39. Meledak

638 71 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cafe G jam 7 malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cafe G jam 7 malam.

Tul memerintahkan cafe tutup lebih awal. Mew, Tul dan Singto duduk di meja yang tak jauh dari meja tempat Davikah dan Gulf menunggu sang ayah. Sementara tiga teman Gulf duduk terpisah di sisi lain cafe, berjaga kalau-kalau Ja datang kembali merusak suasana mereka. Jumpol dan Bright berjaga di luar, bersiap dengan motor matic mereka.

Lonceng pintu depan berbunyi tanda orang masuk. Sesosok lelaki paruh baya berdiri disana matanya menyisir semua sudut ruangan. Pria berbadan tegap itu melangkah dengan gagah ketika akhirnya menemukan sosok yang ia cari. Ia menghampiri meja dimana Davikah dan Gulf duduk bersisian. Suasana masih hening ketika pria itu duduk berhadapan dengan keduanya.

"Jangan ngerokok terus Dav..." katanya ketika melihat Davikah menyalakan sebatang rokok.

"Ga usah bertele-tele Pap, apa yang Papa mau supaya Papa bisa lepasin kami?" tanya Davikah menatap sang ayah sinis.

"Papa sepertinya mau bercerai dengan tante Sisca...sudah capek Papa." katanya memulai pembicaraan soal masalah keluarga mereka.

"Bukan urusan kami lagi Pap, urusanmu." Davikah masih saja bersungut. Gulf menggenggam tangannya erat.

"Gulf masih gamau ngomong dengan Papa?" kini mata pria paruh baya itu melirik anak lelakinya yang dari tadi menundukkan kepalanya. Gulf menggeleng.

"See, ini yang Papa lakukan ke kami. Gulf gak bisa kejar impiannya, aku pun harus banting tulang bekerja, gak bisa kejar cita-citaku jadi pengacara. Gara-gara siapa? gara-gara perempuan peliharaan Papa sama anaknya nih kayak gini." Davikah hampir saja berdiri.

"Dav...watch your mouth.." lelaki itu berusaha tenang.

"Apa sih yang Papa mau? kami ga perlu kok harta Papa. Kita cuma perlu kebebasan Pap. Tu perempuan sama anaknya mau ambil asset Papa? Ambil dah, ga perlu kita. Kita masih bisa hidup." kata Davikah. Gulf masih menahannya untuk berdiri. Davikah masih berapi-api bicara pada ayahnya.

"No, itu hak kalian kok. Papa akan mengingkari janji pada Almarhum Mamamu kalau kalau sampai asset-asset itu jatuh ke tangan Ja dan tante Sisca." Jelas lelaki paruh baya itu, Ia masih bicara pelan tanpa emosi berlebihan.

"Oh, ngomongin janji Pap?? Janji depan Tuhan aja Papa ingkari kok sekarang ngomong-ngomong janji, gak ada gunanya Pap." Kata-kata Davikah menusuk jantung sang ayah.

"Papa gak mau cari masalah loh Dav...kalau nanti Papa cerai dengan tante Sisca tolonglah kalian kembali ke rumah. Rumah Papa sepi, tante Sisca selalu pergi, Ja pun begitu. Sementara Papa udah harusnya pensiun umur segini." kata sang ayah. Davikah mendengus kesal.

"Kerasa kan? coba kalau Papa dulu perlakukan kami dengan baik. Gak kemakan terus omongan tu perempuan, ga bakal Pap, Papa ngemis minta pulang kayak gini." kata Davikah sinis.

"Loh, tapi kan yang nikah duluan Mamamu sehabis cerai, jangan-jangan mamamu duluan yang selingkuh dari Papa kan.." mata Davikah terbelalak, tentu saja tak boleh ada yang menghina almarhum ibunya, terutama ayahnya yang sudah mencampakkan mereka begitu saja.

"Oh Papa mau main keras sama aku ya sekarang..." Davikah berdiri, melepaskan genggaman Gulf dari tangannya.

"Dav, Papa mau bicara baik-baik loh sama kalian, tapi tanggapan kamu tuh kayak gitu, selalu keras kepala. Sesekali dengarkan Papa, nurut sama Papa Dav." Lelaki itu menaikkan suaranya.

Mew dan yang lainnya bersiap mengamankan Gulf dan Davikah, mereka sudah memasang posisi bersiap - siap tanpa disadari ketiganya.

"Oh ya?? biar apa Pap? biar anak tiri Papa bisa berlaku seenaknya sama kita gitu?? Papa apa gak lihat apa yang dia lakukan ke Gulf??? terus dengan mudahnya Papa lepasin dia dari penjara gitu?! itu reward yang aku dapat setelah nurut sama Papa ?? iya??!" Davikah berbicara sambil menunjuk wajah ayahnya.

"Dav, aku ini Papamu!" lelaki tiu ikut berdiri. Wajah Davikah merah padam menahan amarah, sementara Gulf masih duduk sambil menatapnya, meminta Davikah berhenti, namun saudara kembarnya itu sudah terlanjur emosi.

"PAPA MANA YANG TEGA NINGGALIN ISTRI SAMA ANAKNYA UNTUK PERGI SAMA PEREMPUAN JALANG YANG DITEMUIN DI DISKOTIK HAH? HARUSNYA PAPA YANG MATI BUKAN MAMA!!!" Davikah meledak. Gulf mulai menangis.

"DAV JAGA MULUT KAMU!!" lelaki itu melayangkan tangannya hendak menampar pipi Davikah.

"PAPA JANGAN!!!!" suara yang tak pernah didengar orang lain yang ada disana tiba-tiba terdengar kencang. Gulf menjerit seraya menyambar tubuh Davikah hingga keduanya jatuh tersungkur di sofa.

"Jangan Pap..jangan pukul Davi lagi...Pukul Gulf aja...Gulf anak gak berguna buat mama papa...Jangan pukul Davi..Davi udah menderita selama ini huhuhuhu...pukul Gulf aja..Gulf mati gapapa asal jangan Davi....huhuhuhu" Gulf menangis sejadinya. Ia masih memeluk Davikah di sofa, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher saudara kembarnya.

Tubuh pria paruh baya itu melemah, Ia terduduk di kursinya. Nafasnya tak beraturan. Ia menengadahkan kepalanya untuk menghindari air matanya yang nyaris tak terbendung.

"Please Pap...set us free...Kamu mau ngapain terserah....tapi jangan buat kami terus-terusan begini...kami capek Pap..lihat Gulf...se sakit itu dia gara-gara kalian. Tolong aku mohon lepasin kami..." Davikah bicara pelan, Suaranya bergetar menahan air mata sementara tangannya masih mengusap punggung Gulf yang sedang menangis.

Pria itu bangkit lalu meninggalkan keduanya tanpa sepatah kata pun. Davikah memeluk erat Gulf sambil terus menenangkannya. Setelah sosok ayah mereka menghilang, semuanya menghampiri Davikah dan Gulf.

Mew membantu menenangkan Gulf dengan menarik Gulf ke pelukannya sehingga Davikah dapat duduk tenang dan nyaman sebelum Jumpol dan Bright akhirnya bisa menenangkan Davikah.

***

Keheningan menyelimuti perjalanan menuju apartemen Mew. Tul menyetir mobil mewah milik Mew dengan Singto di sebelahnya. Mew memeluk Gulf yang tertidur di kursi tengah, sementara Davikah masih menangis di pelukan dua sahabatnya.

Sesampainya di apartemen Mew menggendong Gulf di punggungnya lalu meletakkan lelaki kurus itu dengan hati-hati di tempat tidur. Davikah duduk di ruang tengah bersama kedua sahabatnya. Sudah sangat lama sekali semenjak terakhir kali Ia menangis separah ini.

"Keluarin dah Dav...biar bekurang beban lu." kata Jumpol yang sedari tadi tak henti menepuk-nepuk lembut punggung Davikah yang masih menyembunyikan wajahnya di dada Bright.

"Semua bakal berlalu...at least sisi baiknya Gulf akhirnya bersuara." kata Bright, Davikah masih menangis tersedu-sedu.

Tak banyak yang bicara malam itu semuanya hanya menenangkan Davikah. Gulf sesekali mengigau dan menangis dalam tidurnya. Mew tak sedetikpun meninggalkan Gulf. Ia mendekap erat lelaki yang lebih muda darinya itu dalam pelukannya. 

ClichéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang