BAB 12 : ANAK PANCINGAN

12 3 2
                                    

# Day12
# 15HMCI
# Pena_Baswara_Makassar

Nama  :  Salya Ningrum
Judul Buku : Rahasia Sepupu Suamiku

BAB 12  :  ANAK PANCINGAN

Setelah Mas Adi mengantar aku pulang ke rumah bunda,  dia lalu kembali pulang menuju kota tempatnya bekerja. Berawal dari sinilah kami mulai menjalani kehidupan rumah tangga yang terpisah kota tempat tinggal.

Hari-hari yang aku lalui terasa berjalan lambat. Hanya melalui wa atau video call kami bisa berkomunikasi. Sehari bisa sampai tiga kali bahkan lebih, kami melakukan video call.

Kami biasa melakukan video call dengan waktu terlama pada malam hari. Biasanya Mas Adi meneleponku setelah shalat isya sampai pukul setengah sepuluh malam. Dia biasa meneleponku sambil makan malam. Sedangkan aku biasanya sambil mengerjakan tugas kuliah.

Kami saling bertukar cerita tentang kegiatan yang kami lalui hari ini. Video call kami berakhir sampai  rasa kantuk menyerang kami. Bahkan terkadang aku sampai jatuh tertidur saat masih meneleponnya.

Menjelang sepertiga malam, Mas Adi biasanya meneleponku lagi untuk bangun mengerjakan sholat tahajud.

Mas Adi selalu mengingatkan aku agar rajin berkuliah, supaya cepat wisuda. Dia ingin setelah aku selesai kuliah, kami bisa tinggal bersama di rumah yang baru selesai Mas Adi bangun. Rumah sederhana yang dibangun dari uang tabungannya ditambah uang bantuan dari orang tuanya.

Aku sangat bersyukur ibu dan ayah banyak membantu, sehingga rumah kami cepat selesai. Aku sudah melihat rumah kami, saat Mas Adi mengirimkan fotonya. Meskipun terkesan sederhana, namun rumah itu dekat dengan kantor tempat Mas Adi bekerja. Sehingga dia tidak terlalu lelah jika harus pulang pergi ke kantornya.

Selama aku tinggal di rumah ibu, Mas Adi juga selalu mentransfer uang untuk kebutuhanku sehari-hari, juga membayar uang kuliahku.

Seperti janjinya, setiap hari Sabtu dan Minggu Mas Adi pasti pulang menemuiku. Kesempatan weekend itu benar-benar kami manfaatkan. Layaknya pengantin baru, kami selalu lengket pergi ke mana-mana.

Hingga setahun berlalu, dan aku akhirnya lulus kuliah. Setelah semua berkas ijazahku selesai, aku pun pindah ke kota tempat Mas Adi bekerja.

Ayah dan bunda mengantarkan kami sampai menaiki mobil rental yang dikemudikan Mas Adi. Bunda berulang kali menitipkan aku ke Mas Adi. Menasihati agar kami berdua hidup rukun, saling pengertian, dan selalu berkomunikasi dengan mereka. Jangan sungkan bercerita pada mereka jika ada masalah.

Aku dan Mas Adi berpamitan sambil mencium punggung tangan ayah dan bunda. Bunda berulang kali menciumiku, sambil menangis beliau berkata, "Baik-baik membawa diri di sana, ya Nak." Aku mengangguk dan ikut menangis.

Dari kejauhan kulihat bunda masih menangis sesenggukan di pelukan ayah. Aku dan bunda memang sangat dekat, aku biasa menceritakan apapun padanya. Kami sudah seperti sahabat saja.

======

Tahun berganti tahun, bulan depan sudah genap dua tahun usia pernikahan kami. Kehidupan perekonomian kami mulai mapan. Mas Adi sudah diangkat menjadi kepala bagian teknisi lapangan, sehingga pihak kantor memberikan dia fasilitas mobil untuk mengawasi pekerjaan anak buahnya di lapangan.

Hanya sesekali dia harus ke kantor, yaitu ketika hendak membuat laporan bulanan. Kesibukan Mas Adi sering membuatnya mulai pulang ke rumah lebih lambat.

Aku sering merasa kesepian. Apalagi sampai sekarang Allah belum memberikan kami momongan. Meskipun pemeriksaan dokter spesialis menyatakan organ reproduksi kami berdua tidak ada masalah .

Hingga suatu ketika seseorang teman perempuan kuliahku dulu yang tinggal di kota ini, memintaku masuk menjadi tim pemasaran perumahan muslim yang dimilikinya. Dia percaya akan kemampuanku.

Aku berkonsultasi tentang masalah ini ke bunda. Meskipun pada awalnya bunda melarang, namun aku berhasil meyakinkannya bahwa aku tidak akan melalaikan tugasku sebagai istri. Akhirnya bunda menyarankan agar aku meminta izin pada Mas Adi, dan harus mematuhinya jika dia tidak memberi izin.

Sekarang tinggal giliranku berbicara agar Mas Adi mau mengizinkanku bekerja. Hingga Sabtu sore itu, setelah memenuhi nafkah batinnya, aku memeluk Mas Adi yang kelelahan berbaring di sampingku. "Mas, aku mau ..." Belum selesai aku bicara dia langsung memotongnya. "Mau lagi? Sebentar ya, Mas ke kamar mandi dulu," ucapnya hendak pergi. Aku menahannya sambil tersenyum, lalu membicarakan keinginanku yang hendak bekerja.

"Dek, bukan Mas melarang, tapi kamu tahu kan kewajiban utama istri itu di rumah, mengurus rumah tangga. Tugas suami yang harus keluar mencari nafkah untuk keluarga. Mas masih sanggup menafkahi kamu lahir batin," ucapnya sambil merapikan anak rambutku.

"Apalagi Mas khawatir kamu nanti akan kelelahan, dan lalai pada tugas utamamu mengurus rumah tangga."

"Maaf Mas, bukan maksudku menggantikan tugasmu mencari nafkah. Apa yang Mas beri sudah sangat cukup bagiku. Tapi aku kesepian, bosan di rumah, tanpa ada kegiatan. Tolong izinkan aku, ya Mas."

"Aku janji tidak akan lalai menjalankan semua kewajibanku di rumah. Aku akan meminta jadwal kerja pulang lebih awal darimu, Mas."

Perlu waktu hampir seminggu, sampai akhirnya Mas Adi mengizinkanku. Dia mengizinkan dengan beberapa syarat, diantara aku harus bekerja di lingkungan mayoritas perempuan, dan aku harus berhenti bekerja  saat aku hamil, aku harus fokus mengurus anak-anak kami.

Alhamdulillah syarat pertama dari Mas Adi sudah terpenuhi, karena Melani temanku sekaligus pemilik perumahan, menempatkan aku bersama 4 orang karyawan pemasaran yang semuanya perempuan di kantornya. Sedangkan karyawan pemasaran yang laki-laki bekerja di lapangan..

Aku menjalani pekerjaanku hingga saat sekarang. Aku merasa lebih bahagia karena bisa masuk ke dunia kerja sesuai dengan latar belakang pendidikanku dulu.

Kehidupan rumah tanggaku terasa baik-baik saja, sampai suatu hari ibu mertuaku membawa seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, sebagai anak pancingan. Beliau berkata mungkin dengan mengurus anak ini, aku akan segera hamil dan memiliki anak.

Bersambung ....

Rahasia Sepupu Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang