6. Tapi Dia Bukan Kamu🦋

68 34 85
                                    

"Mau sesempurna apapun dia, jika yang aku mau itu kamu, dia tetap tidak ada apa-apanya."

-Bellova Putri Kharisma-





🦋Happy Reading🦋

Pameran hari ini usai, semuanya berjalan lancar sesuai harapan. Kini sudah pukul tiga sore, semua siswa sudah meninggalkan sekolah, terkecuali OSISnya.

Lapangan itu kini terlihat kotor dan sedikit berantakan. Setiap stand yang digunakan siswa-siswa di pameran tadi kini menyisakan beberapa sampah. Siswa laki-laki dari kumpulan OSIS membersihkan sampah yang berserakan di sana, sedangkan siswinya merapikan kembali sisa karya yang dipamerkan tadi, karena beberapa sudah ada yang meminangnya.

"Sini, Bell." Laki-laki itu membantu Bellova mengangkat tumpukan lukisan kecil, beberapa karya dari siswa SMA Golden.

Sesampainya di ruang OSIS, Awan dan Bellova meletakkan lukisan-lukisan itu di atas meja yang ada di ruangan. Keduanya mulai mengambil satu persatu lukisan, untuk menatanya ulang di dalam lemari yang tersedia.

"Kamu haus, Bell?" tanyanya, ketika melihat wajah Bellova yang sudah mulai kelelahan. "Aku keluar bentar, ambil minum," lanjutnya.

Bellova terpaku, kenapa begitu gesit laki-laki ini. Dari dalam sana, Bellova nampak kagum kepada awan. Hanya perlakuan kecil saja sudah mampu membuat Bellova senang. Namun sayang, perlakuan kecil itu bukan dari orang yang didambakannya. Meskipun perlakuan itu sebenarnya mampu membuat Bellova senang, tetapi jika bukan dari Geo rasanya tetap hambar.

Dalam sepi di ruangan itu, sejenak Bellova merenung. Perlakuan Awan saat di motor kemarin, pasti idaman dari sebagian besar perempuan. Siapa yang tidak suka, jika laki-laki seperti Awan memiliki love language act of service. Hanya karena pijakan motor, pasti perempuan di luar sana menjerit salah tingkah. Namun, beda rasanya dengan Bellova. Love language itu hambar jika orang lain yang melakukannya.

Bellova kembali mengambil lukisan yang tersisa di atas meja, menyusunnya di dalam lemari kaca dengan rapi. Tak berselang lama, pintu ruangan yang tadinya hanya terbuka sedikit, kini dibuka lebar-lebar oleh orang dari luar sana. Menampakkan laki-laki dengan pakaian sekolah putih abu-abunya, dengan kedua tangan yang memegang gelas air mineral.

"Eh, udah beres, Bell?" ujarnya, ketika melihat lukisan itu sudah tertata rapi di tempatnya.

"Udah, Wan."

"Nih, minum." Awan mengulurkan satu gelas air mineral dari tangan kanannya.

Air itu nampak sangat segar, terlihat dari luar gelasnya yang berkeringat, memberitahu bahwa itu adalah air es. Bellova menghabiskan minumnya, sangat lelah rasanya hari ini.

"Nanti kamu pulang sama siapa, Bell?" ucap Awan, seperti ingin mencari kesempatan.

"Dijemput Ayah," ucap Bellova. "Kenapa, Wan?" tanyanya sedikit penasaran, kenapa laki-laki ini bertanya?

"Gapapa, entar kamu kayak waktu itu lagi. Kalau sampe kemalaman, entar bahaya." Laki-laki itu menghabiskan minumnya yang hanya sisa seteguk.

"Enggak, kok. Kemaren Ayah kerja lembur, jadinya ga bisa jemput. Hari ini Ayah pulang cepet, jadi aku bisa minta jemput," jelasnya.

Bellova Geonandra (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang