"Jiwangga?"
Saat menoleh, Rey kaget menemukan Arshaka yang sudah berdiri di belakangnya. "Sejak kapan Abang di belakang gue?"
"Jiwangga siapa, Rey?"
Raya dan Haski ikut menatap hadirnya Arshaka. Melihat tatapan tidak suka Rey, mereka memilih diam. Tidak baik bercanda disituasi seperti ini. Karena Rey itu menyeramkan kalau sampai marah.
Arshaka hanya menatap meminta penjelasan pada Rey. Sedangkan Rey, masih menganggap Arshaka bukan siapa-siapanya. Untuk apa dia menjelaskan perihal masa lalunya?
"Rey," panggil Arshaka. Rey berbalik menghadap Arshaka, menatap lurus ke mata berwarna coklat terang milik Arshaka, lalu berbalik lagi membelakangi Arshaka.
"Bukan urusan lo," jawabnya dingin. Rey mengalihkan mukanya dari Arshaka. Dia kembali berbalik menghadap Raya dan Haski.
Arshaka mundur, kembali sibuk dengan Alisha yang mulai merengek karena merasakan hawa tidak enak. Bukan sekarang waktu yang tepat untuk berbicara.
"Rey, you okay?" Haski memegang pundak Rey.
Rey menepis tangan Haski, "I am okay." Dia mencoba menenangkan hatinya sendiri, memaksakan senyum. Namun matanya jelas menyiratkan sakit yang mendalam.
Raya menunjukkan raut tidak suka. Dia berdiri, "Anter gue ke rumah si Jiwanjing itu, Has. Mau gue tonjok, udah bikin temen gue sakit separah ini." Tidak ada satupun orang terdekat Rey yang terima dengan perlakuan pria berstatus 'Mantan Rey' tersebut.
Rey dengan cepat menarik Raya untuk kembali duduk, "Eh, eh, eh, udahhhhhh. Duduk ga, lo?"
Meski sempat memberontak, Raya akhirnya duduk juga. "Liat aja, kalo ketemu mau gue tonjok."
Rey mendorong pelan pundak Raya, "Awas aja ya. Gue gamau berurusan sama dia lagi."
"KAK RAYYYYYYAAAA," teriak Kanaya sambil berlari ke tempat Rey berada.
Ketiga orang yang awalnya berwajah serius langsung mengubah ekspresi mereka. Raya sumringah melihat adik Rey, "Heiiiiii, ini Naya kan? Naya kok udah gedeeeeeeee."
Kanaya memeluk Raya dengan erat, dan dibalas Raya sambil mengusak rambut gadis berumur 14 tahun itu, "Ya Allah kangen bangetttt. Dulu kayanya terakhir ketemu, kamu masih sepinggang kakak."
Kanaya cengengesan, "Hehehe, Ka Ray lama banget pulangnyaaa. Ada oleh-oleh?"
Raya tertawa, begitu juga Haski dan Rey yang menyaksikan, "Adaaaaa. Entar kapan-kapan ke rumah Kakak, yuk? Kamu bebas ambil oleh-oleh sepuasnyaa."
Kanaya mengangkat kedua tangannya riang, "Yeyyyyyyy."
"Abang gak dipeluk, nih?" Haski membuka suara.
Kanaya melihat tidak suka ke arah Haski, "Males. Abang pernah bikin Kak Rey nangis."
Air muka ketiganya langsung berubah kaget. "Adekkkk," panggil Rey.
Haski shock. Kanaya masih mengingat kejadian 10 tahun yang lalu. Padahal saat itu Kanaya masih berusia 4 tahun.
Rey berusaha mencairkan suasana, "Adek, itu kan udah lamaa. Kakak sama Abang Haski sekarang udah temenan lagi kok. Gaada nangis-nangis."
"Peluk Abang Haski, ya? Liat itu, Abang Haskinya jadi sedih," tambah Rey. Kanaya sempat menimang, hingga akhirnya dia pindah ke pangkuan Haski.
"Anak pinterrr," puji Raya dan Rey bersamaan.
Haski memeluk Kanaya erat, "Maafin Abang Haski, ya, karna udah bikin Kakaknya Naya nangis."
Kanaya melirik Kakaknya. Melihat Rey mengangguk, Kanaya membalas pelukan Haski, "Kanaya maafin. Tapi, jangan bikin Perempuan nangis, ya Abang. Kata Ayah, laki-laki yang bikin perempuan nangis itu cuma laki-laki jahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
REKA - JEONSOMI SUNGHANBIN
Fanfiction"Shaka, walau Ayah Bunda gue restuin, lo gaakan pernah jadi bagian dari diri gue. Hati gue udah mati." "Perihal hati kamu, jadi urusan saya. Biarkan saya menghidupkan lagi bintang mati itu, Rey." "Ngaku, lu sebenernya Arshaka Taher kan?"