"Reyyy, ini buat lo."
Rey menerima sodoran dari Raya, sebuah buku berwarna biru muda, dengan pita besar di depannya. Sebuah daily note, hadiah kesukaan Rey.
Rey tersenyum memandangi oleh-oleh dari Raya, membolak-balik halamannya, lalu memeluk buku itu erat. "Omo, makasi seng kuuuu." Rey beralih memeluk Raya erat.
Pelukan itu disambut Raya, "Sama sama, Seng ku."
Bunda juga sibuk memilah barang barang yang dibawa Raya dan Haski dari berbagai negara. "Raya, ini buat Bunda yang mana?"
"Ambil aja, Bun. Itu semuanya emang buat kalian." Haski menyahut.
Wajah Bunda semakin sumringah, "BAIK BANGET KALIANNNN."
Melihat respon Bunda, ketiga anak muda itu ikut bersemangat. Setelah beberapa lama, Bunda merasa sudah siap memilih hadiah miliknya, "Bunda ini aja deh, biar sisanya untuk Rey, Kanaya, sama Apin," katanya sambil mendekap dua kaos dan dua gelas kaca bertuliskan 'I Love New York'.
"Yakin gamau nambah lagi, Bun?" tanya Rey. Bunda menggeleng, "Ayah pasti senang punya kaos dari nuyork," ucap Bunda riang, seraya menggoyangkan kaos putih. "Makasih ya geulis, makasih ya kasep."
Keduanya mengangguk, "Sama sama, Bundaaaaaaa." Kemudian, Raya dan Haski memeluk Bunda dengan erat.
Tiba-tiba suasana menjadi sendu. Ketiganya terlihat tak mau melepas pelukan. "Bunda sayang kalian."
Semuanya bisa merasakan kelopak mata mereka yang memanas, bahkan termasuk Rey yang hanya menonton mereka di sofa. Dia tidak mau menangis, nanti ingusnya keluar lagi.
"Bun... Makasih udah mau terima kita jadi anak Bunda..." Haski berkata dengan terbata-bata.
"Iya, Nak. Makasih juga sudah membanggakan Bunda, ya? Melihat kalian sukses itu bikin Bunda bangga. Artinya Bunda tidak gagal mendidik kalian," jawab Bunda.
Keduanya mengangguk.
Rey sebenarnya ingin ikut menangis, namun Raya yang terisak seperti anak lima tahun malah membuat air mata Rey rasanya masuk lagi. Ditambah Raya menarik ingus dengan kuat agar tidak jatuh, tapi jatuh juga.
Ya Allah...
Bunda dan Haski juga menyadari sikap Raya yang dramatis itu, menghentikan suasana sendu. "Ah kamu ini, Raya. Masih aja begitu nangisnya. Sudah mau menikah, loh," tegur Bunda.
Raya menggeleng kuat, "Sedih banget ini, Bun..." jawabnya dengan nada merengek.
Rey menghampiri mereka, kemudian memukul punggung Raya, "Udah sssttt... Gara gara lo jadi gagal mewek, Ray."
"Yamaap..."
Ketiganya akhirnya melepas pelukan.
Meski Rey dan Bunda memprotes Raya yang Overdramatic, namun keduanya mengelus punggung dan bahu Raya. Begitu juga Haski, yang membelai rambut Raya. Akhirnya pulang kerumah sesungguhnya ya kita, Ray?
"Assalamualaikum..." Terdengar salam dari pintu rumah yang terbuka.
"Wa'alaikumsalam..."
Semuanya menoleh ke arah pintu. Dan ketika Raya melihat sosok Arshaka yang muncul, dia langsung lari ke lantai dua.
"Woi, kemana lu?" Haski mengejar Raya, meninggalkan Bunda dan Rey di ruang tamu.
Rey sebenarnya ingin menyusul Raya dan Haski, tetapi Bunda malah menyuruhnya, "Dek, tolong ambilin air putih dong, buat Ayah sama Shaka."
Rey menghela nafas, "Iya, Bun."
KAMU SEDANG MEMBACA
REKA - JEONSOMI SUNGHANBIN
Fanfiction"Shaka, walau Ayah Bunda gue restuin, lo gaakan pernah jadi bagian dari diri gue. Hati gue udah mati." "Perihal hati kamu, jadi urusan saya. Biarkan saya menghidupkan lagi bintang mati itu, Rey." "Ngaku, lu sebenernya Arshaka Taher kan?"