19. Would Never Leave

1.2K 179 116
                                    

Kurang lebih satu bulan, waktu yang terpakai untuk memulihkan Dreamingland menjadi seperti semula, lebih baik dan indah bahkan. Maka, inilah Dreamingland sekarang. Kokoh, nyaman, indah, dan dua kali lipat lebih layak. Bangunan baru, kamar-kamar baru, hampir semuanya baru dan segar.

Anak-anak panti tersisa 13 orang, setelah dua balita dan dua anak di atas lima tahun diadopsi keluarga yang iba. Kabarnya, Isabelle, sang pahlawan dalam diam itu pun akan segera meninggalkan Dreamingland.

Berita panti asuhan terbakar tersebut ternyata bukan dimuat di koran saja, tetapi ramai pula di sosial media sekitaran Nebraska. Itu membuat sebagian penduduk Nebraska mulai mengenal Dreamingland. Salah satu dampaknya, empat anak panti diadopsi empat keluarga berbeda.

Kalau Isabelle, gadis 18 tahun itu bukan diadopsi, tetapi memilih pergi ke distrik lain, yang masih berada di Kota Omaha. Untuk yang satu ini, cukup personal. Selama sebulan—sejak ia memberi tahu Megan, lalu Julian, hidup Isabelle jadi tidak tenang. Gadis ekstra pendiam itu menahan keresahan hebat bila kelakuannya diketahui Sophia. Itu mengapa ia memilih pergi dibanding kena marah.

Aduh, Isabelle yang lugu, cantik, dan baik. Ia segitu takut dan khawatir, padahal yang ditakutkan barangkali tak sebesar imajinasi. Namun, mari pahami. Isabelle pernah hidup bersama seorang bibi jahat hingga tiga tahun lalu, ia dibuang ke Dreamingland sebab si bibi tak mau mengurusnya lagi.

Jadi, kita mengerti saja. Hidup dalam lingkungan yang tak baik akan membentuk suatu keadaan mental yang kompleks, tersembunyi, dan nyaris aneh-aneh. Pemikiran-pemikiran dibalut kecemasan seringkali melahirkan tindakan nekat. Untuk saat ini, belum ada yang mengetahui perasaan Isabelle. Lantas, gadis itu memanfaatkan ketidaktahuan orang sekitar untuk menyelamatkan diri dari ketakutan.

“Sophie, aku berencana untuk keluar dari Dreamingland.”

“Ada apa, Sayang? Dreamingland sudah jauh lebih bagus sekarang.”

“Tidak apa-apa. Iya, Dreamingland semakin indah sekarang. Tapi… aku ingin mencoba mencari pekerjaan. Aku ingin jadi pelayan restoran, atau sekadar jadi pelayan toko kecil juga tidak apa-apa.”

Dengan malu-malu, tersenyum menunduk-nunduk, gadis itu mengungkapkan kepada Sophia beberapa hari lalu.

Seperti yang sudah-sudah, keluar panti asuhan dengan alasan mencari pekerjaan sudah amat banyak didapatkan Sophia—termasuk anak angkatnya, Julian. Itu hak setiap orang. Maka, Sophia selalu mengizinkan, tak lupa memberi petuah-petuah poitif untuk Isabelle agar tak salah langkah.

Kejadian tersebut sudah lewat beberapa hari lalu. Kini, Sophia tengah duduk di depan televisi baru, setelah yang lama telah hangus. Menonton serial kesukaan sambil memangku Luna yang nakal, tak bisa diam. Namun, kali ini Luna diam karena serial yang ditonton Sophia juga kesukaannya.

Acara gosip pernah jadi kesukaan. Sekarang, sudah tidak. Sophia enggan jika harus melihat Julian di balik layar. The Julian on the TV is not my Julian. It’s another Julian from another universe. Begitu prinsip Sophia, walau pernyataan itu tak pernah keluar dari mulutnya.

Terus terang, Sophia amat merindukan anak itu, anak nakal yang membuatnya kecewa karena mau saja jadi boneka hanya demi uang. Namun, isak tangis penyesalan Julian di telepon waktu itu, selalu berhasil mengundang air mata Sophia. Kala lengang, kerap menangis sendiri menahan kerinduan.

Mungkinkah sudah saatnya untuk bicara?

🤍🖤🤍🖤

Mengikuti alur semesta, sebentar lagi kandungan Trysta akan memasuki bulan keenam. Perutnya belum membesar signifikan, hanya terlihat seperti kembung kekenyangan. Trysta tidak terlalu paham harus seperti apa bentuk perutnya.

SCANDALOUS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang