49. Sudah Selesai

37.6K 1.3K 65
                                    

Note: Ini belum ending, yes. 🤣

EP. 49. Sudah Selesai

********

"Nathan, kenapa kita nggak lompat aja dari sini sekarang? Ayo kita mati aja dan masuk ke neraka bareng-bareng. Mungkin dengan begitu, kamu bisa puas."

"Ya?"

Belum sempat Nathan mencerna maksud ucapan Reina, dia sudah merasakan tangannya ditarik dan langkahnya terseret-seret menuju beton pembatas.

"Kamu ngomong apa, sih, Rei?"

"Aku capek." Reina menghempaskan tangan Nathan. Air mata mulai membanjiri wajahnya yang sendu, dia menelan ludah susah payah, kemudian naik ke atas beton pembatas.

"REI. . . ." Sentak Nathan panik. "Turun, Rei. . ." Suara Nathan tercekat, tangannya meraih tangan Reina yang gemetar.

"Pergi jauh dari kamu, bukan berarti aku juga baik-baik aja. . . ." Reina berusaha menghela napas dengan baik, dadanya sesak sekali. "Setiap hari aku berusaha ngelupain semuanya. Tapi semakin aku berusaha, ingatan tentang luka yang kamu kasih ke aku malah semakin kuat."

Nathan menatapnya tanpa mampu berkata apa-apa. Dia hanya menggenggam kuat tangan Reina yang mulai dingin.

"Aku nggak tahu kehidupan seperti apa yang menunggu aku di depan sana, tanpa kamu. Cinta aku ke kamu sangat besar, tapi kekecewaan aku juga sama besarnya. Dan sekarang. . ."

Reina kembali menghela, air matanya mengalir semakin deras.

"Nathan, berat buat aku untuk melepaskan kamu mengingat waktu yang udah kita habiskan bersama. Tapi apa yang bisa aku lakuin kalau sekarang melihat kamu aja udah menjadi hal yang terasa begitu menyiksa?"

Reina benar-benar tidak bisa berpikir apa pun lagi selain mati. Kepalanya terlalu berat untuk menampung semua kekacauan ini. Reina tidak pernah menyangka hidupnya hancur oleh orang yang sangat dicintainya.

Dan sekarang Reina sudah tidak sanggup lagi. Dia frustrasi, hatinya nyaris tak muat untuk menerima penderitaan apa pun lagi. Reina tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk membereskan kekacauan ini selain mati.

Reina lelah. . . .

Sangat lelah sampai rasanya tidak sanggup lagi untuk bernapas.

Rasanya, dia tidak memiliki tenaga lagi untuk menjalani hidup. Semuanya sudah direnggut oleh laki-laki brengsek yang selama ini menjadi mimpi terbesarnya itu.

"Reina. . . ."

"Aku mohon, ayo mati aja dan semuanya selesai."

"REINA!"

Dengan cepat Nathan menarik paksa tubuh Reina ke bawah saat perempuan itu nyaris saja melompat. Keduanya seketika tejatuh dan terduduk lemas di lantai.

Nathan menatap pilu Reina, lututnya terasa lemas. Hatinya berdenyut nyeri melihat Reina yang putus asa dan ingin mati karena dirinya.

Ya Tuhan. Setersika itukah Reina karena kebrengsekannya, hingga dia tak sanggup untuk hidup lagi?

"Aku capek. . . ." Kata Reina lelah, pandangannya mengabur oleh lelehan air mata yang tak berhenti menetes. "Aku mau mati aja dan ngelupain semuanya."

"Jangan ngomong kayak gitu. . . ." Nathan mendekap erat tubuh Reina yang bergetar. "Aku bersalah, maafin aku. Lakuin apa pun yang kamu mau. Tapi aku mohon, jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup."

Nathan semakin mempererat pelukannya. Jantungnya berdebar takut. Sedetik saja dia terlambat menarik tubuh Reina, mungkin saja sudah. . . .

Nathan mungkin akan benar-benar gila jika itu terjadi.

Menjadi DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang