," Dia mengeluarkan ponselnya dari kantong celana dan menunjukkan foto Rey di layar, "Pak Sandi kirim ke Aku semalam, buat ditunjukkan ke Ibun. Tapi Aku lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
REKA - JEONSOMI SUNGHANBIN
Fanfiction"Shaka, walau Ayah Bunda gue restuin, lo gaakan pernah jadi bagian dari diri gue. Hati gue udah mati." "Perihal hati kamu, jadi urusan saya. Biarkan saya menghidupkan lagi bintang mati itu, Rey." "Ngaku, lu sebenernya Arshaka Taher kan?"