2. Kabut

762 72 8
                                    

Taerae terbangun dengan rasa dingin yang menusuk ke kulitnya. Ia terbaring di jalan dengan tubuh bagian bawahnya tertutup reruntuhan bangunan. Nasib kakinya begitu baik karena tumpukan semen itu masih tersangga trotoar pinggir jalan. Ia berusaha sekuat mungkin untuk berdiri tegak meskipun kepalanya sangat sakit. Sepertinya ia terbentur sesuatu sebelum ia akhirnya jatuh pingsan.

Tidak banyak yang bisa Taerae lihat karena sekelilingnya tertutup kabut tebal. Ia terus mengedarkan pandangan sambil berjalan kedepan entah ke arah mana, berharap bisa mencapai rumahnya untuk menyelamatkan ibu dan adiknya. Tidak ada orang disekitarnya, hanya reruntuhan bangunan. Bahkan reruntuhan itu seperti telah lama ditinggal.

Perasaan Taerae campur aduk sekarang. Ia cemas, bingung, dan ketakutan disaat bersamaan. Jika hampir seluruh bangunan besar dan kuat di kota rusak, bagaimana dengan rumahnya yang hanya terbuat dari kayu. Ia terus mempercepat langkahnya hingga netranya melihat tiang kayu teras rumahnya masih berdiri kokoh.

Dengan mengabaikan kepalanya yang sakit, Taerae berlari kemudian langsung membuka pintu rumahnya. "Gyuvin! Eomma!"

"Taerae hyung!"

Meskipun sedikit gelap karena cahaya matahari pagi yang tertutup kabut tebal, Taerae jelas melihat ibu dan adiknya meringkuk didepan sofa ruang tamunya. Taerae bernafas lega melihat mereka berdua. Semua asumsi buruk yang berputar di kepalanya menghilang seketika. Untuk sepersekian detik berikutnya ia merasa ingin menghamburkan diri ke pelukan mereka berdua.

Namun nafasnya tiba tiba tercekat beberapa detik setelahnya. Badannya melemas hingga ia tidak bisa lagi menahan berat tubuhnya. Taerae tertekuk lutut tepat didepan mulut pintu. Udara disekitarnya semakin dingin dengan oksigen yang mulai menurun.

Taerae meringis kesakitan memegang lehernya yang terasa dicekik. Ibu dan adiknya yang menunggu di ruang tamu kini telah menghilang entah kemana. "Eomma?... Gyuvin?"

Hembusan angin kencang menghampirinya dari arah halaman rumah. Seketika semua rasa sakit yang ia rasakan menghilang. Ia yang kebingungan melihat ke segala arah hingga telinganya mendengar seseorang berkata dari belakang.

"Berdiri, ayo pergi!" Taerae berbalik. Orang itu sedang mengulurkan tangannya ke arah Taerae yang sedang bersimpuh. Taerae membalas uluran itu lalu orang itu membawanya berlari menjauh dari daerah itu.

Taerae yang sebenarnya masih bingung dengan kejadian yang dialaminya hanya terdiam. Pertama, ribuan meteor yang jatuh. Kedua, tidak ada orang sama sekali. Ketiga, kejadian di rumahnya tadi. Keempat, mengapa ia jadi mengikuti orang asing ini? Sebenernya apa yang terjadi?

"Tunggu!" Taerae membungkuk mengatur nafasnya yang tersengal-sengal begitupun orang misterius didepannya.

"Hahhh, ada apa?"

"Aku meninggalkan ibu dan adikku disana! aku tidak bisa ikut berlari denganmu, aku harus menjemput mereka."

"Itu...bukan ibu dan adikmu, akan aku beritahu nanti saat kita telah sampai." Orang itu kembali menggandengnya lalu berjalan menjauh. Karena Taerae merasa sesuatu yang aneh terjadi, ia hanya mengikutinya saja.

Cahaya matahari pagi mulai mengenai tubuh bagian belakangnya. Rupanya orang itu membawanya keluar dari kabut tebal. Suasana disini sedikit lebih hangat daripada dipusat kota. Ia dan orang itu sampai di gedung serbaguna.

Taerae terkejut ketika ia mengetahui ada sekitar 50 orang didalam sana. Berbagai pasang mata menatapnya dengan tatapan terkejut. Matanya menelisik diantara kumpulan itu untuk mencari ibu dan adiknya. Namun sepertinya tidak ada diantara mereka. Ia hanya menunduk pasrah mengetahuinya sambil tersenyum getir. Sepertinya memang ia tidak ditakdirkan untuk kembali bertemu keluarganya setelah bekerja hari itu.

At the end of the time || ft. ZeroBaseOne ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang