child

8 1 0
                                    

Taman hijau dengan rumput yang hijau dan terawat, aku sedang santai menaiki perosotan berulang-ulang.

Mengamati satu persatu orang-orang yang sedang berlalu lalang dan sesekali menyapa lelaki yang tak asing bagiku.

"Papaaa..." teriakku sama berlari kecil menghampiri.

"Ya kak kenapa?" Tanya Papa

"Aku cape, ayo kita pulang," ajakku

"Yaudah ayo," akhirnya aku dan papa berjalan beriringan kembali menuju rumah.

"Pa, kenapa papa ga pulang lagi? Enakan di rumah nenek ya?" Tanyaku sambil melihat papa

"Papa kan kerja, kalo dari rumah mama terlalu jauh. Makanya papa di rumah nenek" jawab papa

Ntah, aku juga mengikuti apa saja kata yang keluar dari bibir papa. Benar atau tidak biar menjadi rahasia saja.

🌱🌱🌱

Malam sudah mulai menunjukkan wujudnya, dimana waktunya aku bermanja untuk memenuhi batrai tubuhku.

Berpelukan di bawah bahu papa adalah mukjizat yang menurutku sangat sangat indah dan nikmat. Terlelat sambil merasakan sentuhan tangan yang tak ada lembutnya di belakang tubuhkan seperti usapan magic. Dengan mudah sentuhan itu membuatku terlana, terbawa ke alam bawah sadar.

"Kakak, ikut papa ke rumah wak ayu mau ga?" Tanya papa.

"Dimana pa? Jauh?" Tanyaku

"Lumayah kak, nanti kita naik bus kok. Jadi kakak bisa bobok di bus." Ucap papa memberi kisi kisi

"Yaudah ayo,"

"Nanti kalo mau pergi, kakak papa jemput di sekolah. Okey ngga...?" Ucap papa sambil semangat.

"Okey bos..." jawabku menepuk sebelah tangan papa.

Malam sudah semakin gelap, dinana waktunya untuk tidur. Dengan usapan yang sesekali berhenti dikarenakan kelelahan.

Lelaki yang lembut, aku suka melihat wajah lelaki ini ketika tidur. Dengan wajah yang sangat damai dan tentram, semua terlukis di wajahnya.

Hidung yang menonjol kedepan, pipi yang berisi, wajah yang tegas dan warna yang gelap. Jangan dilupakan, bibir tebal miliknya adalah pemikat, walaupun gelap.

Rambut yang kini sudah tak seluruhnya hitam, badan yang kini sudah tak seindah dulu, dan kumis yang sudah tak berbentuk. Aku suka wajah ini.

Bulu lebat yang melekat di badannya. Tangan, kaki, dan perut, semua dipenuhi dengan bulu bulu halus yang sekarang juga menjadi milikku.

Papa, adalah lelaki yang sulit aku definisikan. Sebagian aku adalah dia, bahkan aku tumbuh dengan kebiasaan kebiasaan yang selalu dia lakukan padaku.

Aku ingin mengulang masa dimana aku putri kecil, yang dirawat dengan usapan tangan kasar.

⛅️⛅️⛅️

Hari-hari datang dengan cerah, akhirnya aku kembali bersekolah dengan senang riang hari ini. Sama seperti biasanya, kembali dengan makan-makanan siap saji.

Banyak rasa tunggu yang tak kunjung temu, mata yang selalu mencari tanpa tau kapan titik pasti. Tapi hari ini berbeda, aku menemukan jawaban itu dengan senang.

Pria yang menjulang dengan baju kaos yang menonjol di bagian perut hadir di depan gerbang. Memberikan sebuah lambaian tangan menyapa.

Papa datang menepati janjinya, membawaku bepergian dengan seksama kemana saja bersama. Sesuai dengan tujuan sebelumnya, kami akan pergi kerumah yang bahkan aku sendiri belum pernah kesana.

Dengan perizinan wanita yang cantik yang aku liat tiap pagi di depan kelas, aku dan papa berjalan keluar dan melakukan perjalanan awal ke rumah nenek.

"Gimana tadi, seru ga belajarnya?" tanya Papa antusias.

"Seruuuu, aku udah jago berhitung loh, Pa," jawabku bersemangat diatas motor yang sudah berjalan melintas di bawah pepohonan.

Dibawah terik matahari, dengan jilbab merah sepundak. Aku dengan cerita menakjubkan hari ini memenuhi ruang tanpa batas, sesekali membuka tangan selebar yang aku bisa.

Motor yang masih melaju dengan kecepatan normal, terhenti tepat di persimpangan. Lampu merah menyala, dan ocehan kembali hinggap.

"Merah artinya berhenti," oceh anak berjilbab merah ini.

"Kalau kuning?" tanya pria di belakangnya.

"Kuning itu warna kesukaan Lala," jawabnya dengan senyum lebar menunjukkan deretan gigi yang memiliki celah.

"Pinter. Tapi kurang tepat kak, ayo, apa dong?" kembali terulang.

"Apa ya pa?" tanya-nya menyerah.

"Kuning itu hati-hati kak. Nah, kalau hijau apa ya?" tanya berlanjut.

"Jalan," jawab sambil menunjuk ke depan.

Benar saja, lampu hijau sudah kembali menyala. Motor kembali melaju dengan santai menembus angin yang sepoi-sepoi. Tak lama berselang, motor sudah memasuki perataran komplek perumahan Nenek.

"Assalamualaikum," teriakku dari depan pagar.

"Nenekkkkkkk, ini Lala," teriakan berlanjut.

Diam dan mendengarkan sautan.

"Sebentar yaaa," teriak Nenek dari dalam rumah.

Tak lama, Nenek mulai membuka pagar. Dengan sigap aku turun dan berjalan menghampiri Nenek, meraih tangan keriputnya.

"Nenek lagi apa?" tanya anak berkerudung merah.

"Nenek baru selesai Sholat sayang. Lala darimana?" tanya Nenek sambil berjalan masuk.

"Baru pulang sekolah, Nek. Tadi di jemput Papa"

"Mau pergi ya sama papa?" tanya nenek.

"Iya Nek, mau kerumah Wak Ayuk. Nenek ngga ikut ya?"

"Nenek nanti nyusul, Lala duluan aja dulu sama Papa" jawab Nenek.

"OKEYYY Nek," jawabku semangat 45.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Trauma In ChildhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang