7. Alfandi pradito?

298 33 1
                                    

Vote untuk uang parkir

Pagi dengan embun yang sejuk membuat siapa pun enggan untuk beranjak dari gulungan kain tebal, selimut. Suara kicauan burung terdengar merdu dirungu, menambah  kesan sejuk hari ini.

"Bangun!"

Selimut nya tersibak, dengan cepat Naka membuka mata nya. Netra nya menatap sekitar, menyesuaikan pandangan. Ayah, itulah sosok yg dia tangkap.

"Bangun! Mau sekolah gak kamu! Jangan jadi pemales, Nakaa!"

Roby menarik tangan nya hingga terjerembab ke lantai, Naka meringis, linu. Dia perlahan bangun walau agak sedikit gontai, perut nya masih sakit, kejadian kemarin menyisakan lebam di perut.

Naka menganguk, "Iya yah, Naka sekolah."

Setelah mendengar jawaban Naka, Roby melengang pergi. Namun, di batas pintu dia berhenti, "motor nya dipake Gibran, kamu terserah naik apa," singkat, padat, nyelekit.

Naka menganguk, memikirkan kendaraan apa yang akan dia gunakan untuk kerja di toko kue untuk mengurir kue.

"Oiya.. sepeda gue kan masih jadi cuman jadul aja,"

Mungkin saat ini itu lah kendaraan yg dapat ia gunakan. Selagi bisa kenapa tidak? Gengsi? Buang jauh jauh.

*

Saat di sekolah nya berlalu seperti biasa nya, tugas, materi dan sebagai lain nya. Naka rasa dia cukup bosan, tapi mau bagaimana lagi?

Langkah nya dia bawa untuk menuntun sepeda milik ayah nya dulu, cukup tua tapi indah walau tidak sekuat yg lain.

Cklek..

Standar sepeda dia turun kan. Manik nya menelisik kesekitar, ternyata banyak pasang mata yang menatap nya dengan tatapan aneh. Tak dikit juga yang menyibir nya. Naka berusaha abai.

"Naka tu anak nya pak Roby bukan si? Kok beda banget ya sama kakak nya."

"Gibran bukan si? Yang dapet beasiswa itu ya? Kalo di pikir-pikir iya mereka beda banget, dari muka sama prestasi, jauh deh pokok nya."

Indra pendengar nya masih berfungsi dengan baik untuk mendengar pembicaraan dua siswi itu, menyakit kan tapi kenyataan.

Langkah nya berusaha di percepat, menghampiri Linggar dan Ibnu yang ternyata juga baru memasuki gerbang sekolah.

Namun,

"Woy!"

Tepukan pada bahu nya membuat dia kaget dan pangsung menoleh siapa orang yang menepuk nya.

Pemuda dengan baju yang dikeluarkan, celana yang di pensil dan sebatang rokok di tangan nya.

"Apa?"

Naka melupakan tujuan awal nya, dia membaca name tag pemuda tersebut.

Alfandi pradito

Asing, selama dia bersekolah di sini belum pernah mendengar nama itu. "To the poin aja ada apa? Gw buru-buru."

"Yaelah bang, buru-buru amat. Kenalin nama gue Alfandi pradito, panggil aja Alfan. Gue kelas 10 ipa 3 oiya btw nama lo Arnaka Vahendra? Gue tau lo dar—"

Arnaka VahendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang