Life is still going on, right? Maka, apapun yang di dapat saat ini, harus tetap dijalani sebagaimana mestinya.
Contohnya, Azzura yang tetap menjalani kehidupannya, sebagaimana semesta menentukan takdirnya untuk tetap hidup dengan mengenal Dimas sebagai salah satu makhluk yang Tuhan beri sebagai temannya.
Tidak, Azzura tidak menolak kehadiran Dimas di hidupnya, setelah pengakuan si pemuda berparas tampan tempo hari lalu itu. Justru Azzura tetap buka jalan agar keduanya tetap bisa saling berjalan beriringan, sedikit melupakan dengan sebuah fakta yang mungkin bisa mengganggu beberapa orang yang enggan buka pemikiran, tapi si kecil ini tidak.
Karena jika keadaan dibalik pun, Azzura pasti akan rasakan hal yang sama seperti Dimas. Ia takut akan dunia yang bisa membencinya, bahkan membuangnya jauh ke dalam jurang kegelapan. Padahal ia pun tak pernah menginginkan keadaan seperti ini.
Kini, dua insan yang Tuhan ciptakan dengan sebaik-baiknya ini tengah berjalan santai, menikmati semilir angin malam di sebuah taman yang berada di pinggiran kota.
Selama hampir setengah jam mereka berjalan menyusuri jalanan menuju taman yang sudah mulai sunyi, ditemani dengan obrolan random yang membuat keduanya dapat tertawa lepas.
“Makasih ya.” Ucap Dimas tiba-tiba, sesaat setelah keduanya memutuskan untuk duduk di sebuah kursi kayu.
“Buat apa?” Tanya si kecil yang keheranan.
“Maaf juga ya.” Bukannya menjawab, Dimas kembali ucapkan salah satu kata dari three magic words.
“Ih, kenapa sih? Buat apa bilang begitu?”
“For everything. Kayak contohnya sekarang lu mau untuk gue ajak jalan ke taman yang cuma sekedar ngabisin waktu. Thank you so much udah tetep mau biarin gue ada bareng lu setelah confess bodoh gue yang seharusnya gue keep it secret sampe gue mati, karena gak selayaknya rasa gue ini buat diungkapin dan divalidasi keberadaannya.
Terus, gue juga mau say sorry atas rasa gak nyaman yang lu rasain setelah confess gue itu. Gue ngerti kok kalo semisal lu ngerasa jijik, geli, or something like that pas ngeliat apalagi deket-deket sama gue.” Jelas Dimas yang kini manik matanya memandang ke sembarang arah, enggan saling bertatapan dengan mata indah milik si kecil yang masih setia melihat ke arahnya.
“Did I said that before?”
“Huh?”
“Ada saya bilang kalo saya jijik, geli, dan lainnya yang Om ucapin barusan?”
Gelengan pelan dari kepala Dimas yang menjawab.
“Entah ini udah kata maaf yang keberapa yang udah Om ucapin ke saya, sampe-sampe rasanya telinga saya sakit sendiri dan mau jahit mulut Om supaya gak ngucapin itu lagi.”
Azzura hentikan sejenak kalimatnya. Ia benarkan dahulu posisinya agar lebih nyaman untuk kembali berbincang tentang hal yang mungkin akan terus menjadi pembahasan diantara mereka berdua.
“Om, saya paham sama kalimat Om malam itu yang meskipun Om gak sadar ngirimin kata-kata itu ke saya. Gak ada satupun manusia yang bisa berkehendak saat hatinya memutuskan sendiri untuk jatuh dan berlabuh pada siapa.
Jangankan untuk orang seperti Om yang ternyata hatinya milih jatuh sama saya yang jelas-jelas bisa melanggar norma yang ada. Untuk orang-orang diluar sana pun, yang hatinya bisa jatuh pada lawan jenis, mereka juga gak bisa untuk ngatur mau lawan jenis yang mana yang mau mereka cintai.
Karena pada dasarnya, cinta bisa tumbuh dimana saja, kapan saja, dan pada siapa saja. Cinta yang Om punya sekarang, itu gak ada yang salah. Manusia gak ada yang berhak buat menghakimi atas rasa cinta yang tumbuh pada hati seseorang. Karena tugasnya bukan untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You - Nomin AU (DISCONTINUED)
Fanfiction"Om-" "Stop panggil gua om." "Bodo amat, wle!" Nomin BxB Age gap