Ah, sebuah ketidak beruntungan hadir di hari pertama Naomi menjadi wali kelas. Sudah jam pertama, di kelas yang harus dia atur lagi! Hah, Dia tak membayangkan bila sang wakil kepala sekolah bagian kurikulum akan memberinya kesialan seperti ini. Terlebih, hari ini pun, Naomi nyaris terlambat hingga dia terpaksa berlari dan membuatnya meletakkan tas sedikit berantakan dari biasanya.
“Loh, Bu Naomi?” tanya seorang pria yang dapat diketahui siapa orangnya.
Pikiran Naomi seketika buyar tatkala mendengar pertanyaan dari Gatta yang anehnya bisa berpapasan dengan pria itu. Mau tak mau, Naomi yang berdiri membelakangi kelas dan asyik berpura-pura membuka jurnal di tangan pun, berhenti dan menatap pada Gatta.
Dengan sedikit canggung, Naomi tersenyum. “Bukan apa-apa, Pak. Hanya memikirkan hari pertama bagusnya perkenalan saja atau langsung materi, mumpung saya kan baru jadi wali kelas. Kalau biasanya langsung materi, sih.” Usaha Naomi agar terdengar lancar, membuahkan hasil. Dia dapat menyaksikan ekspesi Gatta yang percaya begitu saja tanpa ada gurat meragukan perkataannya.
“Kalau seperti itu, pakai cara biasanya saja, Bu. Saya juga sering langsung materi meskipun hari pertama. Kan, mapel saya Bahasa Indonesia, jadinya sulit kalau tidak buru-buru. Bukannya mapel Matematika lebih banyak dua bab dari Bahasa Indonesia, Bu? Saya rasa, itu tidak masalah, sih,” jelas Gatta.
Amat jelas sampai membuat Naomi benar-benar memfokuskan pikirannya pada topik yang ingin dibicarakan, bukannya topik yang sempat dia pikirkan tadi. Namun, mendadak Naomi tersadar akan fokusnya setelah mata wanita itu menangkap keberadaan siswanya yang berniat kabur gara-gara dia yang tak kunjung masuk. “Terima kasih, Pak. Saya masuk duluan, keburu pergantian jam nanti,” pamit Naomi tanpa menunggu jawaban dari Gatta.
Akhirnya, Naomi melangkahkan kaki melewati pintu. Benar saja, ada satu siswa yang hendak keluar kelas dengan melewati jendela yang cukup lebar itu. Tanpa sadar, wanita itu langsung menghentikan langkahnya. Lalu, dengan senyum lebar hingga membuat matanya menyipit, Naomi bertanya, “Sepertinya kesan pertama kalian ke ibu akan buruk, ya?” Setelahnya, dia kembali mendatarkan ekspresinya guna melihat apakah siswa tadi benar-benar kabur atau tidak.
Naomi cukup beruntung. Siswa tadi, langsung kembali ke bangkunya yang ternyata berada di pojok depan kelas—tepatnya, di depan mejanya. Sayangnya, tatkala Naomi hendak melanjutkan langkah kakinya, seorang siswi bercelatuk hingga menarik atensi wanita itu.
“Lagian, Ibu juga terlalu lama pacaran sama Pak Gatta di luar. Memangnya lagi membahas tentang rencana pernikahan, ya, Bu?” Sontak satu ruangan tertawa. Bahkan, siswi yang lain ikut menimpali dengan menyetujui pertanyaan siswi tadi.
Sementara Naomi, dia langsung membelalakkan mata. “Hentikan!” bentak Naomi tanpa sadar hingga membuat satu ruangan senyap. Entah mengapa, dia tiba-tiba bereaksi demikian kali ini. Padahal, biasanya dia merespon candaan muridnya dengan candaan pula.
Melihat semua muridnya menatap takut pada Naomi, dia seketika menghela napas berat. Sembari melangkah menuju meja guru, dia juga memijat kening. “Lain kali jangan bercanda seperti itu. Bukannya kalian tahu kalau Pak Gatta sudah menikah?” Kali ini, wanita itu menggunakan nada yang terdengar lembut di telinga.
Terdengar suara decakan dari salah satu murid. Ah, tiba-tiba tensi Naomi terasa lebih tinggi dari sebelumnya. Lantas, Naomi mencoba mengamati murid yang berdecak tadi. Hingga akhirnya, sang murid itu membuka mulut. “Sudahlah, Bu. Ibu tidak perlu sungkan-sungkan seperti itu, di sini sudah biasa laki-laki memiliki lebih dari satu istri. Makanya, mungkin saja Pak Gatta mau meminang Ibu, ‘kan?” Sialan, seluruh urat Naomi rasanya tegang seketika. Seperti, ingin menghancurkan tembok di kelas dan menerbangkan murid itu keluar kelas. Namun, Naomi malah memilih menghela napas lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agentif Agitatif
Ficción GeneralAyusya Naomi, wanita muda yang dipindahtugaskan ke daerah terpencil. Awalnya dia merasa biasa saja. Namun, begitu menuju tahun terakhir, kejanggalan muncul di sekitar Naomi. Dia berusaha sekuat tenaga untuk memperjuangkan hak seorang anak. Namun, ta...